3. Rapunzel

20.5K 1.4K 10
                                    

Sinar matahari terlihat perlahan lahan mengintip, semakin lama semakin naik hingga terasa hangat menyapa kulit. Rafa merasa perutnya seperti dihantam paku bumi, sungguh sedikitpun ia tak bisa bergerak.

Netranya mulai menerjap melihat kanan dan kiri. Aldi berada pada sisi kanan, tangan besarnya memeluk erat perut Rafa. Sementara dikiri ada Jonathan-Sang Kakak, dengan kaki pada betis sang Ayah seperti guling.

Rafa rasanya ingin menangis, Ia tak dapat bergerak sama sekali. Dengan pelan mengangkat tangan besar itu menyingkir dari perutnya, namun nihil.

Dua kali percobaan sang Ayah tetap tak terusik, dan sekarang Ia benar-benar ingin kekamar mandi untuk buang air kecil.

"Hikss...Daddy...Rafa mau pi-hiks..pis..." Oh, sungguh dia tidak tahan. Dan Ia tak mau mengompol diatas ranjang Ayahnya.

Aldi sayup sayup mendengar isak tangis, begitu tersandar Ia langsung bergerak duduk.

"Hei...ada apa sayang? kenapa menangis?"

"Rafa mau pipis...ta-tapi tangan Daddy berat, Ra-hiks..Rafa tidak bisa pergi." Ucap Rafa masih dengan isakan kecilnya.

"Oh no baby, Daddy is sorry." Dengan cepat Aldi mengangkat tubuh putranya dan membawanya pada kamar mandi di dalam kamarnya.

Suara ketukan tiga kali terdengar dari dalam kamar mandi, Aldi paham bahwa itu ialah kode dari sang Putra bahwa ia telah tuntas.

"Maafkan Daddy ya sayang, sekarang kita cuci muka dan gosok gigi. Daddy akan membawamu berjalan jalan di mansion, sambil menunggu sarapan oke?" Aldi berucap seraya membawa Rafa dalam gendongannya, Ia melihat putra sulungnya—Jonathan yang masih tertidur pulas diatas ranjangnya.

Langkahnya Ia bawa keluar, tak lupa menutup pintu dengan pelan. Takut jika putra sulungnya terusik, Ia tau Jonathan pasti cukup lelah dengan penerbangannya semalam.

Melihat Andrew sudah berdiri pada luar kamarnya Ia lantas berucap, "Ikut aku, dan jangan kunci pintunya. Masih ada Jo sedang tidur." Andrew mengangguk, dengan segera Ia mengikuti Tuannya dan meminta bodyguard lain untuk menggantikan posisinya.

"Daddy, Rafa tidak sekolah?" Rafa begitu bingung, mengapa Ia tidak dipersiapkan untuk berangkat sekolah.

"Hari ini kau tidak usah sekolah dulu, kita baru saja bertemu. Daddy tak ingin jauh darimu sayang" Aldi seraya mengusap kepala sang Putra.

"Nanti Rafa dimarahi Daddy, Rafa nanti tidak naik kelas. Dimas nanti tidak ada teman" ujar Rafa panjang lebar.

Oh Tuhan, Aldi rasanya ingin menggigit pipi putranya. Melihatnya bercerita dengan mulut sedikit maju dan ekspresi lucu itu, ingin rasanya Ia mengunci Rafa dalam ruangan bersamanya, selamanya.

"Sekolah itu milik Papa Bagas, dan Daddy donatur disana. Percayalah semua pemikiranmu itu salah" ujar lembut Aldi.

Aldi terus melangkah menyusuri mansionnya, dari mulai dalam hingga halaman belakang. Jika ditanya lelah, maka Aldi akan menjawab, tidak.

Tidak ada kata lelah untuk buah hatinya, Ia justru sungguh bahagia sekarang. Netra Rafa sedari tadi melotot lebar kala melihat sesuatu asing dan begitu menakjubkan dalam mansion Ayahnya.

Dalam mansion saja Ia sudah cukup kagum apalagi sekarang dibagian belakang terdapat hamparan luas dan tidak jauh beberapa meter sudah ada hutan lebat. Jujur saja pemandangan hutan didepannya begitu menyeramkan, seperti pada film-film horor maupun thriller.

Tapi tak memungkiri hamparan luas rerumputan juga sungguh memanjakan matanya, jika boleh berlebihan mungkin Ia akan menggambarkan ini seperti dunia fantasi atau surga.

"Daddy turun" rengeknya. Sungguh sekarang Rafa ingin sekali merasakan rumput indah dibawahnya, Aldi perlahan membawa tubuhnya lebih rendah mempersilahkan sang Putra turun dari gendongannya.

Jari-jari kaki yang tak menggunakan alas kaki itu perlahan menurun, layaknya Rapunzel yang tak pernah merasakan rumput dari atas menara.

Kakinya ia bawa berlarian, melupakan bahwa kini telapaknya tengah telanjang. Senyumnya merekah bersamaan dengan loncatan-loncatan kecil mengelilingi hamparan.

Jika orang bertanya apakah definisi kebahagiaan bagi Aldi? maka dengan lantang Aldi akan menjawab, bahagianya adalah sekarang.

Melihat putranya begitu senang hanya dengan bergerak bebas rasanya ia sungguh kejam jika akan menganggunya, tapi bagaimapun sekarang adalah waktunya sarapan.

"Rafa, kemari. Ayo kembali saatnya kau mengisi perutmu" Aldi seraya mendekat, kembali membawa sang Putra dalam gendongannya. Melangkah pada pintu kecil diujung mansion, bisa dikatakan itu adalah jalan alternatif yang biasa digunakan para bodyguard atau para maid.

"Daddy!!!!" Rafa tiba tiba berseru.

Aldi terkejut mendengar pekikan putranya netranya mengikuti arah pandang sang anak dalam gendongannya. Sepertinya Aldi paham sesuatu, putranya melihat pagar setinggi satu meter diujung sana.

Dibalik pagar itu terlihat jelas bahwa sekelompok hewan berada disana. "Nanti setelah sarapan ya sayang kita kesana lagi, sekarang saatnya kau makan. Daddy tak mau perutmu kosong."

Mendengar penuturan lembut sang Ayah, Rafa lantas mengangguk dua kali. Senyum keduanya tak luntur memasuki mansion, dan jangan lupakan Andrew yang tetap mengikuti kemana Tuannya melangkah.

-----

Ruang makan yang semula sunyi kini telah berubah, setelah tuntas dalam acara makannya Rafa dengan cepat menagih janjinya pada Aldi.

"Daddy ayo lihat tadi, ayo lihat, ayo lihat!!" pekiknya dengan tubuhnya yang naik turun.

"Maaf Tuan, ada yang harus anda diskusikan terkait masalah kemarin" Andrew yang melihat sang Tuan hendak pergi segera mencegah, pasalnya ada suatu masalah yang menganggu perusahaannya. Dan tentu saja itu pasti ulah musuh dari dunia bawah.

"Maafkan Daddy, bersama Abang ok?" Aldi berujar pelan. Takut putranya akan marah, karena Ia tak menepati janjinya.

"OK! Abang ayo!" Rafa turun dari pangkuan sang Ayah, berjalan cepat mendekati Jonathan dan menarik lengannya.

Jonathan tak paham, Hei dia baru bangun sebelum sarapan. Aldi mengerti raut bingung putra sulungnya.

"Dia tadi melihat hewan itu" Ah, sekarang ia paham siapakah yang adiknya lihat. Dengan segera Jonathan menggendong tubuh kecil Rafa dan berjalan kebelakang mansion.

Pagar setinggi satu meter dengan warna coklat kehitaman, dibalik itu terdapat sekitar 19 kuda berjenis Morgan dan 1 kuda berjenis Cyldesdale. Rafa nampak takjub dengan kuda-kuda gagah dan besar didepannya.

Jonathan membawa masuk langkahnya mendekat pada kuda-kuda yang dibiarkan bebas. Menurunkan sang Adik, bermaksud membiarkan adiknya begerak sesukanya. Oh dan tentu saja Rafa telah mengunakan sepatu khusus untuk memasuki area ini.

Senyumnya berbinar, mendekati kuda didepannya secara acak. Sungguh ia tak pernah melihat kuda sekeren ini sebelumnya, biarlah Ia terlihat norak didepan bodyguard yang berada disini, toh Ia Tuan Muda sekarang. xixixi:)

Sedekatnya ia dengan seekor kuda yang menurutnya paling keren itu, tangannya lantas terangkat membentuk sapaan layaknya orang menyapa. Tapi berbeda dengan ekspetasinya, kuda besar itu malah berseru keras.

Rafa terkejut bukan main, dengan cepat Ia berlari kearah Jonathan dan memeluknya. Menangis sekencang-kencangnya5, jujur saja teriakan kuda tadi membuatnya takut dan semakin terlihat menyeramkan.

"HUWAAAAA ABANGGGGGGG"

-----

TBC

RAFARAEL [END]Where stories live. Discover now