26. Please

3.8K 374 3
                                    

Dalam kekhawatirannya, putra Chandra itu tampak menimang, apa yang harus ia lakukan sekarang. Orang-orang Aldi dan Bagas pasti tengah dalam perjalanan sekarang, tapi rasa dendam akan kematian orang tuanya begitu teringat jelas pada benaknya.

Dirinya hanya punya Ayah dan Ibunya, tapi kenapa dunia seakan membencinya. Kematian yang dikatakan bunuh diri membuatnya tak bisa menerima fakta, menurutnya pasti ada penyebab.

Setelah berhari-hari dirinya mencari, kebenaran yang terjadi begitu menusuk hati. Ayahnya berkhianat, ayahnya akan kalah, ayahnya memiliki seorang putra selain dirinya. Kecewa tentu Ardika rasakan, meski rasa kecewa terganti akan amarah.

Amarah pada penyebab, marah kepada dua manusia pemicu kematian orang tuanya, bahkan marah kepada dunia yang seakan membencinya. Dirinya hanya ingin memiliki kedua orang tuanya, tapi mengapa seakan sulit dan menyakitkan.

Ardika hanya seorang anak yang ingin besar dengan banyak cinta orang tua, tetapi maaf, orang tua yang kau minta cinta hanya bisa memberi luka. Dunia minta maaf padamu, Ardika Pranaja.

"Pisahkan bocah itu, kunci dalam gudang dan satunya lagi tenggelamkan dalam kolam dibelakang." titah Ardika pada kedua pria dibelakangnya.

"Jangan pisahin kita OM!!" Teriak Dimas.

"Kau minta jangan dipisah? Lalu bagaimana denganku yang harus berpisah dengan Ayah dan ibuku HAH?!!" ucap Ardika marah dengan berjalan mendekat dan mennarik surai Dimas.

"Ssshh"

"Jangan jambak Dimas!!" sekarang Rafa yang berteriak setelah melihat Dimas nampak meringis disebelahnya. Genggaman mereka semakin mengerat.

"Kau bilang jangan jambak temanmu? Bagaimana jika kau saja yang kujambak?" kini tangan kiri Ardika menarik surai Rafa hingga kepala anak itu mendongak.

"Ma-mau....om apa ssshhh" tanya Dimas dengan terbata-bata.

"Mau Gue?....kalian mati!"

"Tapi sayangnya kita gak akan mati," balas Dimas remeh, tapi percayalah sebenarnya dirinya begitu takut.

"Benarkah?"

"Bawa mereka, pisahkan. Yang ini kunci dalam gudang-" tunjuk Ardika pada Dimas.

"Dan yang lemah ini tenggelamkan saja pada kolam" lanjut Ardika menunjuk pada Rafa.

"No!!! Jangannn" histeris keduanya.

"Gamau, gamau" Rafa nampak memberontak.

Kedua anak itu tampak bergerak acak dengan genggaman yang dipaksa lepas. Tolong jangan pisahkan keduanya, mereka hanya punya satu sama lain saat ini. Dan tolong kepada siapapun, selamatkan mereka sekarang, mereka masih ingin merasakan kebaikan dunia, mereka belum merindukan surga. Jadi Tuhan tolong selamatkan mereka, tolong Tuhan.

"Dimasss!!! Dimasss!!!!" histeris Rafa dalam seretan pria itu.

"Rafaaaaa-" lirih Dimas, sebelum pukulan pada tengkuknya memakan kesadarannya.

-----

"Bangsat!!" geram Bagas marah.

Mobil hitam yang tengah melaju kencang itu hanya diisi umpatan-umpatan tak sabar dari para penumpang. Andrew pada pengemudi dengan Janurta disampingnya, dan dibelakang terdapat Aldi dan Bagas.

Tak hanya mereka, bahkan 7 mobil mengikuti dibelakang, dengan 2 ambulance sebagai jaga-jaga. Bagas yang pernah pada situasi seperti ini bertindak cepat, meski dirinya terus merapal doa agar putranya tak apa-apa.

"Tambah kecepatan Ndrew." minta Janurta, yang diangguki oleh tangan kanan Aldi itu.

Perjalanan yang panjang itu terasa semakin lama, apalagi kediaman yang dipilih putra sialan Chandra itu tak pada pusat kota. Memang bajingan.

Papa berharap kau baik-baik saja Dimas. Batin Bagas.

Tetap bertahan putra Daddy. Batin Aldi tak lain.

-----

"Eughh" netra itu terbuka perlahan, pandangannya buram dan kepalanya begitu pusing. Sebentar Dimas menormalkan kesadarannya sebelum netra yang semula tenang itu mendadak menegang, bersamaan tubuh yang membeku kaku.

Keringat mulai berlomba-lomba keluar, tubuh itu mulai gemetar ketakutan. Dimas merangkak rintih menuju ujung dinding, menekuk lutut dengan tangan didepan dada, bak seorang melindungi tubuhnya.

Kegelapan

Ruang sempit

Hening

Kilasan rasa sakit masa lalu begitu menghantam memori, semua rada sakit seperti terulang kembali. Tubuh kecilnya meringkuk keras meminta pertolongan, meski tak tau siapa yang akan dengan cepat menolongnya.

"Tolong...Dimas takut...Papa....Mama.....hiks, takutttt"

Tolong jangan bawa Dimas pada pusaran hitam ini kembali, ketakutan yang telah lama disembuhkan kini terjadi lagi, bersama dengan kilasan memori yang terkubur rapi.

Siapapun tolong. Dimas benci ketakutan ini. Kegelapan tolong jangan bawa Dimas, meski tak ayal anak itu lebih memilih dilanda ketidaksadaran dengan tubuh yang tak kuat melawan keberanian.

Berbeda dengan Rafa yang diambang kesadaran, anak itu diseret dengan paksa kearah belakang rumah, oh atau dirinya menyebut neraka.

"Sshhh...sakit" kaki yang berusaha menyeimbangi itu terus saja terjatuh, bahkan luka pada telapaknya meninggalkan jejak darah pada lantai.

"Om!! Lepasin!!!"

"LEPASINNN AEL!!"

"OM JAHAT!!!"

"Cepatlah, kita harus segera pergi dari sini." ucap seorang Pria dibelakang sosok yang menyeret Rafa.

"LEPASINNN AELLL" berontak Rafa.

"Ck! kau berisik sekali. Bugkam mulutnya!" yang diberi perintah itu dengan cepat membekap mulut Rafa dengan latban.

"Mmmmm"

"Jatuhkan dalam kolam dan cepat, helikopter sudah sampai." Pria yang menyuruh itu berucap seraya meninggalkan Rafa dengan Pria yang menyeretnya.

Dengan raut was-was begitu ketara, menimbulkan kekehan ringan dari pria didepannya. Dengan segera tubuh kecil itu terlempar kerasa kedalam kolam.

Tubuh yang tak siap itu membentur lantai dasar kolam, entah lemparan yang begitu dahsyat atau kolamnya yang dangkal. Tapi setelah Rafa berusaha berdiri, ternyata lemparan itu yang begitu dahsyat karena kakinya bahkan tak dapat menapak pada lantai.

Kepanikan tentu saja Ia rasakan, dan jangan lupakan bahwa dirinya tak bisa berenang, apalagi dengan tangan terikat dan kaki yang lecet.

Rafa terus saja berusaha menarik diri diatas air, sebelum rasa pening pada kepalanya mendera. Yang semula ingin berusaha pada permukaan air seketika melemah, berganti dengan rasa sesak pada tubuhnya. Air kolam itu mendominasi tubuh Rafa, Ia merasa tubuhnya mulai melemah.

"Daddy, Rafa sayang Daddy." Entah kata itu tiba-tiba saja terucap pada batin Rafa, sebelum kesadarannya direbut seutuhnya.

Aldi, Bagas, tolong segera. Mahkotamu telah direnggut kesadaran, tolong selamatkan sebelum Yang Kuasa memilih memeluk keduanya.

Semoga selamat sampai tujuan, Rafa dan Dimas.

-----

TBC

RAFARAEL [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt