50,2 6':28

1.9K 137 14
                                    

Happy Reading...

Senyum Gara langsung hilang terganti oleh gigi yang bergelatuk, rahangnya mengeras. Rindunya tak terbakar habis melainkan bara api yang menghampirinya.

Gara melayangkan tatapannya pada abah meminta penjelasan. Abah yang mendapat tatapan menelisik pun langsung mendudukan tubuhnya di sofa, tak menghiraukan.

"Sopankah memberi tatapan begitu?"sinis Abah.

Gara menormarkan kembali tatapannya. "Maaf, tapi abah sangat mengecewakan saya,"ucap Gara dengan tatapan kecewa.

"Saya ingin lihat Ava dan melihat pria yang akan menikahinya,"lanjut Gara hendak menerobos menuju ruang keluarga jika saja Abah tak menghentikan.

"Jangan membuat kekacauan, kamu akan membuat malu diri kamu sendiri."ucap Abah.

Gara pun membalikan kembali tubuhnya dan ikut duduk di sofa. Ia harus bisa menahan emosi jika tidak ia akan mengacaukan rencananya.

Suara ramai itu semakin dekat, mereka yang tadinya berada di ruang keluarga kini sudah berjalan menuju ruang tamu.

"Terimakasih atas jamuan makan malam ini,"ucap Bu Sarah tersenyum.

"Sama-sama, jika ada waktu mampir lagi ya kesini,"ucap Umi.

"Pasti dong,"jawab Bu Sarah antusias.

Pandangan mereka langsung tertuju pada sosok Gara saat sampai di ruang tamu. Mereka terkejut melihat ada seorang berpenampilan bak preman berada di pesantren.

Ava terdiam cukup lama, ia terkejut dengan kepulangan Gara. Karena yang dikatakan oleh Abah harusnya tahun depan Gara pulang. Apa dia sudah selesai menyelesaikan pendidikannya?

"Kalo gitu kita pamit ya, sekali lagi terimakasih atas jamuanya."ucap Bu Sarah sembari cepika-cepiki pada Umi.

Abah pun berdiri mengantar kepulangan mereka hingga halaman depan. Setelah tak melihat mobil yang melaju, Abah, Umi serta Ava kembali masuk.

Gara masih terduduk diam dengan raut wajah yang jauh lebih berbeda dari sebelumnya. Kini raut wajahnya lebih bersahabat, Umi dan Ava kembali ke dapur untuk membersihkan cucian piring, sedangkan abah kembali duduk di sofa.

"Saya hanya bercanda, tadi memang mereka berniat untuk melamar Ava, namun saya tidak menerimanya."jelas Abah.

Gara yang mendengarnya sontak saja menaikan sudut bibirnya. Hatinya merasa lega, ia sudah salah paham dengan Abah.

"Maafkan saya Abah,"ucap Gara.

"Sepertinya kamu harus kembali ke Mesir,"ucap Abah membuat tubuh gara lemas.

"Sepertinya Abah berniat menyiksa saya,"balas Gara.

"Sikap mu masih saja seperti dulu, saya tidak melihat ada perubahan."ucap Abah.

"Saya sudah berubah, dan saya kembali untuk mengambil calon istri saya."ucap Gara.

"Kamu kira putriku itu barang?"tanya Abah tegas.

"Saya mau menikahi putri Abah besok,"ucap Gara dengan penekanan.

"Kamu pikir semudah itu mengurus pernikahan?"ucap Abah.

"Saya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi Abah,"balas Gara.

"Yasudah jika tak bisa menunggu lagi tinggalkan putri saya, toh bukan hanya kamu pria di dunia ini yang bisa menikahi putri saya,"jawab Abah membuat Gara kesal.

"Jika Abah tidak segera menikahkan saya dengan Ava, saya tidak takut membawa putri Abah pergi,"ucap Gara.

"Oke. Minggu depan kalian akan melangsungkan pernikahan. Tidak usah mengancam saya!"putus Abah.

PSYCOPATH  INSAF (END)Where stories live. Discover now