d'voice - 20

56 8 2
                                    

Pernikahan adalah perkara yang harus selalu melibatkan Tuhan di dalamnya.

🍂

Bagiku sekarang guyuran air dingin dari puncak kepalaku adalah apa yang sangat kuperlukan. Tidak peduli jika waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari.

Setelah pergumulan panas yang membakar setiap inci bahkan hingga pada titik terkecil di dalam tubuhku, aku perlu untuk menyegarkan diri lagi.

Aku sedang berdiri di depan sebuah cermin, menatap gelap. Hanya bisa membayangkan seperti apa jadinya tubuhku dengan jejak kemerahan yang aku yakin ada dimana-mana. Aku penasaran.

Tidak mudah bagiku, hanya menikmati setiap sentuhan Ibrahim tanpa bisa melihatnya, meski aku menikmatinya tapi tetap saja rasanya tidak adil ketika Ibrahim pasti menatap bebas tubuh polosku sedang aku hanya bisa menerka, merabanya dan membayangkan seperti apa.

Aku terpekik ketika dada bidang Ibrahim menabrak punggung polosku, tangannya terulur memeluk dari belakang, melingkariku dan kedua tangannya bertemu diatas perutku. Dagunya bertumpu pada pundakku, mengecupnya disana.

Langsung saja, guyuran air dari shower membasahi Ibrahim juga.

"Gak dingin? Hm?" bisikinya rendah.

Aku menggeleng. Masih menatap lurus ke depan.

"Mikirin apa?"

Sejenak diam, lalu berbalik untuk bisa menghadap pada Ibrahim, melingkarkan tanganku pada lehernya. Keadaan kami sama persis, polos, dibasahi oleh air yang mengalir.

"Kamu emang udah sepeka itu tentang aku, atau memang aku yang keliatan banget lagi mikirin sesuatu?" tanyaku, dengan kepala meneleng ke kanan.

"Lebih ke- saya sudah mulai tahu kapan kamu ada masalah, kapan penasaran sama sesuatu, kapan kamu kecewa atau lagi sedang cinta-cintanya sama saya. Oh! Dan satu lagi saya paling tahu bagaimana saat kamu orgas-"

"Mas." Kupukul dadanya,

"Bercanda."

"Tapi itu benar."

"Apa?"

"Kamu bisa melihat semuanya."

Ibrahim menghelah, "Mau cerita disini atau kita selesaikan dulu mandinya?"

"Disini aja." Aku memainkan rambut Ibrahim yang basah di bagian tengkuknya. Memilin dengan jari telunjuk tangan kananku, "Kamu bisa melihat semuanya, and of course my whole body, karena itu kamu bisa mendeskripsikannya dengan bilang aku cantik. Tapi aku, aku cuma bisa menerka Mas. Its not because I doubt your body. I know you are perfect, and I just want to see that perfection."

"Jadi karena penasaran sama ini-" Ibrahim membawa tanganku, meletakkannya mendatar diatas dadanya. Seperti yang sudah kurasakan sebelumnya, dadanya bidang dan berotot. "close your eyes, and feel it."

Aku menutup mata, lalu perlahan Ibrahim menuntun tanganku bergerak diatas dada kirinya, lalu perlahan ke dada kanannya, mataku semakin terpejam, khayalan di kepalaku seperti pazel yang mulai membentuk sebuah gambar.

Masih dengan tuntunan tangan Ibrahim, dia membawa tanganku menuruni dadanya, meraba bagian yang setiap kali selama aktifitas kami berlangsung tadi, berhasil membuatku tersipu malu-malu, perutnya yang tercetak jelas setiap garis ototnya, membentu seperti bantalan kotak-kotak.

Aku masih setia menutup mata dengan isi kepala yang berusaha menerka, sedang jantungku tiba-tiba berpacu cepat ketika Ibrahim semakin membawa tanganku jauh ke bawah, semakin kebawah lagi hingga aku bisa merasakan rambut halus- sebelum apa yang kami pikirkan itu terjadi aku segera menarik tanganku.

d'voiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang