Agony

135 22 8
                                    

Lingga merasa tubuhnya hampir patah, bersamaan dengan pelukan Aji yang mengerat.

Hampir saja ia merutuki tingkah laki-laki itu ketika memintanya untuk bernafas, namun ia urungkan sedetik setelah akhirnya tatapan mereka bertemu.

Rupanya benar, bahwa ia memang butuh bernafas sekarang.

Aji mendekatkan wajah mereka. Mengecup ujung bibir Lingga dengan ujung bibirnya walau gerakannya takut-takut. Tangannya melembab. Sekujur tubuhnya pun bergetar.

Wajah sekaratnya itu bukan sedang menekan gairah kuat-kuat. Ia paham bahwa yang seperti ini sudah terlalu jauh untuk mereka lakukan jika lagi-lagi harus dibandingkan dengan masa lalu kemarin. 

Ada beberapa batasan untuknya, juga untuk Lingga.

Bukan saja karena masa lalu Lingga notabene Adik kandungnya sendiri, pun kesehatannya juga ikut berpengaruh. Terlebih, ada satu perasaan yang mereka pikir masih sangat tabu untuk dilakukan oleh mereka, dan salah satunya adalah ini.

Aji menghentikan gerakannya. Ia mengubur kepalanya dalam-dalam pada cerug leher Lingga sekali lagi.

Dan sekali lagi pula lah ia mengeratkan pelukannya hingga Lingga mengaduh.

Bagiannya yang ini entah sejak kapan, namun dirasanya harus segera ia hilangkan sekaligus.

Lingga tidak berkata apapun.

Aji pun begitu.

Ketika pelukannya mengendur, sebuah kekehan keluar begitu saja dari mulut Aji. Mungkin niatnya ingin menyairkan suasana, namun kemudian terhenti. Karena kali ini, Lingga yang gantian mengubur tubuhnya di dalam pelukan Aji.

Lingga tidak pernah menyangka bahwa mereka akan kesulitan seperti ini.

Maka Ia membisikkan sesuatu, untuk sekedar menenangkan hati Aji dan barang tentu hatinya juga. 

"Take your time, and I'll take mine. Okay...?"

Aji menganggukkan kepalanya begitu patuh, ia juga berpikiran hal yang sama tentang ini.


*

*

*


"Weh? Ada Mas Aji, nih??" Sumringah sekali Hugo mendapati kehadiran Aji yang kesekian kalinya di dalam Studio Luxus. Tanpa membuang waktu, ia mendudukkan tubuhnya di samping Aji dan membuka Laptop-nya itu lebar-lebar. Ia ingin meminta bantuan sekali lagi semenjak pekerjaannya yang terakhir kali ditanggung oleh Aji, kemudian disetujui oleh Lingga dan Indra tanpa banyak revisi.

Aji menganggap ini sebagai latihannya, sembari menunggu telepon dari Lintang karena Adiknya itu sukar sekali dihubungi sejak pagi.

Lingga membekalinya dengan banyak komitmen, pesan berjibun, dan entah apalagi. Ia berjanji akan langsung berhenti jika memang tidak sanggup— semenjak Lintang pernah berkata bahwa ini juga sebagai pemanasan sebelum akhirnya kembali bekerja di Maskapai— dan masih banyak pesan yang lainnya.


***


Lingga yang tengah berada di dalam ruangannya kemudian melihat Aji melintas ke arah balkon, mungkin akhirnya Lintang balik menghubungi laki-laki itu saat ini. Bangunan Luxus memang tidak memiliki penguat sinyal, maka Lingga begitu membutuhkan fasilitas intenet yang memadai. Mungkin kali ini Aji tengah menghadapi kendala semacamnya.

Glimpse of Heaven : Finale - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang