Episode 18 [Ending] 🎥

684 82 26
                                    

"Little soldier?"




Rasanya aku tak percaya dengan apa yang kulihat.

Seorang gadis duduk bersandar di pinggir tikar jerami, dibawah bayang-bayang atap rumah, dia memandang kearahku.

Matanya yang biru seolah bertambah cerah disinari cahaya matahari. Surai hitamnya yang bergelombang tampak acak-acakan, tapi tak sedikitpun mengurangi kecantikannya.

Dia tersenyum lembut. Senyuman paling lembut yang pernah aku lihat seumur hidupku.

Jantungku langsung berdegup kencang. Aku agak ragu berjalan kearahnya, merengkuh tubuhnya dengan hati-hati.

"Tärä..." Gumam ku dengan suara serak, menahan tangis.

"Loh, loh. Kau nangis? Kenapa menangis? Apa ada yang menyakitimu?"

Aku hanya bisa menggeleng lemah.

"Don't cry, little soldier. Aku sudah bilang kan, aku lebih suka kau tersenyum."

Tangannya mengelus pundakku dengan senyum yang tetap setia di wajahnya. Aku berusaha menahan air mata yang sempat mengalir.

"Thank you Great Mother..." Hanya itu yang bisa kuucapkan.

Tärä hanya terkekeh, membuat sederet gigi putihnya terlihat. Senyuman khas yang begitu kusukai.

"Aku mimpi buruk." Ucap Tärä, masih tersenyum. "Aku bermimpi sangat buruk. Aku begitu takut, kukira aku akan mati."

Cepat-cepat aku menggeleng, "Kau tak akan mati. Aku tak akan membiarkanmu mati."

"Kematian itu adalah kehendak Eywa. Kau tak bisa melawan kematian."

"Kalau berpisah denganmu adalah jalan yang dipilih Eywa, maka akan ku rusak jalannya." Ucapku dengan egois.

Tärä tertawa, kemudian menepuk-nepuk pundakku. "Kau manis, Neteyam. Kau manis."

Aku ikut tersenyum, memiringkan kepalaku, lalu mendekatkan wajahku ke wajahnya, dan mengecup lembut keningnya.

Tärä hanya membeku. Beberapa detik kemudian baru otaknya memproses apa yang terjadi.

Ketika aku melihatnya, wajahnya sudah bersemu. Badannya gemetaran dan wajahnya merah padam.

Aku terkekeh. Menarik gadis itu dan menyembunyikannya di dalam pelukanku.

"Nga yawne lu oer..." Bisikku pelan. Telinga gadis itu tambah merah.

"Aku disini untukmu, Tärä." Lanjutku

Dia mendongak pelan dan menatap wajahku. Dia mengamati bola mataku, kemudian hidung, dan bibirku.

"Kau akan disini menemaniku?"

"Ya." Jawabku tegas.

"Benar? Janji?"

"Janji." Aku tertawa, mengacak rambutnya.

"Kau tak akan meninggalkanku sampai akhir nafasku?"

"Aku tak akan meninggalkanmu."

"Itu bagus. Aku lega mendengarnya."

Tärä kembali tersenyum, kemudian membalas pelukanku dan memelukku erat-erat.

"Seandainya nanti aku mati, aku harap aku mati di sampingmu."

"Kau tidak akan mati, Tärä." Aku menghiburnya. Kemudian membaringkan tubuhnya diatas karpet jerami sebagai alas tidurnya.

"Neteyam."

"Ya?"

"Sini, sini." Tärä menepuk-nepuk karpet di sebelahnya. Memintaku untuk berbaring di sebelahnya.

TÄRÄ. AVATAR 2: THE WAY OF WATER Where stories live. Discover now