Bagian 4 : Part 1

61 9 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Malam kedua sudah datang, seperti sebelumnya mansion tetap paling bersinar di malam gelap di tengah labirin. Dari luar tampak baik-baik saja, tapi di dalam semuanya berubah seratus delapan puluh derajat. Senyuman seluruh orang sudah menghilang, kengerian, ketakutan dan kebingungan dengan apa yang tengah terjadi seperti menggerogoti jiwa mereka secara perlahan.

Ruang makan luas dengan meja panjang kini hanya di isi oleh para laki-laki kecuali Adit yang terluka. Mereka di liputi oleh keheningan juga lamunan kosong. Sebelumnya para laki-laki setuju untuk rapat saat makan malam, topiknya adalah membicarakan apa yang harus mereka lakukan untuk hal yang telah terjadi. Dihadapan Rizam terkumpul begitu banyak ponsel di sebuah keranjang. Dia menatap semua benda pipih itu dengan kebuntuan.

"Jadi, siapa yang mau mulai telfon duluan?" Tanyanya pada yang lain. Tentu dengan nada lemasnya.

Semuanya terdiam, dari wajah yang mereka tunjukan, alasannya bermacam-macam tapi yang jelas mereka tidak ingin mengambil resiko mendapatkan luka bakar di wajah. Respon itu membuat Rizam semakin terpuruk, akalnya jadi cukup nekat. "Ok, aku yang akan memanggil bantuan,"

Belum sempat mengambil salah satu ponsel di keranjang. Dia di tahan oleh Juhen dan Vicky, memaksanya untuk kembali duduk. "Aku rasa kita harus cari cara lain," ucap Juhen.

"Apa? Cara apa?" Tanya Rizam. Nadanya agak naik, mungkin dia sudah mulai kesal dengan semua ini. "Hanya ini satu-satunya cara! Mau tidak mau kita harus mencoba,"

"Aku tahu kamu dengar soal ucapan Liana tentang ponsel-ponsel itu. Kita tidak sebodoh itu, Zam. Tidak ada yang mau mengambil resiko di sini. Tidak ada yang mau menambah korban setelah semua itu." Vicky bersuara. "Aku dan Iyan juga sudah bicara mengenai ponsel-ponsel itu. Kita menduga mereka sudah terkena sebuah virus,"

"Apa? Virus?" Seru Tajri di sebrang.

Iyan kemudian menjawab. "Ini hanya asumsiku saja. Aku pernah mendengar tentang kejadian ini dulu dan aku punya kenalan yang cukup ahli. Dia menjelaskan bahwa virus atau juga malware bisa menjadi penyebab semua ini," jelasnya. "Namun, itu bukan berita terburuknya. Virus ini bisa masuk kedalam ponsel kita karena ada pelaku yang melakukannya. Dan yang aku takutkan pelakunya adalah orang yang sama yang membunuh Tina,"

"Jadi, kamu sekarang mengatakan bahwa benar-benar ada pembunuh di mansison ini?" Seru Nando.

Iyan menghela napas. "Sulit untuk mengatakan ini, tapi iya. Aku yakin ada seseorang di balik semua ini,"

Mereka kembali dibuat rapuh. Seluruhnya dilanda kebingungan. Sejak awal atau mungkin sejak Pani berkoar mengenai pembunuh di mansion, mereka sama-sama memiliki kecurigaan yang sama. Namun, semua menolak tuduhan itu dan terus berpikir positif. Tapi setelah mendengar pernyataan ini, ada rasa kecewa dan penyesalan yang terlambat muncul.

Ketika itu, Denis memecah keheningan di antara mereka dengan keinginannya itu. Melontarkan kalimatnya dengan yakin. "Aku akan menerobos labirin,"

Mendengar itu, Rizam merespon dengan sikap yang cukup kesal. Dia tertawa getir, masih kesal dengan candaannya kemarin malam. "Sepertinya kamu belum dengar bahwa aku dan Juhen sudah memeriksa labirin itu sebelumnya. Terlalu beresiko untuk menerobosnya,"

REUNI (TAMAT)Where stories live. Discover now