Bab 12

377 57 5
                                    

❗WARNING ❗
CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI.
JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, PERISTIWA ITU HANYALAH KEBETULAN.
HUKUM DALAM CERITA INI FIKSI SELURUH NAMA PEMERINTAH DAN PRESIDEN JUGA FIKSI.
DIMOHON MENJADI PEMBACA YANG BIJAK, JANGAN LUPA VOTE & KOMEN UNTUK MENDUKUNG BUNDALIDIII TERUS BERKEMBANG.

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR

®®®

Neva berdiri sambil memandangi Bima yang tengah berjalan. Ia tersenyum saat melihat Bima walaupun merasa heran dengan laki-laki itu yang meminum obat tanpa air.

"Aneh banget." Ucapnya.

"Siapa?" Neva terkaget mendengar suara di ponselnya.

"Eh maaf Lian lupa kita masih telponan, itu Bima aneh banget minum obat tanpa air." Jawab Neva.

"Ngomongin Bima, kalo seandainya gue bilang yang bunuh pacar gue itu Bima lo percaya?" Neva terdiam sebentar lalu tertawa.

"Hah? Lo lagi terpengaruh obat bius ya? Lupain aja, nanti gue jenguk lo pulang sekolah. Kirim alamat rumah sakitnya ya, gue matiin dulu soalnya udah bel masuk."

Dari kejauhan terlihat Andara sedang memperhatikan Neva dengan raut wajah datar. Ia terus memperhatikan Neva tanpa berpaling ke manapun.

"Lo gak tau? Neva sama Bima tadi berangkat bareng, kayaknya mereka pacaran deh."

"Tugas dia jagain lo bukan tebar pesona."

Andara menghembuskan nafasnya, ia terlihat kesal lalu berjalan pergi. Saat akan naik tangga, ia berpapasan dengan Bima. Andara langsung menarik tangan Bima lalu pergi ke tempat yang sedikit sepi.

"Apa ada masalah?" Tanya Bima.

"Hubungan lo sama Neva apa?" Tanya balik Andara.

"Teman sekelas." Jawab Bima.

"Kalian berangkat bareng kan? Pasti pacaran ya kan?" Tanya Andara lagi.

"Kita serumah tadi malam, saya hanya memberikan dia tumpangan ke sekolah karena adik saya yang memintanya." Jelas Bima.

"Hah! Serumah? Wah, lo bisa sejujur ini ya?" Andara nampak tak percaya dengan jawaban Bima tadi.

"Apa hak saya berbohong? Lagipula itu bukan hal yang membuat malu." Jawab Bima.

"Lupain, pokoknya jangan suka sama Neva atau lo bakal gue bunuh!" Andara nampak kesal lalu pergi meninggalkan Bima.

®®®

Reza nampak sedang menangis sesenggukan di samping Mahesa yang memegang tisu. Mereka nampak tengah menonton film di laptop bersama dengan Yaksa yang malah memakan sosis.

"Kenapa adiknya harus mati? Apa cinta lebih penting daripada keluarga?" Racau Reza.

"Tanpa cinta keluarga gak akan menjadi keluarga." Jawab Mahesa yang terus memberikan Reza tisu.

"Itu namanya cinta juga, dia ngorbanin nyawa demi saudara itu berarti cintanya ke saudaranya kuat. Dia gak mau saudaranya menghadapi kematian padahal udah nunggu pengantinnya selama 600 tahun. Arti cinta itu luas, bukan sekedar gue suka lo doang." Jelas Yaksa.

Reza mengangguk paham, ia terus mengambil tisu dari Mahesa.

"Kalian tau kasus bunuh diri di sekolah Sanjaya? Gue barusan dikirim artikel sama Bima tapi banyak hal yang ganjal, korban berasal dari keluarga yang bisa dibilang kurang mampu. Gak ada penyelidikan kasus karena langsung di bilang bunuh diri, kalo keluarga minta pun bakal di tolak. Seolah-olah mereka tau kalo mereka semua bunuh diri padahal kejadiannya berulang kali." Smith memperlihatkan sebuah artikel lewat layar besar di depannya.

Bima SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang