d'voice - 22

38 7 0
                                    

Demi Tuhan, tidak ada alasan mencintaimu selain karena itu adalah kamu.


🍂

Ini pov Ibrahim.
Inti cerita nih. Disimak yah baik baik.

Selamat membaca!❤️

Sesaat setelah sambungan telpon yang terputus, Ibrahim menjadi bodoh dalam mengatur napasnya, sesak yang seketika menyerangnya membuatnya tercekik sendirian di dalam ruang kantor pribadinya, selagi tetap berusaha menguatkan diri agar tetap sadar, dia meraih laci di pinggiran meja, mengeluarkan kotak obat, tergesa-gesa menelannya tanpa air. Jelas dia tersedak tapi tetap dipaksakan, dia memukuli dadanya dengan mata memerah dan berair sakit sulitnya baginya selama ini.

Dengan cara paling lemah bagi seorang pria, Ibrahim merebahkan punggungnya pada sandaran kursi, menutup mata dan setetes air mata dari kedua matanya jatuh.

Tidak mudah baginya, menanggung penderitaan dari rasa bersalah dan kekejaman rasa takut yang menghantuinya selama 10 tahun ini.

Sulit sekali bahkan jika sekali pun dia adalah seorang pria rupawan yang tangguh dengan bahu tegap yang berdiri memimpin sebuah perusahaan. Tetap saja, kesakitan yang dia bawa bukan sesuatu yang bisa ditampik oleh semua itu.

10 tahun lalu, sebuah kecelakaan yang terjadi akibat dari mobilnya sendiri yang kehilangan kendali membuat seseorang kehilangan seluruh warna dalam hidup, membuat seseorang kehilangan harapan dalam banyak hal, kehilangan segalanya bahkan hampir kehilangan nyawa.

Sedang bagi Ibrahim kecelakaan 10 tahun yang lalu itu telah membawanya menjadi pria paling lemah, penakut, menjadi menyedihkan dan bergantung dengan obat-obatan.

Kecelakaan 10 tahun lalu itu sudah berkali-kali dia rutuki bahwa seharusnya dia bisa lebih hati-hati, atau mungkin sebaiknya jika dia tidak pernah menaiki mobil itu. Tapi nasi telah menjadi bubur, dan tidak ada keajaiban apapun yang bisa memutar waktu membawa 10 tahun Ibrahim yang rusak.

Benar. Apapun yang terjadi pada Rejia, Istrinya, adalah apa yang telah dia perbuat. Pelaku yang mungkin tidak akan pernah Rejia maafkan, yang telah merenggut segalanya dalam hidup gadis itu adalah suaminya sendiri. Ibrahim Habashy Byakta.

Jika dia tahu, dia mungkin akan menyumpahinya, karena telah bersembunyi di balik topeng bernama 'pria sholeh pilihan Papa'. Meski demi Tuhan, Ibrahim tidak menikahi Rejia karena rasa bersalah atau kasihannya pada nasib seseorang yang telah dia tabrak hingga kehilangan penglihatan, tetapi ternyata menikahi Rejia juga bukan solusi dari semua perasaan yang menggerogoti dirinya selama 10 tahun ini.

Rejia juga pernah menderita dengan kecemasan akibat mengalami PTSD, dan dia sudah menang dari itu tetapi bagi Ibrahim sebagai seorang pelaku ternyata lebih sulit baginya keluar dari masalah ini.

Menikah dengan Rejia membuatnya telah benar-benar mencintai gadis itu, membuatnya sesekali merasa hidup kembali ketika gadis itu tersenyum, membuatnya merasa tertolong ketika Rejia tertawa dan terkadang meski tidak bertahan lama, saat dia tahu istrinya baik-baik saja Ibrahim merasa dunianya juga aman. Tetapi ketakutan ketahuan, bayangan mengerikan dan cemas yang dia rasakan jikalau saja Rejia sampai mengetahui semuanya membuatnyaa begitu menderita karena takut. Tidak bisa dia bayangkan jika, bahwa siapa saja yang akhirnya tahu pelaku sebenarnya dari kecelakaan yang membuatmu buta sekalipun itu suamimu sendiri maka tidak akan bisa kamu maafkan.

Ibrahim benar-benar takut jika Rejia tahu dan dia memilih meninggalkan dirinya, tidak memaafkannya.

Waktu itu Rejia menemukan botol obat penenang, Ibrahim masih bisa menutupi dengan bilang bahwa itu adalah vitamin, lalu kemarin istrinya akhirnya tahu dia melakukan konsultasi dengan dokter psiakiater, masih bisa Ibrahim tutupi walau dengan akhirnya jujur tidak bisa mengatakannya. Lalu apa lagi? Bagian mana lagi? Dan harus bagaimana lagi Ibrahim akan menutupi kebohongan dengan kebohongan lainnya? Sampai kapan? Karena jujur saja tidak mudah membohongi orang yang kamu cintai.

Hari ini perkara tanggal 25 telah menganggu Ibrahim, dua hari sebelum kejadian itu terjadi. Hari-hari dimana Ibrahim bisa saja pulang ke Bandung lebih awal ketika tahu bahwa Bunda sudah mulai merasakan Kontraksi jika memang dia sangat ingin mendampingi Bunda saat bersalin waktu itu. Tapi tidak, dia memutusan pergi di tanggal 27, dalam keadaan panik dan terburu-buru.

Besok biasanya Ibrahim akan berada di rumah, di dalam ruangan yang hanya dia yang memiliki akses untuk masuk, ruangan di bawah tangga. Ruangan kedap suara yang menyimpan barang bukti perbuatannya, mobil yang sudah hancur karena setiap kali sehari sebelum tanggal 27 oktober dia akan merusak mobil itu, memukulinya, menghancurnnya, lalu besoknya di tanggal 27 dia akan memperbaiki, mencoba merakitnya kembali. Seolah berusaha merubah takdir bahwa kecelakaannya harusnya terjadi sehari sebelumnya, berharap bahwa Rejia atau siapapun itu tidak pernah ada waktu kecelakaan sehingga hanya dia saja yang mengalami kecelakaan.

Sesakit itulah Ibrahim dan tidak pernah membaik bahkan semakin parah setiap harinya sampai Rejia datang dalam hidupnya. Seperti Tuhan memperlihatkan kepadanya bahwa orang yang dia tabrak baik-baik saja, dan menikahinya untuk memastikan dia tetap bahkan lebih baik lagi kedepannya.

🍂


Ibrahim pulang, langsung memasuki kamar dimana dia menemukan Rejia tengah bersandar menunggunya di meja rias, dengan kotak beludru yang ia tahu hadiah dari Bunda.

"Nunggunya lama?"

"Karena ditungguin makanya jadi lama."

Ibrahim terkekeh, melempar tas laptopnya ke tempat tidur lalu menghampiri istrinya yang berbalut piyama dress dengan rambut di cepol asal, membuatnya terlihat begitu cantik dan menggemaskan karena sudah mempersiapkan dirinya menerima hadiah itu.

Ibrahim segera mengurung tubuh ramping Rejia diantara dua tangannya yang menyandar di sisi meja rias, mengekang tubuh mereka agar merapat. Mengambil kotak beludru dari tangan istrinya lalu menyimpannya di meja. "Mau ngomong sebentar."

"Kenapa, Mas?"

"Cuma pengen tahu, kenapa kok bisa cantik banget?"

Rejia memukul dada Ibrahim dan terkekeh.

"Udah ah, aku penasaran kalungnya gimana, walaupun gak akan lihat juga tapi beneran penasaran pengen nyentuh."

Ibrahim lalu memutar tubuh Rejia, menilik pantulan wajah istrinya dari cermin dan tengkuknya yang cerah. Meraih kotak beludru, membuka dan mengeluarkan kalung emas hadiah pernikahan Bunda yang akhirnya diberikan kepada menantunya.

Rejia meremang ketika Ibrahim menyentuh tengkuknya, memasangkan kalung itu dan mengaitkannya dengan gerakan yang sengaja Ibrahim lakukan dengan lambat. Ibrahim bisa melihat dari pantulan cermin, Rejia menutup mata ketika menyentuh kalung itu, seperti yang selalu dia ajarkan ketika Rejia penasaran dengan sesuatu, menutup mata dan merasakan apa yang dia sentuh.

"Kalungnya masih kalah cantik sama yang pakai." Bisik Ibrahim rendah di telinga Rejia.

Rejia tersenyum, masih setia menutup mata dan meraba setiap inci kalung itu.

Ibrahim memeluk tubuh istrinya dari belakang, saat itulah Rejia membuka mata.

"Hari ini saya cukup lelah, bertemu kamu lelah saya langsung hilang."

Rejia memutar tubuhnya menghadap pada Ibrahim kembali, mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya.

"Mau minta Mas janji sesuatu!"

"Apa?"

"Setiap kali Mas lelah, marah, sedih, senang, cari, lari dan pulang ke aku yah, Mas."

"Saya yang harusnya mohon itu sama kamu. Boleh saya pulang ke kamu, ke rumah saya yang cantik?"

Rejia mengangguki, lalu memeluk tubuh Ibrahim seerat yang dia bisa, sedang Ibrahim membalas dan diam-diam menjatuhkan air mata.

"Jangan pernah tinggalin saya, sayang. Bisa mati saya tanpa kamu."

🍂


Ini dia inti ceritanya. Semoga kalian ngeh yah kalau kenapa sebenarnya diawal-awal Ibrahim tuh emang penuh rahasia gitu karena memang ada yang dia tutupi.




d'voiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang