Apology

131 20 12
                                    

Lingga hampir lupa satu bagian hidupnya yang mau tak mau harus dihadapinya saat ini.

Saat ini.

Berulang kali ia mencoba meyakinkan bahwa kedua matanya sedang tidak salah membaca. Ia bahkan mengenakan kacamatanya sejenak sebelum dilepasnya kembali.
Ia melipat kedua lengannya di atas meja. Tubuhnya mendadak pegal. Kepalanya mendadak pusing. Dan pun tiba-tiba ia sungguh kehausan.

Seolah mengerti, Indra yang sedari tadi menyadari perubahan sikap Lingga sedetik setelah membaca kabar terbaru yang baru mereka terima pagi ini, beranjak dari duduknya dan mulai menyiapkan apa saja yang dapat membantu Lingga untuk tenang.

Ada banyak yang harus mereka putuskan sebelum sore menjelang— Indra melirik ke arah jam tangannya sebentar— bahkan mereka total melupakan jam makan siang. Lalu ia pun meraih tiga buah cangkir dari dalam lemari gantung yang terletak tidak jauh dari kepalanya.

Tidak hanya Lingga dan Indra, Hugo pun berada di sana, bahkan sempat mendengar serentetan kalimat Lingga yang kalut, seolah langit pagi itu baru saja runtuh menimpa kepalanya. Namun tidak seperti Lingga yang gelisah semenjak ia memang belum mengetahui apapun, Hugo masih dengan sikapnya yang tenang, mengawasi gerak-gerik Lingga yang mendadak tak karuan, ia mencoba membaca situasi dengan lebih cermat.

Sahasika Adyatama...

Hugo mengetikkan satu rangkaian nama tersebut di dalam aplikasi pencarian demi rasa penasarannya. Lalu muncul pada bagian paling atas sebuah artikel terkait, sebuah data diri, lalu berikutnya Wikipedia, lalu berikutnya serentetan profil Artis yang sedang dan pernah terlibat secara langsung dengan Artis tersebut.

Pada awalnya, Hugo tidak menemukan berita apapun yang menurutnya aneh, maka jemarinya semakin jauh menelusuri hasil pencarian dan terhenti pada salah satu artikel yang berusia terbit cukup lama, sekitar...

Tahun 2018?

Di dalam artikel tersebut lah akhirnya ia menemukan garis lurus dari sekelumit cerita yang didengarnya pagi ini. Ia tidak sebodoh itu hanya untuk mengerti sebuah penyebab maka sikap Lingga berubah sungguh drastis. Hugo menarik nafasnya dalam-dalam dan kembali meletakkan ponselnya seperti semula, seolah tidak pernah ada apapun yang membuatnya ingin tahu.

Beberapa menit berlalu, Indra kembali di tengah-tengah mereka dan menyuguhkan minuman hangat, yang jika dikenal dari aromanya adalah salah satu merk yang Lingga gemari ketika di Paris. Cita rasa dan aromanya menjadi senjata ampuh bagi mereka saat ini, terutama demi menghadapi Lingga.

"Mind to talk, Lingga?" Indra memulai diskusi mereka secara perlahan, bukan karena ia tidak peduli, namun timeline kerja mereka menipis karena hal ini. Tadi bahkan ia sempat menghubungi Nathan, bertanya mengapa ORBIT Management menerbitkan revisi Proposal kerja sama mereka pada detik-detik hampir akhir seperti ini, dan Nathan mengatakan hal persis sama seperti yang tertuang di dalam Proposal tersebut, jadi tidak ada gunanya mengonfrontasi laki-laki itu, ditambah hal ini juga bukan bagian Nathan.
Indra hanya sedang mencari alasan untuk mengaburkan fokusnya dari Lingga sejenak, karena kepalanya juga pusing setengah mati.

Hugo merasa belum saatnya ia meminta izin untuk berpendapat, karena siapa lah dirinya? Alasannya bukan karena ia hanya seorang Karyawan di sana, namun posisinya memang ia tidak mengetahui apapun perihal kejadian yang baru diketahuinya dengan membaca sebuah artikel barusan.

Lingga menumpukan kedua sikunya, menangkup wajahnya, dan mengusaknya frustrasi. Konsenterasinya buyar, padahal ia harus menyambung pekerjaannya yang belum selesai kemarin.

Ya, Tuhan...

Gundahnya kian naik ke atas ubun-ubun. "Enggak bisa digantikan dengan Model yang lain ya, 'Ndra?"

Glimpse of Heaven : Finale - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon