11

22.8K 1.9K 22
                                    

~Happy Reading~
Tandai jika ada typo atau kesalahan yaaa

Pagi ini masih di rangkaian libur hari raya, Meta dengan santainya nge-teh di belakang rumah pagi-pagi sekali, sambil menggambar hamparan bunga pikok putih di atas bukit sana. Dengan smartphone andalannya, Meta memotret untuk patokan gambar yang akan dia buat.

Pandangannya tertuju antara buku dan taman di atas bukit sana, dia tersenyum setiap menyadari progres gambar yang dia buat. Karena sekecil apapun sebuah progres adalah bukti dari proses yang kita jalani, dan kita memang patut menghargai setiap proses dalam hidup kita.

Baru selesai menggambar sketsa gambarnya, suara deheman bapaknya membuatnya menoleh, lelaki paruh baya itu mengusir dengan gerakan tangannya, memerintah anak gadisnya,"Buatin kopi sana."

Gadis itu menangkap keberadaan Satria di belakang ayahnya, "Oh ini bawa juga," kata ayahnya sebelum dia memasuki rumah, dia menurut saja membawa oleh-oleh yang ayahnya berikan.

Entah bagaimana sang ayah memiliki ide membawa tamu ke belakang rumah, bukanya ke ruang tamu yang lebih nyaman.  

Sayup-sayup terdengar percakapan keduanya dari dapur, dibalik tempat duduk keduanya,"Gimana mas perjalanannya?"

Terdengar jawaban Satria,"Macet, tapi alhamdulillah tidak ada kendala pak, karena arus balik jadi sama aja macetnya kayak pas mudik kemarin." 

"Makasih ya oleh-olehnya," kata si bapak dengan tawanya, lalu di lanjut obrolan tentang kebun pikok milik Satria yang bisa mereka lihat dari sana, kebun yang sama dengan objek gambar Meta.

Arya dengan wajah kantuknya masuk ke dapur, mengambil air putih untuk membasahi tenggorokannya, sejenak terdiam mendengar suara dari belakang rumah,"Ada tamu kah?"

Meta menoleh sekilas, sibuk mengambil gelas untuk kopinya,"Ada mas Satria di belakang."

"Aku juga mau kopinya dong, makasih kak." Arya tersenyum kepada Meta, lalu dengan cepat berlalu menyusul sang ayah dan Satria yang mengobrol di belakang.

Memang menyebalkan sekali anak itu, tetapi Meta tetap membuat 3 cangkir kopi di atas nampannya, menuangkan air panas dan mengaduknya dengan telaten. Dia membawa nampan ke tempat duduk para lelaki, tidak cuma kopi tetapi ada seporsi gorengan pula.

"Iya nanti biar ada yang bantu mas Satria ya," kata bapak Meta dengan menepuk-nepuk pundak anak bungsunya, Arya.

Satria tersenyum dan mengangguk setuju,"Iya, biar saya ada gantinya juga."

Setelah itu justru Arya menanyakan dengan nada bercanda,"Nggak ada niatan jadi warga sini sekalian mas?" Mereka berdua memang akrab, jadi Arya sering kali menanyakan hal yang jarang Satria pikirkan itu.

Meta jongkok dengan tumpuan kakinya, juga meletakkan nampan di pahanya untuk memudahkan dirinya untuk mengambil cangkir dan piring di atas nampannya. Satria melihat itu dengan inisiatifnya membantu mengambil kedua cangkir, terlebih dahulu memberikan pada ayah Meta dan Arya lalu sisanya Meta yang menyajikannya.

"Jawab dong mas." Arya kembali bersuara, setelah dari tadi dia mengamati Satria dengan segala tingkah lakunya.

Satria hanya tersenyum, seperti biasanya hanya tersenyum tipis sekali.

***

Malam ini hujan turun disertai dengan angin kencang, bahkan di tengah malam terdengar suara dahan patah yang terdengar kencang sekali, membuat suasana semakin mencekam saja. Pagi harinya satu keluarga keluar rumah untuk melihat apa yang menimbulkan suara malam tadi, dan benar saja, satu dahan besar dari pohon mangga mereka patah dan di halaman banyak sekali daun-daun berceceran karena goncangan dari angin besar semalam.

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang