Bab 43 : Dua sisi

195 9 0
                                    

Sudah hampir empat hari Jia tidak bisa tertidur nyenyak, ia selalu terjaga setiap malamnya. Bukan karena lapar, ia selalu dihantui kata-kata Red yang tersimpan di memori otaknya.

"Lo cacat, siapa yang mau sama lo"

"Gak bakal ada yang mau sama cewe tuli dan bisu yang permanen Ji"

"Gue bakal tanggung jawab Ji"

"Gue sayang sama lo"

"Kalo lo nolak, gue bakal kasar sama lo"

Jika boleh jujur Jia takut dan gelisah, ia dia sekarang berkebutuhan khusus. Tapi kenapa Red selalu memojokkan tapi terkesan menginginkannya?

Jia hanya mengaduk-aduk kuah sop ayamnya di mangkuk, bahkan nasi di piringnya pun masih banyak. Seperti tak nafsu makan membuatnya di lihat oleh kedua temannya.

Nadine mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Jia. "Ji gapapa? Dimakan dong"

"Mau gue suapin? Apa lo sakit?" ujar Karin membuat Nadine juga mengangguk.

Jia menggeleng, tanda ia baik-baik saja. Gadis itu menyeruput kuah sup beserta kentangnya.

"Lo pasti lelah ya? Tu cowok Red brengsek!" ujar Nadine menggebrak meja.

"Awas ya lu bangsul! Bikin temen gue kayak gini" Karin mengepalkan tangan satunya, seperti siap menonjol sosok yang ia bayangkan.

"Bajingan si, anak orang di tenteng sana sini. Di kunci di gudang lah, dipaksa ikut dan di kunci di mobil lah! Aneh banget" cibir Karin dengan geram, dan melampiaskan nya saat ia menusuk cilok nya dengan tenaga Hulk.

"Kalo bunuh orang gak dihukum, udah gue gorok!" ujar Nadine dengan mata melotot.

"Aku gapapa kok" ujar Jia tanpa suara di selingi dengan isyarat tangannya.

"Gapapa, gapapa aja terus!"

"Untung dia kena disiplin dua hari karena gue aduin ke BK, anjir banget dah. Kekerasan banget!"

Kedu temannya terus mengomel sejak tadi, sedangkan Jia berkecamuk dalam hatinya, jujur ia sedikit goyah dengan kata-kata Red yang menyinggung nya dengan kata 'cacat'.

"Apa aku sama Red aja?"

"Tapi aku takut, tapi dia katanya bakal lakuin apapun buatku?"

"Aku juga takut orang orang bakal risih sama aku? Gamau sama aku?"

Ungkapan itu membuat Jia menggeleng, ia terkesan toxic juga. Namun, bagaimana lagi? Ia memang cacat kan? Tak salah bergantung dengan sosok yang menawarinya, entah dengan kekerasan atau kelembutan ia sepertinya lebih membutuhkan sandaran dan bergantung pada sosok laki-laki.

Bell pertanda pulang berbunyi, Jia baru saja menginjakkan kakinya di luar pagar sekolah. Sebuah mobil berhenti dan menurunkan kacanya setengah, memperlihatkan siapa yang menyupir. Red dengan kaki panjang jenjangnya membuka pintu dengan cara mendorongnya dari dalam dengan kakinya.

"Masuk" suara interupsi itu membuat Jia mau tak mau menuruti nya dan masuk ke dalam mobil hitam milik Red.

"Siniin tas nya" Red menengadahkan tangan seraya masih fokus dengan jalan didepan, Jia menyerahkan tasnya. Sedangkan Red menaruh tas ransel biru itu ke bangku belakang dan setir mobilnya pun bisa mengendarai sendiri tanpa pengemudi.

"Mau kemana?" tanya Jia dengan menyodorkan buku notenya.

"Jalan jalan, ke suatu pemandangan yang indah. Lo pasti suntuk belajar terus 'kan?"

Seketika hening mulai melingkupi suasana mereka, perjalanan sudah sekitar empat puluh menitan, dan sejak tadi Red selalu bilang sedikit lagi sampai. Tapi sejak tadi tidak sampai-sampai.

RED FLAG [TAMAT]Onde histórias criam vida. Descubra agora