Bab 6 : Teman baru

667 104 12
                                    

Bell masuk berbunyi, beberapa murid SMA Holder berbondong-bondong masuk, ada beberapa yang masih nongkrong didepan kelas.

Karena dalam kamus besar SMA Holder, jika guru belum terlihat batang hidungnya. Maka, kelas belum masuk sepenuhnya.

Jia sedikit memundurkan kursinya, dan duduk di bangkunya, tangannya sesekali memegang pelan lehernya yang masih sedikit sakit.

Saat istirahat tadi, dirinya menyempatkan diri di dalam kamar mandi. Dan melihat bekas cekikan tangan besar milik Red membekas sangat ketara, bahkan dirinya tidak sempat makan di kantin saat istirahat.

Bukanya tidak mau, hanya saja Jia tahu. Papa nya itu tidak memberikan dirinya uang saku, hanya di kasih selembar uang lima belas ribu. Dan itupun akan habis jika dirinya naik kendaraan umum.

Kerongkongan nya terasa sangat kering, bibirnya pucat seperti ingin mengelupas. Jia sesekali mencoba membasahi bibirnya yang kering dengan salivanya.

Menyibukkan diri, Jia membuka buku yang ia taruh di bawah laci mejanya. Belajar adalah jalan pintasnya agar tidak mengingat kejadian tadi.

Bukan itu alasan utamanya, belajar juga agar membuat otaknya bekerja lebih semaksimal kapasitas otaknya. Dirinya ingin lebih, termasuk di puji oleh Papa dan Mama nya.

Katakan saja dirinya obsesi untuk pintar, iya. Jia tahu dirinya obsesi untuk itu, terserah orang akan menggunjing habis-habisan oleh tingkahnya. Karena mereka tidak melihat dirinya yang lain, mereka hanya sibuk berkomentar saja.

Suara bangku bergeser terdengar, Jia tetap dalam posisi membacanya dan menulis beberapa bab Reproduksi.

Mulutnya bergerak mengikuti perkata yang di liat oleh matanya dan di proses ke otak, dan otaknya akan memerintahkan tangan nya untuk bergerak menulis kata.

Secara berulang.

"Jia?"

Merasa namanya dipanggil gadis itu menoleh, yang memanggil nya tersenyum simpul dan manis.

"Eee, kamu gapapa? Dari tadi gue perhatiin kok wajah kamu pucet?"

"Aku gapapa kok"

Jia merasa bingung, pasalnya beberapa teman sekelasnya tidak ada yang benar-benar dekat dengannya. Mereka hanya akan mendekati dirinya soal pelajaran ataupun beberapa materi.

Bahkan Jia tidak segan-segan menjadi joki tugas para teman-temannya, karena dirinya benar-benar membutuhkan uang.

Dan temannya percaya jika ia adalah buku berjalan. Bukan kah itu untung?

Simbiosis mutualisme?

"Kak Jia"

Segerombolan perempuan sekitar tiga orang itu mendekati meja Jia, mereka sesekali sedikit sopan saat melewati beberapa kakel yang mereka lewati.

"Kak, uang nya sepuluh ribu ya. Ada empat soal yang salah soalnya"

"Kesepakatan bersama 'kan?"

Gadis dengan bet kelas X itu menaikkan satu alisnya ke atas, tak lupa senyuman manisnya yang tersuguh kan.

Jia tersenyum, mengambil uang bewarna ungu itu di tangan adik kelasnya. "Iya gapapa kok, maaf ya, ada yang salah" pintanya merasa bersalah.

"Gapapa kok, lain kali gue pakai jasa Kakak lagi yah. Walaupun salah empat gue yang paling tinggi nilainya"

"Gapapa, yang penting nanti Ayah gue kasih hadiah kak"

"Makasih, dadah"

Tiga gerombolan itu melenggang pergi, Jia menatap uang yang berada di genggamannya. Dirinya bersyukur ada rezeki yang mendatangi dirinya sendiri tanpa diminta.

RED FLAG [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang