38) Dimuliakan Allah

1.2K 68 1
                                    

Sehari setelahnya, Alzena merasakan nyeri pada lengannya. Tetapi ia tetap mengerjakan tugas rumah tangga.

"Kamu kenapa selalu bantuin aku kerjain pekerjaan rumah?" tanya Alzena sambil meringis sedikit kesakitan sebenarnya Alzena mengerti kalau Azizan tidak mau dirinya terlalu lelah. Apa lagi saat ini lengannya masih terasa nyeri.

"Kamu itu udah dimuliakan Allah, cuci piring, nyuci baju, masak, itu seharusnya aku doang yang kerjain kamu juga pasti udah tau soal itu,'kan?" balas Azizan dengan senyuman indahnya.

"Ya, aku tau," timpal Alzena membalas senyuman Azizan.

Karena mereka sedang sibuk-sibuknya dengan urusan masing-masing Azizan bertanya,"Jadi kita cari pembantu aja ya? Ada rezeki lebih ini. Sekarang juga kamu enggak usah beres-beres rumah buat beberapa hari ke depan tangan kamu masih sakit. Sampai kita punya pembantu biar aku aja yang beresin."

"Maaf ya, ngerepotin terus," balas Alzena merasa sungkan.

Tampaknya Azizan tidak mau dibantah. "Aku suka kalau kamu minta tolong sama aku. Jadi, untuk kali ini jangan keras kepala oke, Bidadarinya Azizan?"

"Oke, aku juga mau ngerjain keperluan lain setelah pulih," kata Alzena pipinya bersemu kemerahan.

Azizan bersyukur akan hal itu karena Alzena menyetujuinya. "Terus kamu tau ga?"

"Apa?"

"Kalau yang menyusui juga bukan kewajiban seorang ibu pada anak pada zaman nabi ada orang yang dibayar sama suaminya buat menyusui anaknya soalnya ibu susu nabi Muhammad ﷺ aja yang pertama adalah Suwaibah Al Aslamiyah."

Di tengah suasana malam yang tenang, seiring bulan purnama yang menggantung di langit, sebuah panggung besar berdiri megah dengan penonton yang memadati area tersebut. Di atas panggung tersebut, Azizan berkarisma memandu jalannya ceramah yang begitu menggugah hati para hadirin. Seribu pasang mata tak henti-hentinya memandang tajam ke arah Azizan yang begitu piawai menyampaikan pesannya.

Azizan membahas berbagai fenomena sosial yang melanda masyarakat dewasa ini, terutama tentang pentingnya menutup aurat dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencoba memberikan pemahaman yang mendalam serta imbuhannya dengan kisah yang inspiratif. Seiring berjalannya waktu, lampu sorot yang menyinari wajah Azizan ternyata tak cukup mendinginkan semangat yang berkobar. Semakin lama ia berceramah, semakin terasa lautan emosi yang mengalir dari setiap kata yang terucap.

Kepada hadirin yang terpaku oleh setiap pembahasan yang ia lontarkan, Azizan menyampaikan kalimat yang begitu mengena. Tangannya berkobar mengait-ngait udara seraya menyuarakan kata-kata yang kini akan menjadi ingatan abadi para hadirin. "Mau kalah sama kunti? Kunti aja pakai gamis," ucap Azizan dengan tegas. Pesan yang begitu sederhana, namun cukup menohok hati para penonton.

Sebelum pesan tersebut lenyap, hadirin terlebih dahulu dihinggapi rasa kagum dan takjub atas keberanian Azizan mengungkit hal yang mungkin terasa tabu bagi sebagian orang. Tawa serta sorak rasa setuju pun meledak nyaring mengisi seluruh sudut tempat itu, dan perlahan mulai tercetus diskusi antara para hadirin yang ingin mengeksplorasi lebih dalam pesan dan makna di balik ungkapan tersebut.

****

"Aku itu pernah kehilangan uang tau waktu kecil," ucap Hikam memulai dialognya.

"Sama kalau itu," balas Fira mengadu nasib.

"Tapi tau enggak anehnya aku nangis-nangis padahal uangnya itu cuman 500 perak?" timpalnya keheranan sendiri.

"Ada-ada aja. Terus gimana dong?"

"Aku pulang sekolah langsung sholat abis itu berdoa sama Allah."

"Doanya apa?"

KEPASTIAN DENGAN GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang