- Rebecca

89 7 0
                                    

Alanza menghela nafas sangat panjang, sangat bingung menghadapi keluarga kecil di hadapan nya ini. Jangan tanya ia sekarang mengantuk atau tidak, jelas ia sangat mengantuk, sekarang sudah pukul 2 pagi.

Saat ia sampai di rumah nya Alanza bergegas mandi dan hendak tidur, baru saja ia menarik selimutnya suara klakson mobil terdengar keras dari arah depan rumah nya. Benar saja, Al menjemput nya.

Al segera meminta tolong Alanza untuk tidur di tempat nya malam itu, untuk menemani gadis yang Vian pungut entah berantah dari mana itu.

Dan ya, masalah terjadi. Gadis itu menangis sejadi jadinya, dangan alasan gadis itu menangis tidak lain karna Vian dan ayah nya yang iseng melempar bantal guling yang di hias menyerupai pocong. Mereka lempar bantal guling itu dari lantai dua dan tempat jatuh di hadapan gadis malang itu.

"Kalian sih." gerutu Alanza. Ia mengelus dada gadis yang sekarang ada di pelukan nya.

"Udah ya, jangan nangis lagi." Ucap Alanza menenangkan.

Vian menciutkan bibir nya, "kok kalian, orang cuma papa tadi yang jahilin. Vian mah cuma temenin papa doang tadi." Jelas Vian.

Bramana langsung melotot tidak setuju, "oh kamu mau nuduh papa iya? Mau lihat cctv sekarang? Tadi jelas kamu yang buat pocong nya."

"Dih, Vian nggak segabut itu pa."

"Papa nggak sebocil itu buat nangisin anak orang ya!"

"Kalian berdua salah, sana minta maaf." Sela Al yang menatap ayah dan adik nya itu jengkel. Ada ada saja kelakuan mereka berdua.

"Udah kok tadi, tapi dia tambah nangis." Ucap Vian.

"Ya iyalah, orang kamu minta maaf sambil pegang guling pocong nya!" Sewot Bramana. Dan di tanggapi cengengesan oleh Vian.

Alanza masih geleng geleng, ia terus bertanya pada diri nya sendiri kenapa ia bisa betah di dalam rumah ini selama bertahun tahun. Alanza melihat gadis itu, perlahan tangis nya meredah.

"Maafin mereka ya.. mereka cuma jahil kok, gk berniat jahat." Ucap Alanza, "oh iya nama kamu siapa?" Tanya Alanza pelan.

Gadis itu perlahan menghapus air matanya dan mulai menatap Alanza, "n - nama aku Rebecca." Jawab nya sedikit terbata.

"Oalah Rebecca, Rebecca rumah nya di mana? Kok bisa keliaran, untung Vian nemuin Rebecca." Ucap Alanza seolah menjadi orang dewasa yang sangat sabar.

Rebecca terdiam sejenak, lalu ia menjawab, "Rebecca nggak punya rumah.. Rebecca kemarin di ajak bunda jalan jalan ke kota, kata bunda dia mau beli makanan dulu buat Rebecca, tapi sampai sekarang bunda belum balik.."

Seketika semua ternganga, terkaget, dan tidak menyangka. Jadi ceritanya Rebecca sekarang adalah anak hilang? Bagaimana jika sekarang keluar Rebecca sedang mencari.

"Rebecca bukan asal ini ya?" Tanya Vian. Dan di jawab iya oleh Rebecca.

"Terus dari mana? Umur Rebecca berapa?" Tanya Bramana.

"Rebecca dari Tehulu. Umur Rebecca 13 tahun."

Bramana langsung mangut mangut mengerti, ia tau tempat itu, itu sebuah desa. Berarti Rebecca berasal dari desa pikir nya. Pantas saja anak ini terlihat sangat polos dan juga masih sangat kecil, seumuran dengan Vian, hanya beda 1 tahun. Vian berumur 14.

"Yaudah Rebecca di sini aja dulu ya, besok kita cari bunda Rebecca. Tidur nya sama kakak malem ini," ujar Alanza dengan senyuman kecil. Dan tentu di angguki oleh Rebecca.

°°°

Sekarang pukul 4 pagi, Alanza dan Al berada di balkon kamar Al, Merasakan angin pagi yang menusuk nusuk kulit. Setelah membuat Rebecca tertidur Alanza memilih keluar kamar karna sekarang ia yang tidak bisa tidur.

"Besok nggak usah sekolah gimana? lo ngantuk kan?" Tanya Al mengelus kepala Alanza yang sekarang bersandar di bahu nya. Mereka duduk di satu sofa panjang.

"Bukan nya lo harus ngurus olimpiade?" Tanya Alanza balik. Al berpikir sejenak, benar juga kata Alanza.

"Besok gue izin aja, lo sekolah. Besok gue sama Vian anterin Rebecca ke rumah nya. Biar Vian besok izin juga. Kita berangkat jam 10 pagi aja entar." Saran Alanza.

"Boleh juga, tapi kalo besok gue bisa minta Bayu handle urusan olim besok gue ikut kalian. Sekarang tidur ya." Ucap Al pelan, lagi lagi dengan mengelus kepala Alanza dengan pelan.

Alanza mengubah posisi nya dari bersandar menjadi berbaring di paha Al, jujur ia sangat mengantuk sekarang. Beberapa detik ia mencari posisi yang nyaman, sampai pada akhirnya ia berbaring dengan leluasa.

"Al, lo kok suka gue?" Tanya Alanza dengan keadaan nya yang setengah mengantuk.

"Lo pelet gue kali." Jawab Al.

"Kebalik nggak sih?" Tanya Alanza.

"Nggak tuh."

"Coba sebutin apa yang lo suka dari gue Al." Ujar Alanza.

"Lo mau gue nyerocos sampe pagi?"

"Dikit aja, jangan lo sebutin semua nya."

"Yang gue suka ya? Semua nya gue suka sih, tapi yang paling gue suka itu jati diri lo, gue suka dengerin lo cerita walaupun itu kadang cuma tentang semut jatuh ke air, gue suka kalo lo ketawa karna gue, gue seneng kalo lo sok kasar sama cowok lain, gue seneng kalo lo nyusahin gue. Banyak deh." Ujar Al panjang lebar.

"Sebenernya gue nggak tau apa yang bikin gue sayang sama lo za, bahkan sampai sekarang gue nggak tau kenapa. Tapi dengan mudah nya lo tiap hari guncang perasaan gue, kadang bikin gue seneng, kadang bikin gue sedih, kadang bahkan bikin gue marah. Tapi tetep aja, sayang nya nggak berkurang, bahkan setiap hari nambah."

Sudah hampir setengah jam Al terus bicara, mengenai perasaan nya, cinta nya, rasa hati nya pada Alanza ia ceritakan saat itu juga. Sampai pada akhirnya ia mendengar suara dengkuran halus dari tidur Alanza.

Lama Al menatap wajah gadis yang tertidur itu, bahkan saat tertidur pun gadis ini dapat membuat
hati nya bergetar. Tidak tau sihir apa yang Alanza gunakan padanya, yang jelas ini sangat kuat.

°°°

Alanza bangun dengan sangat terkejut, ia segera mencari ponsel nya dan melihat jam. Pukul 06:57, ia sudah hampir terlambat. Dengan cepat ia mencari handuk.

"Handuk mana handuk." Gerutunya, ia mencari handuk dengan tergesa gesa, mencari di belakang pintu, Mecari di balkon, dan terakhir ia mencari di dalam lemari. Baru lah sesaat setelah membuka lemari ia baru menyadari bahwa ini bukan kamar tidur nya.

Ini adalah kamar Al, ia langsung teringat semalam, ya semalam ia berada di balkon bersama Al, ia tertidur saat Al bercerita, kata terakhir yang ia ingat adalah Al berkata bahwa Al sayang padanya.

Alanza menutup lemari dan kembali duduk di atas tempat tidur. Al sudah berangkat ke sekolah tentunya, tapi ia bahkan tidak menyadari itu. Ia mengambil ponsel nya dan menelpon Al.

"Iya za? Kenapa?" Tanya orang di seberang telepon.

"Lo udah di sekolah?" Tanya Alanza balik.

"Iya, ini lagi ngurusin anak anak yang telat. Jangan lupa makan, udah ada makanan di meja, makan sama Vian. Dia tadi belum bangun, kalo dia bangun jangan lupa suruh dia minum vitamin." Pesan Al.

"Siap pak." Jawab Alanza terkekeh. Lalu ia langsung mematikan telepon nya. Tidak ada yang ingin ia bicara pada Al sebenarnya, hanya mendengar suara laki laki itu saja sepertinya sudah cukup.

°°°

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Our love story Where stories live. Discover now