82±0,

6.6K 265 25
                                    

Happy Reading...







Di sebuah pesantren di desa terpencil, sedang mengadakan acara memperingati hari santri. Berbagai macam lomba sedang dilaksanakan, dari mulai lomba cerdas cermat, azan, berpidato dan sebagainya.

Hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan perkara yang diberikan perhatian secara khusus oleh syari’at. Hal ini tak lain karena segala yang terkait dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan perkara yang sangat dekat dan rentan dengan madzinnatul fitnah (tempat disangkanya kuat terjadi fitnah).  

Diantara kondisi yang sangat rentan dengan fitnah ialah berkumpulnya laki-laki dan perempuan dalam suatu majelis/kegiatan tanpa ada batas yang memisahkan keduanya atau biasa disebut dengan ikhtilath

Untuk menghindari itu semua, para santri perempuan dan laki laki dipisahkan dengan diberi pembatas kain yang dipasang membatasi, hingga santri dan santriwati bisa mengikuti jalannya acara.

Wajah mereka begitu antusias memeriahkan acara yang memang setiap tahunnya selalu di peringati.

Seorang gadis memakai abaya cream dipadukan dengan hijab hitam sedang bermondar-mandir. Gadis itu kesana-kemari mengurus bagian konsumsi. Mengisi prasmanan yang sudah kosong, mengontrol segala macam konsumsi agar tidak kekurangan.

"Hufthh...cape juga ya lama-lama,"gumamnya sembari mengipasi wajah lelahnya.

"Ava!"seru seorang wanita cantik berusia lebih tua.

"Iya, Umi?"jawab gadis yang di panggil Ava.

"Kamu baru saja pulang, istirahat dulu ke ndalem sana,"suruh Umi saat melihat raut lelah diwajah putri semata wayangnya.

"Aku masih mau liat acaranya Umi, lagian acara ini kan nggak setiap hari ada. Seru tau Umi, liat santri-santri yang lagi lomba,"ucap Ava antusias.

"Ya sudah kalo gitu, Umi mau ke sana,"ucap Umi menuju sekumpulan santriwati yang sedang melaksanakan lomba pidato, dibalas anggukan oleh Ava.

"Kayaknya aku harus cek dapur, liat persediaan,"gumam Ava, kemudian pergi menuju dapur.

Saat sampai di dapur Ava melihat persediaan, seperti nya dibagian konsumsi sudah terkontrol dengan baik.

"Naura,"panggil Ava saat melihat sepupu nya itu.

"Eh, ada Ning Avaley Laiba. Baru pulang sudah ke sana kemari, nggak capek?"tanya Naura bergurau.

"Apa sih Nau, gak usah panggil Ning gitu. Aku gak terbiasa, panggil nama aja,"

"Hushh... nggak boleh gitu, kamu itu anak kyai pesantren Asy-Syifa', otomatis harus di panggil Ning,"jelas Naura.

"Terserah kamu aja lah,"putus Ava.

"Yee... malah ngambek,"ejek Naura.

"Itu tadi aku liat persediaan air mineral kurang, kamu bantu aku bawain ke depan bisa?"tanya Ava meminta bantuan.

"Boleh Ning! tak bawain sini,"ucap Naura mengambil kardus berisi air mineral.

Beberapa menit berlalu, Ava masih berada di dapur ikut membantu menyiapkan makanan. Hingga sebuah bunyi tembakan mengejutkannya.

Dor...

Dor...

'Aaaaaaa....' teriakan santriwati begitu menggema.

Para santri sudah berhamburan pergi menyelamatkan diri, Susana berubah menjadi ricuh. Seluruh panitia kewalahan mengatur, saat ini mereka semua panik.

Saat orang lain bersembunyi menghindari adanya orang asing yang membawa senjata api itu, Ava malah keluar mencari bunyi tembakan tadi.

PSYCOPATH  INSAF (END)Where stories live. Discover now