21. Diusir

72 4 0
                                    

Happy reading
.

.

.

"Shanin dimana ya, kenapa di kamar nggak ada." gumam Gus Arga setelah melihat kamar yang kosong, tidak ada keberadaan Shanin. Gus Arga mulai menelusuri rumah Shanin, tidak sengaja mendengar isak tangis seseorang dari dalam kamar mertuanya, yang kebetulan Gus Arga melewati kamar itu.

"Suara orang nangis, siapa itu?" tanyanya pada diri sendiri, saking penasarannya Gus Arga mendekati pintu kamar mertuanya, tangan kanan yang memegang knop pintu.

Ceklek

Pintu terbuka, didalam kamar itu ada seorang wanita yang duduk memunggungi Gus Arga, tetapi Gus Arga mengenali orang itu walaupun dari belakang.

"Shanin." panggilnya, ia yakin wanita itu Shanin, yang menjadi pertanyaannya Shanin kenapa menangis. Gus Arga mendekati Shanin, duduk disamping Shanin, menggenggam tangan Shanin, membuat Shanin mendongak melihat wajah suaminya.

Dapat Gus Arga lihat, kedua mata Shanin yang merah, sembab, menandakan Shanin menangis sudah lama dari tadi.

"Kenapa?" tanya Gus Arga, pandangan Shanin tertuju pada album yang berada diatas pangkuannya. Gus Arga mengikuti arah pandang istrinya, ia penasaran dengan album itu.

"Ini apa?" Gus Arga mengambil album yang berada diatas pangkuan Shanin, Shanin tetap bungkam tidak menjawab pertanyaan dari Gus Arga.

Gus Arga membuka album itu, membaca halaman yang tadi sempat dibaca Shanin, Gus Arga juga kaget bukan main, mengetahui kalau Shanin ternyata bukan anak kandungnya Bunda Eni dan Ayah Adam.

Gus Arga terus membuka sampai halaman terakhir yang isinya cuma foto-foto Shanin, Shanin juga ikut melihat foto-foto itu. Ternyata yang berisi tulisan cuma halaman kedua, yang lain hanya foto Shanin.

Sekarang Gus Arga tau kenapa istrinya itu menangis, mungkin karena tau fakta itu.

"Udah ya jangan nangis." Gus Arga memeluk istrinya, mencoba untuk menenangkan.

"Mas nggak bakal ninggalin aku kan." ucap Shanin dengan nada bergetar akibat tangisannya.

Gus Arga menakupkan kedua tangannya di wajah istrinya,"kenapa mikirnya kaya gitu?."

"Ya kan orang tua aku gak tau asal-usul nya dari mana, siapa tau kamu mau ninggalin aku." cicitnya.

"Nih ya dengerin, aku nikahin kamu bukan karena asal-usul kamu, atau kamu anak orang kaya apa bukan, melainkan mau menyempurnakan separuh agama dan mengajak kamu agar bersama-sama di surganya Allah nanti."

"Udah jangan mikirin itu lagi." imbuhnya Gus Arga.

*****

Di rumah Shanin kali ini cuma ada Shanin, Gus Arga, dan juga Tante nya Shanin (adik dari Ayah Shanin).

"Shanin kamu sekarang udah tau kan?!" tanya Tante Shanin dengan nada tinggi, dengan posisi Tante Shanin yang duduk di ruang keluarga.

"Tau apa Tante?" tanya balik Shanin, yang rencananya mau balik ke kamar, tapi tidak jadi karena ucapan tantenya itu.

"Kalau kamu bukan anak kandungnya Mas Adam sama Mba Eni!" ujar Tante Shanin yang menampilkan wajah sinisnya.

Shanin yang mendengar itu dengan perlahan kedua tangannya mengepal,"terus kenapa Tante?"

"Kamu pergi dari rumah ini!, karena kamu bukan anak dari Mas Adam, yang berhak dapat rumah ini adalah aku yang notabenya sebagai adik Mas Adam!" dengan tangan yang menunjuk wajah Shanin.

"Gak bisa gitu dong!" elak Shanin.

"Gak tau diuntung kamu ya!, dari kecil kamu dirawat kakak saya!, jadi nanti sore kamu harus sudah keluar dari rumah ini!"

Shanin berniat menghampiri tantenya itu untuk ia tarik rambut berwarna merah itu, tapi tidak jadi karena tangan Shanin ditarik oleh Gus Arga.

"Udah, mending sekarang kita ke kamar."

"Tapi Mas!"

"Udah, mending kita ngalah aja, lagian nggak baik kita rebutan warisan kaya gitu, kasian orang tua kamu di sana, lebih baik kita sekarang siap-siap ke pesantren." mereka berdua akhirnya berjalan memasuki kamar Shanin.

Shanin memasuk-masukkan semua barang pemberian orang tuanya, foto-foto juga ia bawa, album yang sempat tadi ia baca juga akan dibawa.

"Salat Dhuhur dulu yuk." ajak Gus Arga, karena memang adzan dhuhur sudah berkumandang.

"Mas duluan aja, aku nanti."

"Nih ya dengerin, Nabi Saw juga bersabda:” Barang siapa yang meremehkan shalat berjama’ah, maka Allah akan menimpakan 12
macam siksa: 3 macam di dunia, 3 macam saat mati, 3 macam di alam kubur dan 3 macam ketika hari kiamat”, jadi tidak baik kalau meremehkan Salat berjamaah Anin." Gus Arga yang berusaha mengingatkan istrinya.

Shanin tersenyum mendengar penjelasan suaminya, ia sangat bersyukur mempunyai suami seperti Gus Arga, yang kalau ia salah menegurnya dengan pelan.

"Yaudah ayok salat." Shanin bangkit dari duduknya untuk mengambil air wudhu, meninggalkan kegiatannya mengemasi barang-barang bawaannya.

*****

Setelah semuanya barang sudah dikemasi Shanin, mereka memutuskan untuk pergi sekarang juga, mereka menghampiri Tante Shanin yang sedang main hp di ruang keluarga.

"Tante, Shanin pergi dulu." Shanin yang hendak menyalami tangan tantenya untuk berpamitan, tapi malah tangan Shanin ditepis dengan keras oleh tantenya, Shanin yang merasakan tepisan tantenya cukup keras membuatnya sedikit meringis merasakannya.

"Jangan pernah datang kesini lagi!" teriak Tante Shanin.

"Nggak akan juga." balas Shanin, sebenarnya ia berani dengan tantenya itu, tapi karena disini ada suaminya ia tidak mau meladeni tantenya.

"Ayok Mas." Shanin menarik suaminya untuk keluar dari rumah itu.

*****

"Sstt auhh." Shanin meringis merasakan tangannya yang memerah itu, di dalam mobil Shanin sibuk meniup-niup tangannya sendiri.

Gus Arga yang melihat itu menarik tangan kanan Shanin menggunakan tangan kirinya, tangan Shanin ia bawa ke atas pangkuannya, ia usap punggung tangan Shanin menggunakan ibu jari tangan Gus Arga.

"Sakit banget ya?" tanya Gus Arga dengan khawatir. Shanin hanya menjawab dengan menganggukkan kepala.

Sesampainya di pesantren, mereka berdua masuk ke dalam kamar Gus Arga, karena orang tua serta adiknya Gus Arga sepertinya sedang tidak ada di ndalem, makanya mereka berdua langsung ke kamar.

Gus Arga pergi ke dapur mengambil kain dengan baskom yang terisi air hangat untuk mengompres tangan Shanin. Gus Arga menaruh baskom air itu di meja samping kasur, menarik tangan kanan Shanin, dengan posisi Gus Arga berjongkok di lantai, Gus Arga dengan telaten menempelkan kain yang sudah ia celupkan air hangat ke tangan Shanin.

Shanin yang melihat itu merasa bahagia, karena ia benar-benar merasakan dimuliakan oleh suaminya.

"Makasih ya Mas." Gus Arga membalas dengan menyunggingkan senyumannya.

Makasih ya Allah, karena engkau telah mengirimkan Mas Arga sebagai pengganti orang tua kandung aku dan juga pengganti orang tua angkat aku yang sudah tenang di surga mu, semoga pernikahan kami langgeng sampai ke jannah-mu, aamiin. Batin Shanin.

Ini juga berkat Ayah Adam dan juga Bunda Eni yang merestui pernikahannya dengan Gus Arga.

*****

2 bab menuju ending





Chasing Love "Gus" [End]Where stories live. Discover now