9

105 18 1
                                    

Johnny merasa terganggu saat tubuhnya sedikit diguncang oleh seseorang yang memanggilnya. Dengan mata masih mengantuk, dia terpaksa mengintip dari celahnya. Saat melihat siapa yang berani menganggu tidurnya, Johnny langsung membuka lebar matanya dan bangkit dari tidurnya.


''Jaemin? Kamu ngapain disini?''


''Lia mana kak?'' tanya Jaemin to the point dengan wajah khawatirnya. Ya, dia sudah menyusuri seisi rumah yang pintunya terbuka itu namun hanya menemukan Johnny sebagai penghuninya. Lia tak dapat dia temukan keberadaannya.


''Lia?''




Johnny mengingat sebentar sambil memperhatikan sekeliling. Matanya melotot saat teringat kejadian semalam. Bukankah harusnya Lia masih ada dengannya? Dia memeluk Lia semalam. Johnny segera turun dari ranjang dan mengecek kamar mandi yang ternyata kosong. Saat dia hendak melangkahkan kaki keluar, suara Jaemin menghentikannya.

''Aku udah cari kesemua tempat, tapi gak ada Lia dirumah ini...''



''Sial!''




Johnny segera berlari ke lantai satu dan melihat di meja makan sudah tersedia sarapan yang sudah dingin menandakan Lia memasaknya sudah agak lama. Dia segera menuju telfon rumah terdekat dan menelfon nomor Lia. Sayangnya suara ponsel gadis itu malah terdengar dari lantai dua, kamarnya Lia.

Kesal, dia meletakkan gagang telpon dengan agak kasar membuat Jaemin ikut tersentak juga.

''Tanyakan pada teman-temanmu, Jaemin. Apa diantara mereka ada yang kenal dengan pria bernama Taeyong itu? Aku yakin Lia pergi dengannya lagi...''














.
.
.













''Hilang lagi?!''







Mark nampaknya ikut frustasi sekaligus kesal juga. Bagaimana Johnny bisa kehilangan Lia lagi padahal sudah dua hari gadis itu selalu hilang. Apa Johnny tidak berniat menjaga Lia? Atau yang Lia katakan itu adalah maksudnya. Johnny sebenarnya tak peduli pada Lia.



''Katakan pada yang lain untuk mencari Lia, Mark!'' titah Johnny dari seberang panggilan.


''Iya kak...''



Mark tak bisa menolak. Johnny adalah ketua geng mereka selama ini dan Mark masih bukan apa-apa disana. Mark segera mengirim pesan pada yang lain untuk meminta mereka mencari keberadaan Lia. Dia tentu khawatir, sangat khawatir. Lagi-lagi Lia hilang yang di duga bersama pria bernama Taeyong itu. Mencari pria itupun bukan hal yang mudah. Di korea ada banyak orang menggunakan nama itu. Dan marganya? Tak ada yang tahu apa marganya yang membuat semuanya lebih sulit lagi.





''Apa aku tak cukup jadi tempatmu bercerita Lia? Sampai-sampai ada orang lain yang berhasil masuk dalam hidupmu dan mencuri seluruh waktumu sekarang. Apa pernyataanku kurang jelas? Kamu memang bukan yang pertama, tapi kamu tetap berharga bagiku...''






Mark mengusak rambutnya kesal lalu berlari menuju motornya dan segera pergi dari rumah guna membantu mencari keberadaan Lia. Kota itu sangat luas, negara itu lebih luas lagi. Lia bisa berada dimana saja sekarang. Tak ada satu ciri pun yang bisa digunakan untuk menemukannya selain wajahnya mengingat Lia hilang tanpa ada yang melihat. Jadi entah pakaian atau kendaraan apa yang Lia gunakan sekarang.




''Lia bukan tipe anak pembangkang seperti ini dulu. Meskipun dia galak dan dingin, tapi dia penurut dan tak banyak ulahnya. Lalu kenapa dia malah menjadi seperti ini? Pasti ada yang salah dan jawabannya hanya ada pada Lia dan kak Johnny...''

















.
.
.
























Lia menatap tangannya yang sejak tadi digenggam oleh pria disebelahnya yang tengah fokus menonton film di bioskop itu. Beberapa kali sebelumnya Lia sempat jahil mencoba melepaskan pegangan itu namun yang ada Taeyong malah terus mengeratkan nya. Bolehkah dia merasa senang kali ini? Merasa kalau akhirnya dia memiliki seseorang yang memang seutuhnya miliknya dan untuk selamanya? Meskipun ini hanya akan berakhir dalam hitungan hari lagi.






''Setidaknya aku memiliki sedikit kenangan mengenai seseorang yang menjadikanku satu-satunya. Walau hanya sekejap...''







''Hey...''





Lia menoleh saat jari Taeyong menarik dagunya supaya terangkat menatapnya. Wajah Taeyong yang penuh tanya dibalas senyuman oleh Lia. Dia menarik nafas dalam sambil mengeratkan genggaman tangannya. Sedikit rasa takut kini merasuki pikirannya. Rasa takut yang dulu diawal pernah dia rasakan dan sudah hilang beberapa minggu lalu.









''Aku takut...'' cicitnya pelan dengan suara bergetar. Sayup terdengar karena suara film yang menggelegar namun Taeyong bisa membaca gerak bibirnya.





Pria itupun menarik Lia dalam dekapan hangat. Memberikan usapan pelan yang membuat Lia terpejam mencari ketenangan.





''Kalau kamu gak bisa, bilang saja...''




''Mereka udah nunggu lama. Ini yang mereka mau...''





''Kamu punya hak atas badanmu sendiri...''




Lia menggeleng pelan dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Taeyong. Lagi-lagi rasa takut itu datang dan malah semakin besar membuatnya terisak pelan. Untung saja bioskop sedang sepi. Tak ada seorangpun disana selain mereka berdua. Aneh, tapi Lia bersyukur juga.





''Apa yang mau kamu lakukan lagi? Hhmmm?''






''Just stay like this. I will miss this moment. And when I meet my dad I can tell him that I already meet someone who treat me like how he does...''






Taeyong tersenyum mendengar suara pelan namun menggemaskan dari Lia. Dieratkannya pelukan pada tubuh yang lebih muda. Dia bisa mencium aroma sweet rose yang menenangkan dari gadis itu. Aroma yang sangat Taeyong sukai sejak bertemu dengan Lia.








If you want to do something, tell me. I will make your dreams come true...''












.
.
.











Unknown || EndWhere stories live. Discover now