Bab VIII : Kunjungan Mas Bambang

776 64 3
                                    

Gara gara kejadian semalam, aku bangun kesiangan pagi ini. Saat kubuka mata, tak kudapati lagi Romlah di sampingku. Pasti dia masih marah padaku gara gara kejadian semalam, hingga pagi ini ia tak membangunkanku seperti biasanya.

Benar saja, saat aku keluar dari bilik, kudapati Romlah tengah sibuk di depan tungku, tanpa sedikitpun mengacuhkan kehadiranku. Padahal aku yakin, ia pasti menyadari keberadaanku yang baru keluar dari dalam bilik.

"Lah," sapaku, mencoba mencairkan suasana yang terasa begitu kaku. Namun tak ada jawaban. Romlah hanya melirikku sekilas, tanpa senyum, apalagi kata.

Aku hanya bisa tersenyum kecut, lalu duduk di bangku bambu dan menyalakan sebatang rokok. Romlah dalam diam beranjak dari depan tungku, lalu menyeduh secangkir kopi dan menghidangkannya di depanku. Semua itu dilakukannya tanpa senyum apalagi sapa.

"Aku mau ngopi di teras," ujarku sambil bangkit dan membawa cangkir kopiku keluar dari pondok. Masih tak ada jawaban dari Romlah. Sepertinya pagi ini aku memang terpaksa menikmati kopi pagi ku tanpa senyuman manis dari Romlah seperti biasanya.

Beruntung, saat aku baru saja menghenyakkan pantat diatas balai balai bambu yang ada di teras, dari kejauhan kulihat Mas Bambang melangkah gontai menuju ke arahku. Baguslah. Aku jadi ada teman ngopi pagi ini, meski sepertinya bukanlah teman yang menyenangkan. Karena kulihat Mas Bambang datang dengan wajah kusut dan rambut acak acakan.

"Wah, tumben pagi pagi udah kemari. Ngopi Mas," sapaku berbasa basi, saat Mas Bambang tanpa dipersilahkan telah duduk disebelahku.

"Bolehlah Jok," jawabnya lesu.

"Lah! Tolong buatkan kopi untuk Mas Bambang yaa..." Aku setengah berseru kepada Romlah yang nampak masih sibuk didepan tungku.

"Jok, soal yang semalam itu, aku minta maaf ya. Aku benar benar tak menyangka kalau Halimah bisa sampai berbuat senekat itu," kata Mas Bambang setelah menyambar bungkusan rokokku, mengambil isinya sebatang, lalu menyulut dan menghisapnya dengan sangat nikmat.

"Ah, lupakan saja Mas. Toh, masalahnya juga udah selesai kan," sahutku.

"Kopinya Mas," Romlah keluar dan meletakkan segelas kopi lagi didepan Mas Bambang.

"Makasih Lah," Mas Bambang segera mengecap cairan bwrnikotin itu meski masih nampak panas mengepul.

"Oh ya Lah," sambung Mas Bambang. "Soal yang semalam itu, tolong maafkan Mbakyumu ya. Aku nggak tau kalau ..."

"Nggak papa Mas. Aku sudah memaafkan Mbakyu kok. Tak perlu diperpanjang lagi masalahnya," jawab Romlah sambil tersenyum. Senyuman pertama darinya yang kulihat hari ini. Namun sepertinya bukan diperuntukkan bagiku.

"Makasih Lah. Jujur, aku sangat malu dengan kelakuan Halimah itu. Bisa bisanya ia sampai berbuat seperti itu kepada kalian."

"Mbakyu kan juga manusia Mas, wajar kalau sesekali khilaf atau melakukan kesalahan. Yang penting kan nggak sampai bikin kami celaka. Ya sudah, aku tinggal masuk dulu ya Mas, lagi masak ini, takut gosong," Romlah bergegas masuk kembali kedalam pondok.

"Kau sangat beruntung punya istri seperti Romlah Jok," setengah menggumam Mas Bambang berkata, setelah Romlah kembali masuk kedalam pondok.

"Ya begitulah Mas. Aku sangat bersyukur memiliki istri seperti Romlah. Mbak Halimah sendiri gimana keadaannya sekarang Mas? Maaf lho, semalam itu aku buru buru pulang," sahutku.

"Ah, tak usahlah kaupikirkan soal dia. Aku sudah menyuruhnya untuk pulang ke rumah orang tuanya," jawab Mas Bambang setengah mendesah.

"Mas Bambang mengusirnya?!"

"Ya mau bagaimana lagi Jok, aku sudah lelah dengan semua tingkahnya selama ini."

"Tapi kan nggak harus begitu juga Mas. Biar bagaimanapun Mbak Halimah itu kan istrimu. Kasihan anak anak kan kalau sampai ....,"

Short Story Kedhung Jati 4 : Pondok Kayu Di Tengah LadangWhere stories live. Discover now