4) Percaya Diri

15.5K 755 59
                                    

Seseorang datang mengetuk pintu apartemen Rewinda. Laki-laki yang akhir-akhir ini membuat Rewinda banyak mengeluarkan air mata.

Rewinda melihat raut Jaya biasa-biasa saja. Tidak seperti Rewinda yang matanya sembab.

"Cuma mau balikin ini," ucap Jaya memberikan sebuah kotak besar. Pemberian Rewinda.

"Buang aja padahal," ujar Rewinda hidungnya masih memerah.

"Sayang kalau dibuang," balas Jaya menaruh kembali kotak tersebut.

"Sayang? Terus kenapa lo buang gue?" ungkap Rewinda semakin emosi.

Jaya tidak mau berlama-lama dengan mantannya. Ia menjelaskan, "Tadi tentang barang beda lagi kalau tentang kamu. Aku enggak ada niatan buat buang kamu. Ini demi kebaikan kita."

"Setelah putus dari gue lo keliatan bahagia ya?"

"Iya. Aku lebih bahagia bersama Allah."

"Lo jahat, Jay!"

"Aku lebih jahat kalau kita terusin hubungan ini, Da. Aku enggak mau jadi penyebab kamu masuk neraka."

***

Hari itu adalah hari yang cerah, langit biru membentang luas di atas kepala. Dua keluarga, yang tak lama lagi akan menjadi satu, berkumpul di rumah keluarga calon pengantin perempuan. Suasana hati semua orang tampak ceria dan penuh harapan, mencerminkan cuaca yang indah di luar sana.

Ruang tamu dipenuhi dengan gelak tawa dan percakapan hangat. Ada aroma kopi dan kue yang baru saja dipanggang mengambang di udara, menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.

"Sekarang kita tentuin hari pernikahannya ya?" ucap Tata sangat antusias.

Para orangtua melirik anak mereka. Kemudian Rara berujar, "Calon pengantin maunya nikah hari apa?"

"Besok aja Bun, Umi, Abi." Tanggapan Alzena secara sukarela.

Rara tersenyum dengan jawaban Alzena. "Cepet banget, enggak masalah emang?"

"Enggak, Umi. Aku setuju," jawab Azizan sungguh-sungguh.

"MasyaAllah. Soal dekorasi gimana kalau terlalu cepat gini belum lagi yang lain?" Yadi bertanya.

"Aku maunya yang sederhana aja, enggak mau mewah. Yang penting Allah ridha," tutur Alzena dengan senyuman yang terbit.

"Tapi, Nak. Pernikahan itu sekali seumur hidup. Kamu beneran enggak apa-apa?" ujar Rara.

Gadis itu menggeleng. "Tenang aja, Bun. Ini keinginan sendiri."

***

Menjadi anak tunggal bukan hal yang mudah bagi Alzena. Ia selalu merasakan kesepian. Apa lagi semasa kecil kedua orangtuanya bercerai. Tapi ada hal yang Alzena syukuri Alzena punya Allah.

"Lo masih ingat enggak kak waktu Bunda ngatain gue kaya orang sakit pakai kaos kaki mulu?" tanya Alzena pada Fira.

"Ingat. Pasti lo sulit ya awal-awal hijrah itu padahal pakai kaos kaki kewajiban muslimah soalnya kaki juga aurat," jawab Fira mengangguk mengerti.

KEPASTIAN DENGAN GUSWhere stories live. Discover now