7. Abimanyu Lee

13.1K 913 1
                                    

Bagas dengan tenang memeriksa seluruh tubuh Rafa, anak itu sudah diberikan obat tidur dan penenang agar tubuhnya tak berujung kejang.

"Rafa terserang demam tinggi hingga step Al" tutur Bagas, seraya membereskan peralatannya. Matanya yang tadi mengantuk, kini terbuka lebar melihat keadaan Rafa setelah datang.

"Bukankah step hanya untuk anak kecil?" Saat kecil Jo juga pernah terkena step, itu kata Arini—Mommynya.

"Step atau kejang juga bisa menyerang diumur dewasa, biasanya meliputi penggunaan alkohol, infeksi otak, epilepsi, dan lain-lain. Tingkat keparahan kejang bisa bervariasi juga, tergantung pada jenis dan gejala yang ditimbulkan.

Apalagi mengingat tubuh Rafa yang belum siap terhadap Alkohol, itu bisa menjadi penyebabnya. Tunggu hingga infusnya habis baru kau bisa melepaskannya." terang Bagas panjang lebar.

Jonathan membaringkan tubuhnya pada sisi kiri sang Adik, memeluk sayang perut Rafa dan ikut terlelap beberapa saat kemudian. Jangan lupakan bahwa sekarang adalah dini hari.

Aldi melihat ketenangan dalam tidur kedua putranya, lantas mendekat. Memberikan kecupan pada masing masing kening anak-anaknya.

Setelah merapalkan ucapan 'cepat sembuh' kepada putra bungsunya, Ia membawa Bagas dan Andrew untuk mengikutinya.


-----

Disinilah mereka sekarang, dalam ruang kerja Aldi. Ruangan dengan nuansa mewah namun menyeramkan. Setelah Toni menyelidiki perihal Kaka Kelas yang mengganggu Rafa, kini semua identitas telah ada pada dirinya.

"Abimanyu Lee, putra dari seorang wanita bernama Ambara Lee. Pelayan disebuah resort. Kepribadiannya memang suka menganggu anak anak dibawah tingkat kelasnya, dan.....Tuan Muda Dimas pernah menjadi kor-"

Mendengar kata Dimas dari mulut Toni, Bagas begitu marah. Mengapa Ia tak tahu perihal ini? biasanya Dimas selalu mengadu apapun kepadanya.

"Apa yang dia lakukan pada Dimas?" tanya Bagas.

"Memalak uang Tuan Muda Dimas, Tuan"

"Bajingan kecil itu berani sekali, dasar miskin."

"Diamlah dulu Gas" ucap datar Aldi.

"Ada yang mengejutkan Tuan." itu bukan Toni lagi, melainkan Andrew sekarang. Aldi nampak penasaran, apa yang menarik dari bocah ingusan itu.

"Dengan ayah bernama Chandra Pranaja-" Bagas dan Aldi melotot tak percaya.

"Ya Tuan, Calon Dewan negara pada tahun ini" terang Andrew.

"Bravo" Aldi lantas berseru senang, ini adalah mainan yang seru baginya.

"Sebentar, bukankah anaknya hanya Ardika Pranaja? dan tak ada marganya dalam nama bocah ingusan itu." tanya Bagas penasaran.

"Anak itu mengikuti marga ibunya, karena hubungan gelap dari Tuan Chandra dan pelayan resort itu Tuan." terang Andrew.

"WAWWW BRAVO," kini Bagas yang berseru seraya bertepuk tangan.

"Ini akan sangat menyenangkan Al, ternyata si Chandra itu memang kantong hormonnya tak bisa ditahan. Hebat sekali dia menyembunyikan anaknya dari publik" lanjut Bagas.

"Dan dia termasuk dalam jajaran musuh kita Tuan, perihal kekacauan kemarin."

Memang benar, Andrew mengatakan kapalnya kemarin mendapat masalah. Disaat pemberhentiannya pada pelabuhan, suruhan si Chandra itu mengacaukannya.

Sehingga Ia harus putar otak, mengingat barang dalam kapal itu berupa persenjataan ilegal.

"Sebenarnya aku ingin membuatnya lumpuh saja, tapi mengingat putraku hingga sakit seperti tadi membuatku berubah pikiran." terang Aldi.

"Dia juga menganggu Dimas, jadi harus lebih menyenangkan Al." kini Bagas berucap.

"Kita bunuh dan beri pergelangan indahnya pada Chandra, bukankah itu sungguh seru?" lanjut Bagas menggebu-gebu.

Aldi nampak setuju dengan ide Bagas, kematian dalam tangannya bukan lagi suatu hal mustahil. Dan bukankah menyenangkan melihat si Tua Chandra itu menangis menjerit. Hahahaha.

"Lakukan Ndrew" titah Aldi.

-----

Semalaman, ya semalaman Aldi tak mengantuk sama sekali. Terus menerus memijit pelipisnya, beberapa hari ini banyak sekali yang mengganggu pikirannya.

Memang Ia sebagai manusia tak bisa meminta untuk dilarikan dari masalah, tapi jika bisa meminta, Aldi ingin agar masalah tak pernah datang pada kedua Putranya.

Ia rela semua rasa sakit yang ada pada putranya diberikan bebas kepadanya, biarkan putranya tidur nyenyak. Apalagi mengingat tubuh gemetar hebat Rafa dini hari tadi, rasanya ingin menangis saja dirinya tak mampu.

Yang Ia bisa adalah secepat mungkin memberikan pertolongan pertama. Jika sakit bisa diberikan cuma-cuma, maka semua sakit Jonathan dan Rafa dengan siap akan Aldi gantikan.

Banyak orang bilang, hidup tanpa anak bisa membuatmu bebas tanpa beban. Tapi tidak bagi Aldi dan Arini, hidup tanpa anak membuatnya sakit.

Sakit itu yang dirasakan Arini, setelah sadar di rumah sakit kala itu dan mendengar bahwa putra bungsunya tak dapat ditemukan. Arini marah, Arini menangis, bahkan Arini membenci dirinya.

Dirinya yang merasa tak becus, dirinya yang merasa gagal, dan dirinya yang begitu buruk sebagai seorang Ibu. Pesakitan itu membuatnya semakin sakit, hingga dirinya sendiri tak mampu untuk sekedar menguat.

Tapi Tuhan baik, Tuhan tak mau membuat Arini semakin dirasa sakit. Maka Tuhan ambil Arini, Tuhan berikan kesembuhan bagi Arini.

Sehat dalam pesakitnya, dan keindahan surga sebagai kesembuhannya.

Tok tok tok

Suara ketukan kecil dari pintu itu terdengar, bersamaan dengan suara lirih dari seorang anak.

"Daddy....Daddy....Om Andrew bilang, Daddy ada didalam."

Itu suara anaknya, Rafa Putra bungsunya.

Rasa jerat pada Aldi kini berganti dengan senyum yang merekah. Suara Rafa yang terdengar jelas dan lirih itu membuyarkan segala sedihnya.

Kakinya berjalan kearah pintu, membuka perlahan dan melihat buntalan kecil dengan selimut bermotif naga itu didepan ruangannya.

Aldi sedikit menunduk mengingat tinggi Rafa hanya sebatas bawah dadanya. Mata sayu sang Putra begitu menggemaskan, apalagi dengan rambutnya yang sedikit berantakan. Oh, pemandangan itu sungguh tak ikhlas jika yang melihat bukan dirinya.

"Hai sayang...feeling better hm?" tanya Aldi seraya membawa tubuh Rafa dalam gendongannya dan melangkah ke arah kamar miliknya.

Rafa mengangguk sebagai jawaban, kepalanya ia bawa bersandar pada dada sang Ayah. Memang tubuhnya sudah cukup nyaman dan tak pusing, tapi efek obat membuatnya lemas.

"Tapi lemas sedikit Daddy..." cicit Rafa.

"it's okay sayang, ini masih pagi sekali. Kau mau tidur lagi?" tawar Aldi.

Rafa bosan tidur, tubuhnya malah lelah berbaring. "No, Daddy."

"Baiklah kita jalan jalan pagi ya?" Rafa mengangguk cepat. Itu lebih baik daripada hanya tidur dikamar saja.

Cup

Aldi membelalak, barusan putranya menciumnya lebih dulu? Oh ini sungguh menyenangkan. Sebelumnya Rafa tak pernah berani, tapi sekarang? Ia harus memamerkan pada putra sulungnya. Hahaha.

-----

Disclaimer:
*Untuk tokoh 'Dewan' diatas, ini semua fiksi ya, jangan ambil serius dan dibawa nyata. Karena aku ambil hanya untuk kebutuhan cerita, bijak ya teman teman.

TBC

RAFARAEL [END]Where stories live. Discover now