2

186 18 2
                                    

Mobil Johnny berhenti di depan sekolah Lia dan pemuda itu langsung menoleh ke arah spion dalam mobil dimana Lia tengah memperbaiki posisi tali tasnya di bahu. Jennie yang duduk disebelah Johnny seperti biasanya akan abai dengan mereka berdua.


''Nanti tunggu kakak jemput. Jangan pulang sendiri atau bonceng temen. Bahaya. Faham?''



''Gausah diingetin terus kali. Dikira aku demensia, apa...!''



Lia melirik sekilas ke arah Jennie yang sibuk memakai make-upnya dengan tatapan sinis dari spion mobil lalu keluar dari mobil Johnny dan segera berjalan menuju kelasnya. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya seakan menilai penampilan gadis itu. Biasa, penilai dadakan dari mata-mata murid yang sering memandangi anak-anak yang baru tiba. Kebanyakan sih anak kelas 12 yang melakukannya.




Setibanya di kelas, Lia sudah disambut oleh ketiga temannya. Chaeryoung atau yang kerap dipanggil Chae, Ryujin, dan Yeji. Ah, jangan lupakan sepasang mata yang dia sadari sempat meliriknya sekilas. Namun saat mata mereka bertemu, keduanya langsung memalingkan pandangannya ke arah lain.


''Kelar?''


Lia yang batu melepas tasnya lalu segera mengeluarkan buku tugas untuk diberikan pada ketiga sahabatnya. Melihat hal itu, anak-anak lain pun langsung faham dan langsung mengerumuni bangku Lia. Para anak-anak yang belum membuat PR bagaikan serigala kelaparan sekarang.



Lia tak terusik, sudah biasa baginya. Teman-temannya itu juga lebih suka mencontek padanya daripada dengan Karina meskipun gadis itulah juara satu dikelasnya. Kenapa? Karena Lia masih jauh lebih baik hati dan tak pelit dalam hal pelajaran. Entah kenapa anak pintar selalu pelit. Itulah yang mereka fikiran.




Lia melihat ke arah papan tulis yang masih bersih lalu bangkit dan mengambil sebuah spidol di meja guru lalu menulis tanggal terbaru hari itu.


''16 Agustus...''



Lia tersenyum memandang tulisannya di pojok papan putih itu lalu menutup spidolnya dan mengembalikannya ke tempatnya. Lia berbalik dan melihat bangkunya sudah penuh sekarang. Ya, penuh dengan anak-anak yang sedang menyalin tugas. Senang rasanya bisa membantu yang lain. Lia memilih keluar kelas lalu berdiri di koridor kelasnya di lantai 2 itu, menatap ke lapangan sekolah.




Tanpa sengaja matanya tertuju pada seorang pemuda dari kelas 12 yang melambaikan tangan padanya. Lia membalasnya dengan senyuman dan setelah percakapan singkat menggunakan bahasa isyarat, lia mengangguk lalu pemuda itu masuk ke kelasnya.




''Hah... Lucu sekali kisah ini....''




Lia berbalik hendak masuk ke kelasnya namun tatapan mata seseorang yang tengah membuang sampah membuatnya berhenti sekejap.




''Kenapa?''




Jaemin abai dan berlalu masuk kembali kedalam kelas membuat Lia menunduk dan menghela nafas panjang. Lelah. Itulah yang dia rasakan tiap kali mengingat semuanya. Entah sejak kapan semuanya dimulai dan kapan semua akan berakhir. Ah, segera. Semua akan berakhir. Dia berjanji pada dirinya sendiri.




''Merenung bosku?''






Suara itu membuat Lia mengangkat sedikit wajahnya dan melirik pada pemuda yang kini berdiri disebelahnya menatap ke lapangan berlawanan arah dengannya. Pemuda yang semalam mengganggunya hingga dia tidur lewat jam dan terpaksa mendengar suara-suara aneh dari kamar sebelah.




''Kenapa? Ada masalah?'' tanyanya menoleh pada Lia yang dirasanya mengabaikannya kali ini. Tak seperti biasanya yang langsung mengeluh seketika.



''Sungchan...''




''Iya? What's wrong?'' tanya pemuda tinggi itu sambil menyender dengan satu tangannya pada pembatas koridor.





''Kalau gue ilang, gimana?''




Sungchan mengerutkan alisnya sekejap lalu tertawa pelan dan mengusak rambut Lia.



''Lo gak boleh ilang tanpa izin gue...''



''Tapi gue bukan di barisan pertama...''




''Lo kedua... Tapi tangan gue lebih kuat buat megang lo daripada yang lain. So...jangan pernah mikir bisa ilang dari gue...'' jawab Sungchan dengan nada santai tapi jelas sekali bahwa ucapannya patut diseriuskan.



Lia tak berbicara lagi. Dia memilih menarik nafas sekali lagi dan memandangi kedua kakinya yang memakai sepatu putih bersih itu. Sungchan yang menyadari tak ada keluhan lagi pun menoleh pada Lia dan melihat wajah sendu gadis disebelahnya itu. Sungguh, dia benci melihatnya disaat seperti ini.



''Hey... Ada masalah? Coba cerita, jangan dipendem sendiri...'' tanya Sungchan sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Lia dan memberi usapan kecil disana.





''Nothing...gue cuma capek aja... Gosh... Kenapa dunia makin hari makin ngap ya?'' ucapnya tertawa pelan namun jelas terdengar sendu di telinga Sungchan.






''Ayo masuk. Gak baik lo menyendiri gini...''






Lia tanpa menoleh hanya mengangguk lalu masuk kembali ke dalam kelas. Bangkunya masih sama, penuh dengan para pejuang tugas hingga dia memilih duduk di salah satu bangku yang kosong secara acak. Seingatnya itu bangku milik Chenle. Dan pemuda itu sedang asik menyalin tugas sambil sesekali menjahili temannya yang lain.





Lia merasakan seseorang duduk di bangku belakangnya dan dari sudut matanya dia bisa melihat tangan orang itu menjulur kedepannya menandakan orang yang duduk dibelakangnya memilih berbaring di meja.





''Jauhin Sungchan...'' suaranya terdengar berbisik namun masih mampu di dengar oleh Lia.





''You have no right to order me...'' jawab Lia pelan sambil mengambil sebuh pulpen di meja sebelah dan memutarnya di antara jarinya.




''Gue benci ngeliat kalian berdua...''





Lia tak menjawab dan hanya tersenyum miring masih memainkan pulpen sambil menatap kumpulan teman-temannya itu.





''Lo denger gue?''




''Gak...gue budeg!''








Lia bangkit dari duduknya lalu memilih duduk di meja yang kursinya diduduki oleh Sungchan. Pemuda itu menengadah dan tersenyum ke arah Lia sedangkan gadis itu fokus menonton keisengan Chenle. Hiburan, walaupun tak bisa sedikitpun menghilangkan beban pikirannya. Di sela antara meja dan kursi Lia bisa merasakan jari kelingkingnya kembali terkait dan jelas sekali pelakunya pasti Sungchan. Mengait dirinya tapi dengan jari terkecil yang mereka miliki. Menyedihkan. Namun setidaknya Lia merasa seseorang membutuhkannya selain Jaemin tentunya. Pemuda yang kini sudah kembali sibuk memandangi Karina yang sedang berbicara pada temannya meskipun keberadaannya diabaikan.






''Bucin...!''
















.
.
.












Unknown || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang