43) Penentu Kebahagiaan

1.2K 65 3
                                    

Alzena membuka ponselnya. Menuju ke aplikasi pesan.

"Teh, peretas itu meninggal."

Pesan itu dari Sarah. Dia mengirimkan pesan balasan pada Sarah, meminta informasi lebih lanjut. Ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan tak sabar untuk mengetahui kebenaran di balik kematian peretas tersebut.

Alzena merasa sedikit takut, tetapi penasaran dengan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Dia tak bisa menghindari perasaan yang kuat bahwa seluruh kehidupannya akan digerakkan dengan berita ini. Dia menunggu dengan sabar untuk jawaban dari Sarah, sambil berharap semuanya akan segera terungkap.

Dia merasa waktu berjalan sangat lambat. Alzena menekan teleponnya dan menunggu jawaban Sarah, tapi tidak diangkat. Alzena segera membuka pesan itu. Perempuan itu merasa dirinya berada di tengah-tengah novel kriminal yang rumit. Dia takut, tapi juga penasaran. Alzena ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia mulai mencari informasi di internet tentang peretas tersebut. Dia merasa perlu mengetahui kebenaran.

Bodohnya Alzena eh astaghfirullah nama peretasnya aja enggak tau siapa.

***

Setelah melayat, untuk menenangkan hatinya Alzena memilih ikut bersama Azizan pergi ke kajian bersama. Azizan mengenakan baju koko berwarna krem dengan celana bahan berwarna navy, ia sangat rupawan. Sementara Alzena tampil dengan gamis krem, handsock krem dan jilbab berwarna pink yang mempertegas kecantikan wajahnya.

Mereka tiba di tempat acara yang dihiasi dengan indah, dengan lampu-lampu berkilauan dan ornamen-ornamen yang megah. Pasangan suami istri ini berjalan berdampingan dengan senyum bahagia di wajah mereka, menunjukkan kebersamaan dan kehangatan yang terpancar dari hubungan mereka.

Azizan menggenggam tangan Alzena. "Kamu selalu cantik masyaAllah, Sayang."

Alzena tersipu malu. "Makasih. Kamu juga ganteng banget."

Mereka berdua masuk ke dalam ruangan. Kemudian berpisah, karena diberi batasan antara laki-laki dan perempuan di ruangan yang megah itu tepatnya di sebuah hotel yang sudah di penuhi banyak orang padahal acara belum dimulai.

***

Hikam dan Fira duduk berdampingan di teras belakang rumah mereka, menikmati senja yang indah. Mereka baru saja menyelesaikan pertengkaran mereka yang berlarut-larut, dan sekarang, suasana di antara mereka terasa lebih tenang dan damai.

Hikam meraih tangan Fira, memandanginya dengan penuh cinta. "Maafin aku, Beb," katanya dengan lembut. "Aku tahu aku udah buat kamu kesel dan sedih. Aku janji mau berusaha lebih baik."

Fira tersenyum, menatap Hikam dengan mata yang berbinar. "Aku juga minta maaf, Hikam," jawabnya. "Kita berdua buat kesalahan. Yang penting kita belajar dari kesalahan tersebut dan berusaha untuk enggak ngulangin lagi."

Mereka berdua berjanji untuk lebih memahami satu sama lain dan berusaha untuk lebih sabar. Mereka berpelukan, merasakan kehangatan dan kasih sayang yang telah lama mereka rindukan. Mereka berdua tahu bahwa mereka masih memiliki jalan panjang untuk ditempuh, tetapi mereka yakin bahwa selama mereka bersama, mereka bisa menghadapi apapun.

"Soal anak itu kita serahin ke Allah ya, ada dan enggak adanya anak bukan penentu kebahagiaan. Punya anak belum tentu bahagia enggak punya anak juga belum tentu bahagia. Tapi, yang buat hati kita benar-benar bahagia itu ketika dekat pada Allah," tutur Hikam sebelum mengusap kepala istrinya.

KEPASTIAN DENGAN GUSWhere stories live. Discover now