d'voice - 2

89 7 1
                                    

Kalau kamu sadar bahwa kamu manusia, maka kamu tidak akan kaget kalau hidup itu banyak tidak terduganya, karena yang mengatur bukan kamu, tapi Tuhan

🍂

Ketika menjadi diriku yang sekarang, sebut saja berkekurangan, aku tidak pernah menjelaskan bagaimana rasanya atau bagaimana perasaanku ketika hari itu aku terbangun dan yang bisa kulihat hanya gelap. Aku juga tidak pernah menjelaskan bagaimana perasaanku di hari-hari berikutnya sampai hari ini.

Seperti sekarang ini ketika wangi masakan Bi Wirna menguar di penciumanku dan hanya bisa begitu. Rasanya penasaran sekali bisa melihat apa yang tengah Bibi masak, walau aku tahu persis dia tengah membuat tumis kangkung kesukaanku. Aku penasaran tetapi hanya bisa diam bersandar di meja sambil bersedekap.

Dari tadi Bi Wirna kedengaran sibuk sekali mondar mandir menyiapkan makan malam, dia harus masak lebih banyak untuk tamu kami. Yah benar! Tante Diana dan keluarganya menginap.

Ngomong-ngomong mengenai tante Diana dan keluarganya, juga keluargaku tepatnya, mereka selama beberapa jam ini sejak pertemuan pertama kami tadi sudah membuatku penasaran. Sedari tadi mereka terus menyebutkan nama seseorang yang diakui ada juga diantara kami tapi entah memang orang itu tidak berniat bersuara atau malah dia juga punya keterbatasan seperti diriku, bedanya dia tidak bisa bicara. Pasalnya namanya terus disebut-sebut tapi suaranya tidak pernah sekalipun terdengar.

Ah! sebanarnya ada. Tapi hanya deheman kecil atau kekehan tipis ketika salah seorang diantara kami membuat lelucon.

"Bi! Tamunya Mama tuh Cuma berdua yah bareng suaminya?"

Baiklah! Jadi ternyata aku bukan hanya penasaran, tapi sangat penasaran sampai-sampai aku harus mengulik informasi dari Bi Wirna ketika semua orang kecuali kami berdua sedang sholat maghrib di musholla rumah.

"Gak Non, ada lagi satu laki-laki kayaknya sih anaknya"

"Oh ya?, Jia kok gak ada denger suaranya yah, Bi? Apa jangan-jangan dia gak bisa ngomong?"

"Emang orangnya pendiam kali Non, kasian banget atuh kalau beneran gak bisa ngomong."

"Kasian kenapa, Bi?"

"Ganteng Non orangnya. Mukanya tuh gimana yah ngejelasinnya, putih cerah bersih, gitu"

"Jadi sebenarnya mukanya putih, cerah apa bersih, Bi?"

"Ganteng lah pokoknya Non, kalau Non liat, pasti Non udah jatuh cinta?"

"Eh" "Ma-maksud Bibi teh.."

Aku terkekeh sambil membuang mukaku "Bi Wirna kayak baru kenal Jia kemarin aja. Padahal dari Jia kecil Bi Wirna udah kerja disini kan? Jadi gak usah gak enakan lagi Bi. Jia ngerti"

Aku tidak tahu apa yang sudah ku katakan sampai membuat Bi Wirna meninggalkan pekerjaannya lalu menghampiriku dan langsung memegang tanganku. Aku segera meluruskan berdiriku, Bi Wirna mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya.

"Karena Bibi udah kerja dari Non Jia masih umur 10 tahun, makanya Bibi masih suka gak nyangka Non. Setiap hari Bibi teh doa biar Non Jia cepat dapat mata yah Non."

"Hahah.. Mata mah banyak Bi, yang donorin yang gak ada" aku beneran ketawa mendengar kalimat Bi Wirna

Bi Wirna adalah teman terbaikku, dari sejak aku kecil dia bukan hanya merawat tetapi dia juga mendidikku. Aku tidak bilang dari orangtuaku kurang tapi kurasa beberapa sifat yang sekarang ini kumiliki adalah apa yang Bi Wirna ajarkan sambil bermain denganku dulu.

Kutemani Bi Wirna sampai dia selesai memasak lalu kudengar suara rombongan orang berjalan kearah kami yang tengah menata makanan diatas meja makan.

"Wah.. Tumis kangkung kesukaan Jia nih. Buatan Bi Wirna. Tau gak Din, masa Jia tuh lebih suka masakan Bi Wirna dari pada buatan Mamanya sendiri. Dia pernah sakit, aku buatin ini, dia tau banget itu bukan masakan Bi Wirna, terus dia gak mau makan."

d'voiceWhere stories live. Discover now