8'361:2=

2K 154 19
                                    

Happy Reading...









"Jika kamu tak sanggup pergilah dari sini jangan mengganggu putriku."putus Abah.

Cukup lama Gara tak bersuara, hingga akhirnya Gara sudah mendapat keputusan.

"Baiklah saya akan melakukan nya,"ucap Gara.

"Tapi, Abah harus berjanji jangan menikahkan Ava dengan siapapun kecuali saya!"lanjut Gara.

"Saya tidak bisa berjanji,"ucap Abah.

"Saya akan melakukan apa pun jika sampai itu terjadi, bahkan menghabisi pria lain yang akan dinikahkan dengan ava."ucap Gara dengan sorot mata yang berbeda.

–o00o–

Sesuai dengan syarat yang Abah berikan, Gara sudah meninggalkan pesantren. Ia tinggal di sebuah rumah minimalis, meninggalkan semua harta dan kekuasaan yang ia miliki. Ia membangun semuanya dari awal, semalaman Gara tak tidur ia sibuk membuat perencanaan dan strategi baru untuk membangun perusahaan.

Pagi ini Gara datang ke pesantren, ia bertemu dengan Abah. Ada suatu hal yang ingin gara bicarakan dengan Abah.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?"tanya Abah.

"Saya tidak punya uang untuk membangun perusahaan dalam waktu dekat, Abah melarang saya untuk menggunakan uang milik saya. Saya membutuhkan uang untuk modal, jika perusahaan sudah berjalan akan saya kembalikan uangnya pada Abah."jelas Gara.

"Baiklah, kamu butuh berapa?"tanya Abah.

"Satu triliun."jawab Gara membuat Abah terdiam.

"Baiklah, nanti malam abah kirimkan."ucap Abah.

"Petugas yang berada di masjid sedang sakit, minggu ini kamu yang akan mengurus pesantren."ucap Abah.

Gara yang bingung harus menjawab apa, ia hanya bisa mengangguk mengiyakan ucapan Abah. Sebenarnya Gara tak yakin bisa melakukan dua tugas secara bersamaan, disisi lain ia harus memikirkan bisnisnya dan disisi lain ia juga di suruh mengurus masjid yang berada di pondok pesantren.

Keesokan harinya Gara sudah berada di masjid, setelah melaksanakan salat Subuh berjamaah Gara ditugaskan untuk membersihkan masjid.

Sebuah sapu kini sudah berada dalam genggaman Gara, ia tengah menyapu halaman masjid.

Banyak sekali orang berlalu lalang, Gara mendapat banyak cibiran dari orang-orang.

"Kenapa ada pria berandal di pesantren ini?"

"Kenapa Pak kyai mengijinkan dia tinggal disini, bagaimana jika dia membuat ulah dan membahayakan orang-orang di pesantren?"mereka terus membicarakan Gara.

Gara yang mendengarnya hanya diam tak menghiraukan. Sebenarnya Gara sangat tak suka jika ada yang menjelekkan dirinya, jika saja bukan di pesantren Gara rasanya sudah tak tahan ingin menyumpal mulut mereka dengan sebuah pisau.

Gara langsung menghunuskan tatapan tajam nya pada segerombolan orang yang sedang mencibirnya. Mendapat tatapan tajam yang menyeramkan mereka pun langsung bubar dan pergi dari sana.

Selesai membersihkan masjid, Gara pergi ke sebuah ruangan yang ada di masjid, tempat yang biasa digunakan oleh pengurus masjid atau biasa disebut marbot.

Gara membuka laptopnya, ia kembali mengerjakan tugas lain yang belum diselesaikan.

Tangan nya dengan lihai berselancar di papan keyboard. Detik berganti menit, menit berganti jam, karena terlalu fokus ia sampai lupa waktu.

PSYCOPATH  INSAF (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang