- RS kematian

443 24 0
                                    

"jadi ini gimana dok? Parah gak?" Tanya Alanza pada dokter yang ada di hadapannya.

"Lumayan parah, karna luka bakar pada bibir akan cukup sulit sembuh jika terlalu sering terkena air, makanan, seperti misal nya terkena sesuatu yang lengket seperti susu, Atau merica bubuk saat makan. Tolong hindari makanan makanan yang bisa membuat luka bakar nya lebih parah," jelas dokter itu.

Dokter wanita itu mengambil kertas yang ada di dalam laci nya, lalu ia sedikit menuliskan resep obat.

"Silahkan beli obat ini di apotik karna rumah sakit kami tidak menyediakan," ucap dokter itu ramah.

"Iya makasih ya dok," ucap Alanza. Ia keluar dari ruangan itu, hal pertama yang ia lihat adalah Al dan Vian yang duduk bersama di kursi rumah sakit.

"Udah nih, yok pulang," ajak Alanza.

Mereka berdua berdiri, Al berjalan terlebih dahulu sedangkan Vian menunggu Alanza agar mereka berjalan sejajar.

"Kak, ini jam sebelas lewat, mau uji nyali gak?" Tanya Vian sedikit mengecilkan suara nya agar tidak di dengar Al.

"Halah, lo nonton film horor aja demam dua hari, sok mau ngajak uji nyali, bisa bisa mati," sergah Alanza.

"Yeh penghinaan. Gini, kita ke rumah sakit malem malem itu jarang kak, sayang kan kalo kesempatan nya di buang sia sia?" Tanya Vian untuk menghasut Alanza.

Alanza berpikir sejenak, benar juga apa yang dikatakan Vian. Akhirnya Alanza mengangguk mengiyakan.

"Kita cari jalan lain aja," ucap Vian.

Saat di perbelokan Alanza dan Vian malah belok ke kiri, sedangkan Al sepertinya tidak mengetahui itu.

"Gila sepi banget," gusar Vian.

"Baru juga tiga langkah cill," remeh Alanza.

"Kalian ngapain?"

Suara itu menggelegar di lorong rumah sakit yang sepi, Alanza dan Vian mematung.

"Balik gak nih?" Tanya Vian.

"Balik aja, tapi kalo horor kita lari," ucap Alanza.

Mereka akhirnya berbalik perlahan, seakan cahaya yang terang menderang, mereka tersenyum saat melihat Al yang berjalan ke arah mereka.

"Ngapain?" Tanya Al.

"Ini nih si bocah, ngidam uji nyali," jawab Alanza.

"Kamar mayat bukan di sini, tapi arah sana," ucap Al menunjukan lorong yang berlawanan.

"Gak kok, bukan mau ke kamar mayat, mau cari pintu keluar dari jalan lain aja," ucap Alanza dan di angguki oleh Vian.

'krek'

Suara pintu yang sepertinya sudah karat terbuka, "kalian..," suara yang bergetar itu terdengar jelas bahwa sumber suara itu ada di belakang mereka. Tiba tiba dan tanpa aba aba, tangan yang kemerahan dan sedikit rusak memegang bahu Vian.

Mata Vian sontak melotot melihat nya, "Abanggggg!" Teriak Vian panjang, cowok itu terduduk dan menutup mata nya dengan kedua tangan nya sendiri.

Al yang melihat nya menghela nafas berat, ia menjenguk adik nya itu. Sudah tau penakut, mental kertas, masih saja mau mencoba uji nyali. Seperti ini saja sudah teriak, padahal tidak ada yang harus di teriakan.

"Za coba tanya kakek nya mau apa," titah Al pada Alanza. Untung saja tadi dirinya sudah sempat melihat siapa yang memegang bahu Vian, jika tidak mungkin dirinya juga akan berteriak.

"Lo cowok Vian, gak usah letoy," ucap Al berdiri di hadapan adik nya itu.

Vian menggeleng, dirinya tidak ingin membuka mata.

Our love story Where stories live. Discover now