Respect

173 23 20
                                    

"Salah satu Customer yang memesan secara online beberapa hari lalu ada kirim E-mail, komplen karena pakaian basic yang mereka pesan, datang dengan warna berbeda."

Lingga mengerutkan dahinya sembari membaca beberapa lembar laporan mengenai pesanan tersebut. Memeriksa lembar perjalanan Ekspedisi dan kemungkinan sengaja diganti oleh beberapa Oknum— tumbuh di tengah-tengah Adhiwangsa membuatnya menilik beberapa kemungkinan termasuk Sabotase dari beberapa pihak yang tidak menyukai keberadaan Luxus, karena brand yang dibangunnya dengan susah payah itu tetap akan di-cap sebagai Produk yang memiliki Privilege berlebihan, dan tidak sedikit orang yang merasa tersaingi.

"Aneh..." Gumam Lingga dengan kerutan dahinya yang kian berlipat.

"Banget. Apalagi karena kita enggak pernah memproduksi warna yang tiba di sana. Pink? Man? Pakaian basic mana yang warna dasarnya PINK???" Hugo menyetujui sepenggal kata yang Lingga keluarkan dengan kesabarannya yang hampir hilang.

Lingga meminta Hugo untuk lebih tenang. "Ini nomor telepon Customer yang bisa kita hubungi, ya? Lo udah coba hubungi mereka, Ndra?"

"Belum, karena gue harus konfirmasikan ini ke lo terlebih dahulu, Kan? Juga kabar ini baru gue peroleh pagi tadi. Mereka baru kirim E-mail kemarin sore, bertepatan dengan janji gue untuk bertemu Mbak Purniwari."

"Gue aja yang hubungi mereka, lo siapin pakaian penggantinya, dan pastikan sore ini harus tiba di alamat tertuju. Hugo bisa handle?"

"Bisa, Kak." Hugo tidak akan berpikir sangat lama.

"Oke. Gue siapin pesanan penggantinya sekarang." Indra pun tidak membuang waktunya lagi.

Sedangkan Lingga, ia langsung menghubungi Customer tersebut, meminta maaf secara pribadi, lalu setelah itu menjelaskan duduk perkara dari segi Luxus agar Customer mereka ini tidak mendapat kesan jelek dari pelayanan mereka.

Nasib baik Lingga selalu berkesempatan memiliki Pelanggan yang menakjubkan, karena tiba pada akhir percakapan dan salam perpisahan mereka pagi itu, yakni, 'Terima kasih banyak, Lingga, baru kali ini saya menerima penanganan sangat cepat, bahkan langsung diberikan oleh Pemiliknya sendiri.'

"Saya juga berterima kasih karena kamu sudah mau mengerti, dan semoga lancar untuk apapun yang tengah kamu helat dengan pakaian basic ini ya, Tari." Lingga sengaja menyebut nama kecil milik Astari agar kehangatan yang mereka jalin tidak terkesan kaku atau hanya sebatas formalitas.

'Kamu juga, semoga enggak ada lagi Pelanggan yang mengalami masalah sepertiku, ya?' Walau tidak terlihat oleh kedua matanya, Lingga sangat yakin bahwa Astari sedang tersenyum lebar saat ini, sangat jelas dari intonasi lega yang Wanita itu keluarkan.

Oh, tiba-tiba saja Lingga mengingat satu hal. Pagi ini seharusnya ia bertemu dengan Soni, ada beberapa hal yang harus dikoreksi olehnya perihal katalog dan tidak cukup untuk diutarakannya dengan mengandalkan sambungn telepon— Tok! Tok!

"Masih sibuk?"

"Hey, Soni..." Sebelah tangan Lingga mengibas, meminta laki-laki itu untuk masuk dan duduk tepat di seberang meja kerjanya. "Sempat menunggu?"

"Gue sampai di sini waktu lo lagi teleponan tadi, dan kata Indra gue harus menunggu sebentar." Soni membuka Macbook-nya di atas meja, dan ia hadapkan langsung kepada Lingga. "Yang ini, ya?"

Lingga menganggukkan kepalanya, "mungkin kalau warna dasarnya diganti dengan putih, font-nya di-re-size lebih besar 2 kali ke atas, lalu frame-nya menjadi ukuran 3:2, dengan masing-masing sub-frame 1:1." Sebenarnya Lingga tidak begitu yakin apakah keinginannya ini akan terlihat bagus, namun beruntungnya Lingga berhadapan dengan Soni yang dengan gerakan tangan sangat cepat, mengikuti instruskinya. Perubahan mana saja yang dikehendakinya, seperti Un-do, Re-do, Re-text, Re-frame, Re-size, dan masih banyak lagi. Tidak masalah selama Lingga mengetahui dengan jelas apa yang ingin dipersembahkannya kali ini.

Glimpse of Heaven : Finale - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang