Prolog

1.7K 89 28
                                    

Joko namaku. Dan ini adalah kisahku.

Aku dilahirkan dari sebuah keluarga yang 'unik'. Bapakku mantan pejuang kemerdekaan yang memilih untuk hidup dan tinggal menyendiri di tengah 'hutan'. Sementara ibuku, hanyalah seorang perempuan desa biasa yang memiliki keteguhan sikap yang sangat luar biasa.

Aku sendiri tak begitu mengenal siapa Bapakku. Beliau menceraikan ibuku saat usiaku masih kurang dari tiga tahun, dengan alasan yang sampai saat ini belum bisa kumengerti. Ibuku tak pernah menceritakannya. Beliau hanya bilang, semua yang bapak lakukan itu adalah demi kebaikan kami semua.

Aku tak begitu percaya sebenarnya. Seorang suami yang menceraikan istrinya tanpa alasan yang jelas, seorang ayah yang tega meninggalkan anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayangnya, dimana letak kebaikannya?

Namun sebagai anak yang baik, aku hanya bisa mengiyakan semua yang dikisahkan oleh ibuku itu. Beliau bilang bahwa bapak adalah sosok laki laki paling baik di dunia ini. Dan aku hanya bisa menelan mentah mentah kata kata itu. Pun saat kami (aku dan ibu) mulai bisa bangkit dan memperbaiki hidup kami di kota, sosok bapak yang baik ini tak pernah bisa hilang dari kehidupan kami.

Berkat kerja keras ibuku, aku bisa sekolah. Berkat kerja keras ibuku, aku bisa merintis usaha. Berkat kerja keras ibuku juga, aku akhirnya bisa sukses menjadi seorang pengusaha kecil yang cukup punya nama di kota ini. Semua berkat ibuku, tanpa sedikitpun ada campur tangan dari bapak. Namun ibu selalu bilang, bahwa ini semua berkat bapak. Entahlah! Aku sendiri bingung dengan cara berpikir ibuku ini.

Menjelang usia tuanya, aku berusaha untuk sebisa mungkin membahagiakan wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku itu. Apapun yang beliau inginkan, (meskipun beliau nyaris tak pernah menginginkan apapun dariku) sebisa mungkin aku penuhi. Hanya ada dua hal yang pernah ibu minta dariku secara terang terangan. Dua hal, yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap kehidupanku di masa yang akan datang.

Hal pertama yang ibu minta padaku adalah, agar aku bersedia menikahi seorang perempuan gelandangan yang tanpa sengaja beliau temukan di jalanan. Suatu permintaan yang aneh. Meski begitu, karena rasa bakti dan hormatku kepada ibu, kululuskan juga permintaan itu.

Awalnya memang sedikit enggan, mengingat selain aku sama sekali tak mengenal perempuan itu, kondisi si perempuan saat pertama kali ibu bawa ke hadapanku juga sangatlah mengenaskan. Namun setelah beberapa hari tinggal bersama kami, barulah aku sadar, bahwa ibu tak salah memilih. Perempuan bernama Romlah itu mulai menunjukkan pesonanya.  Pesona, yang sanggup membuatku benar benar jatuh cinta kepada perempuan itu.

Permintaan ibuku yang kedua, dengan sangat menyesal aku belum bisa mengabulkannya, sampai beliau menutup mata untuk selamanya. Namun permintaan itu masih kuanggap berlaku sampai sekarang, karena sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, pesan ibu cuma satu. Jemput dan rawat bapakmu Nak, seperti engkau telah merawat ibu selama ini.

Sebuah permintaan yang sederhana sebenarnya. Namun menjadi sulit karena sifat bapakku yang sangat keras kepala. Sifat, yang sepertinya diturunkan kepadaku. Berulang kali aku datang dan membujuk laki laki tua yang tinggal menyendiri di pondok tua di tengah ladang itu. Namun jawaban beliau selalu sama. Tidak!

Bahkan saat ibuku yang notabene adalah mantan istrinya itu meninggal, ia tetap bilang tidak saat aku menjemputnya, meski akhirnya aku mengetahui bahwa secara diam diam laki laki itu kudapati sering mengunjungi makam ibu.

Dan kini, situasi dan kondisi menjadi terbalik. Jika sebelumnya aku yang selalu datang membujuk bapak untuk ikut tinggal bersama kami di kota, kini kamilah yang akhirnya justru dibujuk dan dipaksa oleh keadaan untuk pindah dan tinggal menetap di desa.

Usahaku bangkrut. Benar benar bangkrut total. Dunia bisnis terkadang memang kejam. Saling menjegal dan menjatuhkan sudah biasa dilakukan demi mencari aman. Dan aku terpilih untuk dijadikan korban yang dijatuhkan oleh rival bisnisku.

Semua aset yang aku miliki satu persatu melayang. Termasuk rumah tempat kami selama ini berlindung dari teriknya matahari dan dinginnya hujan. Hanya tinggal sebuah mobil jeep tua yang sudah nyaris menjadi barang rongsokan yang tersisa, yang luput dari incaran para penagih hutang.

Aku terpuruk, jatuh ke lembah kelam yang paling dalam. Beruntung masih ada bidadari penolong yang masih tetap setia menemaniku di tengah kondisi yang begitu sulit itu. Ibu memang tak pernah salah. Pun saat memilihkan jodoh untukku. Terbukti, Romlah menjadi satu satunya orang yang masih setia mendampingiku, disaat semua orang memilih pergi meninggalkanku.

Karena dorongan semangat dari perempuan yang mewarisi sifat ibuku itulah akhirnya aku memutuskan untuk hengkang dari kota ini, mencari kehidupan baru di desa tempat bapak tinggal. Paling tidak, masih ada sepetak dua petak sawah serta ladang peninggalan bapak, yang bisa kugarap demi untuk menyambung hidup.

Dengan jeep tua satu satunya harta kami yang tersisa, berangkatlah kami meninggalkan kota penuh kenangan ini, menempuh perjalanan panjang nan melelahkan menuju ke sebuah desa bernama Kedhung Jati. Pondok kayu peninggalan bapak yang berada di tengah tengah ladang jagung di area Tegal Salahan, menjadi tempat berlabuh kami, untuk memulai hidup yang baru.

Dan disinilah, di pondok kayu di tengah ladang ini, kisah baru akan kami mulai. Sebuah kisah, yang mungkin tak akan pernah bisa kulupakan seumur hidupku.

Seperti apa kisahnya? Mari kita simak bersama sama.

Bersambung

Short Story Kedhung Jati 4 : Pondok Kayu Di Tengah LadangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang