Bab 19

254 35 3
                                    

Malam telah tiba, bintang-bintang bertaburan di langit cukup banyak. Udara malam ini sedikit dingin karena angin yang berhembus kencang dari arah pantai. Bima dan Fatur telah sampai ke rumah yang akan ditempati Bima dan kawan-kawannya saat tinggal di desa.

"Kalo mau ke pulau lo perlu kapal, gue bisa nyewain kapal buat lo." Tawar Fatur.

"Belum saatnya gue ke pulau itu, ada urusan yang harus gue selesaikan sebelumnya." Jawab Bima.

"Urusan apa? Bukannya lebih cepat lebih baik? Lo harus tetep hidup!" Ucap Fatur terlihat khawatir.

Bima menatap Fatur lalu mengelus pundak laki-laki itu. Fatur menghela nafas dan balik menatap Bima dengan khawatir.

"Presiden Linggo Suharno resmi mengadakan acara press and conference di istana negara, beliau akan membahas tentang mayat yang ditemukan di istana negara beberapa hari yang lalu." Bima melihat ke arah rumah di depannya, pintu rumah tersebut tidak tertutup dan kebetulan di ruang tamu ada sebuah tv yang sedang menyala dengan suara yang agak kencang karena bisa terdengar dari luar.

"Saya langsung menuju ke intinya, mayat itu adalah laki-laki yang menjadi korban pembunuhan. Berdasarkan hasil otopsi, korban sudah di tembak berkali-kali. Untuk tersangka yang membuang mayat tersebut kami menetapkan orang yang bernama Galang Pandegas pelakunya."

Mata Fatur melotot saat mendengar nama tersebut diucapkan, ia langsung melihat ke arah Bima dengan ekspresi bingung.

"Saya yakin kalian pikir anak itu sudah meninggal dalam tragedi yang menimpa keluarganya. Tapi menurut penelusuran pihak kepolisian jika Galang belum meninggal, dan beberapa berita pembunuhan akhir-akhir ini itu pelakunya Galang. Dia sengaja meninggalkan tulisan SJY yang mengarah ke keluarga Sanjaya, saya pikir untuk urusan mayat tersebut sudah berakhir sampai di sini."

Mendadak Smith dan yang lainnya keluar rumah dan mendapati Bima yang berdiri di depan pintu rumah.

"Semuanya kebongkar." Ucap Mahesa.

"Gue tau bakal gini." Jawab Bima lalu mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon Nana untuk meminta penjelasan.

Tuut... Tuut... Tuut

"Halo?" Bima mendadak bungkam, ia mengerutkan keningnya.

"Siapa aja yang ngancem lo?" Tanya Bima.

"Gue gak diancam siapapun." Suara Nana terlihat panik.

"Panggil nama gue kalo gitu." Hening seketika.

Bima sengaja tidak bicara untuk memastikan sesuatu, ia berbalik lalu melihat ke arah Smith seolah mengode sesuatu.

"Mereka dari keja-"

"Halo Galang Pandegas?" Tiba-tiba saja tubuh Galang menegang saat mendengar suara wanitanya lain di telepon tersebut.

"Ini Jessi, kamu masih hidup ternyata ya."

"Saya bukan Galang." Ucap Bima.

"Yang anda inginkan saya bukan? Lepaskan Nana, saya tidak akan mengacau karena semuanya sudah selesai." Bima langsung mematikan sambungan teleponnya.

Ia melihat Mahesa dan yang lainnya lalu pergi. Saat Bima pergi, Mahesa sempat ingin menyusulnya tapi di tahan oleh Reza dan Yaksa. Mereka tak tau jalan pikir laki-laki itu, mereka juga tidak tahu perasaan apa yang sedang laki-laki itu rasakan. Itu sebabnya mereka membiarkan Bima sendiri untuk malam ini.

©©©

Lingga berjalan menuju mobilnya untuk mengindari para wartawan yang terus saja mengejarnya. Saat di dalam, ternyata Revalina juga duduk di mobil tersebut dengan raut wajah marah.

Bima SaktiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora