14

21K 1.7K 46
                                    

~Happy Reading~

Meta berjalan dengan ringan keluar ruangan,"Heh, mau kemana?" Aini muncul di balik pintu ruangannya membuat Meta berjingkat kaget.

Mereka berjalan bersama menuju lift untuk turun ke loby,"Makan siang," jawab Meta setelah selesai dengan smartphonenya.

Aini menelisik tampilan segar temannya itu di jam 12 siang, sepertinya tidak seperti biasa, wajah fresh, wangi semerbak dan senyum yang on point bukan kondisi jam makan siang mereka normalnya,"E-"

Belum sempat Aini berbicara, lift mereka terbuka sampai di loby kantor,"Eh, kamu makan sendiri dulu ya, aku mau keluar." Meta berjalan dan melambaikan tangan pada Aini yang masih bengong di tempatnya.

"Aku nggak di ajak? dia mau makan sama siapa?" gumam gadis itu menatap kepergian Meta, terlihat temannya itu berjalan dengan semangat hendak menyeberang jalan.

"Terima kasih pak." Meta segera menyeberangi jalan dibantu security, karena jam segini memang jam istirahat dan pasti jalanan padat.

Gadis itu memasuki sebuah rumah makan, celingak-celinguk mencari seseorang sampai menemukan seseorang yang sedang membaca menu di sebelah jendela.

"Sudah lama?" Dia menginterupsi perhatian lelaki itu dari buku menu, mereka berdua saling melempar senyum ketika pandangan mereka bertemu.

Meta duduk di seberangnya, meletakkan tas putihnya di kursi kosong,"Baru memilih menu, kamu mau apa?" 

Lelaki itu Satria, meletakkan buku menu di tengah mereka supaya Meta juga bisa melihat menunya,"Mie level 5 dan es teh."

"Aku pesenin dulu." Meta mengangguk, pandangannya tidak lepas dari punggung lelaki berkemeja putih itu, kemarin akhirnya mereka memutuskan untuk makan siang bersama hari ini.

Lelaki itu kembali ke meja, menyerahkan paper bag kuning yang dia sembunyikan di bawah meja pada Meta. Anggap saja untuk memulai interaksi mereka, dan dalam rangka penyelamatan tanaman anggrek supaya masih tetap tumbuh dengan baik.

"Jadi?" tanya gadis itu ketika melihat apa yang lelaki itu berikan, dia tidak menyangka akan mendapatkan sesuatu.

"Lebih baik kamu rawat ini sementara tumbuhan mu ku rawat." Meta tidak pernah terfikir untuk memiliki replika bung dari lego itu, membayangkan betapa rumitnya dia harus menyusun semuanya.

Gadis itu mengangguk dengan wajah serius, menatap Satria mengingat akar pertemuan mereka,"Kamu minta bayaran apa atas jasa profesional mu?"

"Tidak bisa dibayar dengan harta," kata lelaki itu dengan wajah serius juga, ehhh kapan wajah Satria tidak serius?.

Meta masih melanjutkan percakapan mereka walaupun melihat makanan mereka datang,"Sepertinya rumit, perhitungan sekali."

"Sebagai manusia kita harus bisa memanfaatkan keadaan." Pandangan Satria tak lepas dari Meta yang menatap pesanannya penuh minat, gadis itu lapar atau apa?.

Meta hanya sedikit tersenyum mendengarnya,"Prinsip yang bagus."

"Terima kasih." Satria melempar senyum pada pramusaji, di ikuti Meta.

Mereka memulai makan siang mengingat waktu mereka pun terbatas, karena harus kembali ke kantor masing-masing sebelum jam istirahat habis,"Ini mie pedas ter enak sih di sini, aku kira bakal susah nemu mie begini lagi." 

Satria minum untuk menjeda makannya menanggapi Meta,"Kamu sering makan mie kayak gini?" 

Gadis itu mengangguk,"Di kota dulu aku kerja sih sering banget, sekarang karena di sini nggak ada cabang mie pedes itu jadi udah nggak pernah." Karena dia merantau di kota besar serba ada dan waktu 3 tahun sudah cukup untuk Meta paham dengan kota itu, ketika pulang semua menjadi serba terbatas karena kota asalnya hanya kota kecil saja.

Satria mengangguk paham, dia sudah banyak mendengar tentang gadis di hadapannya itu sebenarnya, karena bertahun-tahun kenal dengan Arya dan keluarganya,"Memang kenapa kamu memutuskan pulang?" 

"Ya kan Arya mau kuliah, aku udah merasa cukup di sana juga." Meta masih diam berfikir sampai dilanjutkan dengan,"Posisiku juga serba salah di mata orang, pulang katanya sayang sekali dengan kerjaan, nggak pulang kasihan sama bapak-ibu." Tetapi setelahnya gadis itu mengangkat bahunya seolah tidak lagi perlu memikirkan itu.

Tetapi Satria menatap gadis itu dengan senyum kecil, paham dengan gadis itu yang sepertinya menyembunyikan sesuatu tetapi menghargai Meta yang belum bisa bercerita lebih lagi. 

"Kamu sendiri kenapa malah pindah ke kampung?." Meta heran karena dia yang lahir di desa saja ingin tinggal di kota saja, tetapi lelaki itu malah sebaliknya.

Satria mengusap bibirnya dengan tisu, menatap Meta yang masih memakan udang kejunya,"Ingin dekat dengan bisnis." 

"Harus banget sampai pindah tempat tinggal?" 

"Lebih nyaman tinggal di sana, udara lebih bersih dan lingkungan sosialnya juga baik, dulu tahun pertama bisnis di sana aku harus ke sana di hari libur ngajar, atau kalau ada hal mendesak sepulang ngajar langsung ke sana." Cerita Satria sambil melihat tanaman di tengah meja mereka juga sesekali melihat Meta.

Meta menatap lelaki di hadapannya heran,"Terdengar menguras tenaga dan waktu."

Lelaki itu mengangguk setuju,"Mengejar impian memang menghabiskan waktu, tenaga dan uang juga, itu kenapa kita tidak boleh menaruh harapan dan impian ke manusia." Memang begitu kan? berharap pada manusia besar sekali kemungkinan kecewanya.

"Apa nggak takut bakal gagal setelah usaha yang segitu banyak?" Meta sekarang memfokuskan dirinya pada lawan bicara, Satria tampak santai walaupun wajahnya terlihat serius, sudah bentukannya seperti itu.

Satria menegakkan tubuhnya dan menghela nafas,"Nggak bisa di hindari, sebagai manusia kita cuma bisa usaha yang terbaik, hasil itu urusan tuhan, kalau berhasil ya Alhamdulillah dan kalau belum berhasil berarti itu pilihan Allah, dan kita juga harus bersyukur atas itu."

Mata Meta menyipit karena dia tersenyum mendengar balasan Satria barusan, bagus juga prinsipnya, sepertinya mereka bisa nyambung,"Kalau ketemu orang dengan penuh ambisi kayak kamu, kadang aku ada rasa menyesal kenapa aku nggak mengerahkan tenaga dan waktu seperti itu."

Lelaki itu hanya tersenyum, dia harus mengartikan ucapan gadis itu sebagai pujian atau apa?,"Kamu sudah merasa cukup dengan hidupmu belum?"

Meta jelas mengangguk mantab,"Setiap yang terjadi itu bukan tanpa alasan kan? bisa jadi memang itu do'a yang dulu, atau kita belum siap dengan hal yang kita inginkan itu." Banyak sekali hal bahagia yang sudah di lewati, Meta tau semua ada waktunya.

"Kayaknya kita harus balik sekarang," sambung Meta melihat orang-orang kantor mulai bubar dari restoran.

Satria melihat jam tangannya, menatap Meta lagi,"Aku antar ke kantor."

"Cuma di sana aja tuh, kelihatan gedungnya." Meta tertawa menunjuk gedung tempat kerjanya yang jelas terlihat, tidak perlu sampai di antar pun tidak masalah.

Lelaki itu menatap gedung di seberang jalan sana dan Meta dengan sepatu haknya,"Capek nanti jalan kaki."

"Nggak apa-apa, yuk." Dan Meta masih kekeh untuk tidak ingin di antar, jika dirinya bisa sendiri kenapa harus melibatkan orang lain, apalagi Satria juga pasti harus segera kembali ke kampusnya.

Bersambung....
Segini dulu yakkk wkwk
Lumayan mengobati kangen sama kalian :') hehe
Semoga suka dan bisa mengambil pelajaran dari setiap ceritaku...
See you
Salam

Kuncup Peony 🌷

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang