Bab VII : Mbak Halimah

767 68 7
                                    

"Hiiiiii ...! Hiiiiiiii ...! Hiiiiiii ...!"

Eh, suara apa lagi ini? Seperti ..., Romlah?! Ah! Bukan! Ini memang suara tangis seorang perempuan. Tapi jelas bukan suara Romlah, dan asalnya juga bukan dari dalam pondok, melainkan dari ..., sebelahku!

Sial! Apa lagi ini? Kuusap tengkukku yang kembali merinding, sambil menajamkan indera pendengaranku. Benar! Suara tangisan itu terdengar nyata, berasal dari sebelah kananku, tepatnya dari arah belakang pondok.

Rasa takut kembali melandaku. Namun, rasa penasaranku mengalahkan rasa takut itu. Pelan pelan aku lalu beringsut, berusaha mengintip ke arah belakang pondok. Di saat yang bersamaan, tanpa kuduga dari sudut area belakang pondok juga muncul sosok lain yang merangkak menuju ke arahku sambil mengeluarkan suara tangisan yang begitu menyayat hati. Sosok perempuan berdaster putih panjang dengan rambut acak acakan hingga sebagian menutupi wajahnya.

"Sssiii...apa ka...mu?" Dengan suara gemetar aku mencoba menyapa sosok itu.

"Joookkkk...! Tolong aku Joookkk...!" Sosok perempuan itu merintih, begitu menyadari kehadiranku.

"Lho?! Mbak Halimah?!" Aku yang sangat mengenali suara itu adalah suara Mbak Halimah istri Mas Bambang, tentu saja dibuat terkejut karenanya.

"Astaghfirullaahhh...! Sampeyan kenapa Mbak? Dan ngapain malam malam begini berada disini?!" Panik, aku mendekat dan mencoba membantu perempuan yang kondisinya sangat memprihatinkan itu untuk berdiri. Ia yang terlihat sangat ketakutan, lalu merangkul dan memelukku erat erat sambil terus menangis dan merintih. Bisa kurasakan dengan Jelas, tubuh Mbak Halimah yang gemetar hebat.

"Aku takut Jok! Takut! Tolong aku Jok!" Mbak Halimah merintih disela isak tangisnya, sambil membenamkan wajahnya kedalam pelukanku.

"Tenang Mbak! Sudah! Ndak papa! Ada saya disini! Memangnya Mbak Halimah takut apa to? Dan kenapa malam malam bisa keluyuran sampai disini?" Ujarku mencoba menenangkan perempuan yang histeris itu.

"Bang! Ngapain disitu?" Sebuah suara terdengar mengejutkanku, disusul dengan sorot lampu senter yang menerangiku dari arah belakang. Suara Romlah!

"Lho, Bang?! Itu kan ...? Astagfirullah! Apa yang kalian ..., tega kamu Bang!" Nada suara Romlah meninggi. Tubuhnya terpaku sesaat dengan mata melebar ke arahku yang tengah menoleh ke arahnya, lalu tanpa basa basi lagi ia segera berbalik, melangkah cepat masuk kembali kedalam pondok dan membanting pintu dengan sangat kerasnya. Aku yang belum sadar sepenuhnya dengan apa yang terjadi, hanya terbengong untuk sepersekian detik lamanya. Sebelum akhirnya ....

"Bodohnya aku!" Aku merutuk dalam hati, saat sadar bahwa saat itu aku tengah dipeluk oleh Mbak Halimah ditengah gelapnya kebun di tengah malam buta. Dan dengan jelas Romlah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.

"Romlah! Tunggu! Aku bisa ...."

"Jookkk ...! Khikhikhikhi ...!!!" Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Mbak Halimah kembali merintih, lalu tertawa mengikik sambil mempererat pelukannya pada tubuhku.

"Sial! Cukup Mbak! Lepaskan!" Aku menyentak, sambil berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Kudorong tubuh perempuan itu dengan sedikit kasar, hingga ia terjajar beberapa langkah kebelakang.

Aku lalu bergegas mengejar Romlah yang sepertinya telah salah paham itu. Namun langkahku terhenti saat kudengar Mbak Halimah kembali menangis tersedu, lalu tertawa mengikik seperti kuntilanak.

"Arrrgghh...!!! Sial!" Kembali aku merutuk dalam hati. Tak mungkin aku meninggalkan Mbak Halimah sendirian di ladang dengan kondisi seperti itu. Namun membawa perempuan malang itu masuk kedalam pondok, itu sama saja bunuh diri. Romlah pasti akan semakin mencak mencak karenanya.

Short Story Kedhung Jati 4 : Pondok Kayu Di Tengah LadangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang