d'voice - 14

53 9 9
                                    

Beberapa hal yang terkesan biasa, ternyata bisa sangat berbahaya. Seperti sentuhanmu yang tiba-tiba selalu berakhir mendebarkan dada.

🍂

Kalau saja ini di rumah orangtuaku maka aku tidak akan sepanik ini, atau aku tidak perlu merasa bingung harus apa jika mendapati diriku terbangun di pagi hari dengan keadaan kotor karena kedatangan tamu bulanan.

Sebenarnya tidak akan ada masalah berarti hanya karena menstruasi, aku juga sudah belajar mengurus diriku sendiri dalam situasi ini. Hanya saja, karena aku yakin sudah mengotori seprai tempat tidur, ini jadi masalah dimana biasanya aku butuh bantuan Mama atau Bibi.

Pilihannya memang hanya ada dua, entah aku harus menghubungi Mama atau menunggu Bibi yang keluar pagi-pagi sekali entah kemana, mungkin ke pasar.

Ibrahim? TIDAK!

Dia tidak termasuk orang yang akan kuminta tolongi dalam hal ini. Posisinya sama seperti Papa, aku tidak bisa membiarkan mereka melihatku begini, ada perasaan malu, ini terlalu personal sebagai perempuan menurutku, dan karena aku masih tidak suka berpikir aku merepotkan.

Aku masih pusing memikirkan apa yang akan ku lakukan, sudah hendak menarik ujung seprai dengan insting tipis-tipis tapi aku kaget luar biasa ketika ku dengar Ibrahim membuka pintu sambil berucap salam.

"MAS!"

Aku berlari ke arah dimana seingatku pintu berada, menabrak Ibrahim yang sudah masuk beberapa langkah dan mendorongnya kembali sampai keluar dari pintu kamar.

"Loh, loh! Ada apa?"

"Hei! Ini kenapa, kamu kenapa?"

Aku berdiri dari balik pintu dan hanya membiarkannya terbuka sedikit sehingga hanya kepalaku yang terlihat. "Hehe. Ka-kamu dari mana Mas?"

Itu pertanyaan sia-sia. Aku tahu hari ini adalah minggu, dan suamiku rutin berolah raga dengan jogging di sekitar kompleks.

"Kamu kenapa? Ada apa di dalam?" dan luar biasanya, Ibrahim ini jarang sekali bisa di bohongi.

"Gak, gak ada apa-apa."

"Gak mungkin gak ada apa-apa. Saya mau masuk!" Ibrahim sudah mendorong kecil pintunya, tapi aku menahan dengan sekuat tenaga.

"Jangan Mas, maksudnya nanti, nanti yah kamu masuk, tunggu di luar dulu sebentar."

"Memang kenapa saya harus nunggu? Ada apa di dalam, kamu gak papa kan?"

"Aku gak papa, gak ada apa-apa juga. Tapi kamu jangan masuk dulu."

Aku menggigit bibir cemas ketika Ibrahim diam beberapa saat.

"Kamu bikin saya makin khawatir, kamu tahu saya gak suka itu, kan?"

"Mas aku-"

Karena memang Ibrahim punya kekuatan yang jauh lebih besar dibanding diriku, jelas mudah saja baginya mendorong pintu bahkan membuat aku sedikit terhuyung yang masih memaksa menahan pintu, untung saja tangan Ibrahim lebih cepat meraih lenganku.

"Kamu gak papa? Ada yang sakit?" suaranya terdengar cemas

Tangan kekar Ibrahim memindai dari lengan sampai bahu lalu turun di pinggangku."M-mas."

Tangannya berhenti diatas pinggangku. Ibrahim menghelah, mendengus. "Kenapa nahan pintu?" Tanyanya melembut.

Kebiasaanku ketika gugup adalah meremas sesuatu yang bisa kuraih, kali ini piyama berbentuk dres setinggi lututku. Aku berjengit, dalam sekali hentak Ibrahim menarikku lebih dekat dengannya. "Nyembunyiin apa, hm?"

d'voiceWhere stories live. Discover now