BAB 15. 1020

13 12 0
                                    

"Sebenarnya aku sudah tahu kalau kamu dan beberapa murid termasuk alumni menyelidiki tentang seleksi alam." Pengakuan 1011 membuatku terdiam tak berkutik. Aku menutup mataku, mencoba mengatur napas agar tetap tenang. 1011 adalah temanku, dia baru saja mengungkapkan perasaannya, aku harap dia tidak akan memberitahu siapapun tentang rahasiaku.

"Jadi, kamu berada di pihak siapa?" tanyaku berusaha mencari kepastian. Jujur saja aku berharap dia berada di pihak kami. Alangkah lebih bagus lagi kalau dia mau bergabung bersama kami dalam penyelidikan ini.

1011 terdiam, dia mengalihkan pandangannya, menyapu pandang ke sekeliling kami, lalu kembali menatapku. Tatapan lembut dari matanya selalu membuatku tenang saat beradu pandang dengannya. Aku yakin, dia orang baik, dan aku yakin, dia memang mencintaiku.

"Coba pikirkan, sekolah ini sudah berumur satu abad, tapi peraturannya masih sama seperti dulu, tidak ada satupun yang berubah, termasuk seleksi alam." Yang dikatakannya benar juga, pasti ada alasan kenapa seleksi alam masih ada sampai sekarang. Pulau ini punya batas beban, itu salah satu alasan yang nyata kebenarannya.

"Apa mungkin semua murid hanya diam saja saat tahu tentang seleksi alam? Tidak, pasti dari mereka ada yang tergerak untuk menyelidikinya, sama seperti yang kamu lakukan sekarang." Kali ini juga benar, setidaknya dari 1000 lebih murid Wonderland Academy dari generasi pertama hingga sekarang, pasti ada yang menyelidiki seleksi alam entah dengan alasan penasaran atau karena ingin bertemu orang tuanya yang menjadi korban seleksi alam.

"Sudah mengerti?" Aku mengangguk. Rasa penasaran menyeretku masuk dalam penyelidikan ini. Harusnya aku diam saja, menjalani hidup sebagai murid Wonderland Academy yang fokus belajar dan mengasah kemampuan bertahan hidup. Lalu lulus dan melupakan semua rahasia kelam sekolah ini.

Baiklah, dulu aku memang ikut penyelidikan karena penasaran dan merasa misi ini adalah tantangan yang menyenangkan. Sekarang aku punya alasan lain, yaitu menghentikan siklus seleksi alam agar tidak ada lagi anak yang tumbuh tanpa mengenal orang tuanya, tidak ada lagi orang tua yang menderita karena terpisah dengan anaknya. Seleksi alam sangat tidak berperikemanusiaan.

"Sebagai mata-mata, aku tahu siapa saja yang akan jadi korban seleksi alam di kelas kita. Kamu tidak masuk dalam daftar itu, artinya kamu akan lulus dari sini dan bisa kembali berkumpul dengan keluargamu. Fakta lainnya, karena kamu bukan korban seleksi alam, artinya keturunanmu juga akan terbebas dari kutukan itu, karena seleksi alam sistemnya turun temurun."

Aku lega mendengarnya, tapi aku tidak seegois itu, meski keluargaku bebas dari tragedi seleksi alam, tetap ada empat anak yang harus berpisah dengan orangtuanya pertahun. Andai peraturannya bisa diubah. Apa aku bisa mengubahnya?

"Jika setelah lulus dari sini aku direkrut menjadi tim lapangan, lalu aku berhasil bertemu denganmu lagi di luar sana, dan seandainya suatu saat kita menikah, anak kita juga akan terbebas dari seleksi alam karena aku adalah mata-mata," lanjut 1011. Sepertinya bukan hanya aku yang berpikir jauh hingga memikirkan nasib keturunanku di usia semuda ini, padahal menikah saja belum. Ternyata 1011 juga sudah memikirkan masa depan, dan ada aku di rencana masa depannya.

"Tapi keponakanmu akan menjadi korban seleksi alam. Kamu tidak berniat menyelamatkannya?" Perkataanku seakan menjadi tamparan keras bagi 1011. Cahaya matanya redup. Aku merasa bersalah karena sudah membuatnya sedih. Sejak tadi dia hanya mengatakan hal-hal baik untuk menyemangatiku, tapi aku malah melakukan hal sebaliknya.

1011 berbalik, dia duduk membelakangiku. Apa dia marah? Aku bukan 1012 yang pandai menghibur dan mencairkan suasana. Saat aku meminta maaf, 1011 malah memintaku untuk diam terlebih dahulu, katanya dia perlu waktu sebentar, hanya sebentar.

Di saat seperti ini aku mengharapkan kehadiran 1012. Biasanya aku kesal karena dia hobi menggangguku, tapi kali ini aku membutuhkannya untuk mencairkan suasana. Baru pertama kali aku didiamkan oleh 1011, aku tidak tahu harus berbuat apa. Padahal tidak apa-apa kalau dia ingin memarahiku, karena aku memang salah sudah mengatakan fakta pahit yang merusak suasana. Aku tidak suka didiamkan seperti ini.

"Hayoloh, lagi ngapain? Gibahin aku ya?" Senyumku merekah mendengar suara ini. 1012 tidak langsung duduk, dia menyadari ada yang aneh karena 1011 duduk membelakangiku. Konyolnya 1012 malah duduk di paling depan, aku benar-benar habis pikir melihat tingkah aneh bocah yang satu ini.

"Naik kereta api, tut, tut, tut, siapa hendak naik? Eh, bentar, liriknya salah kan, ya?" Dia menoleh ke belakang, meminta jawaban dari pertanyaannya. 1011 memukul lengan 1012, sepertinya dia tambah kesal karena tingkah aneh 1012.

"Koq matamu basah? Ditolak 1020, ya? Udah, jujur aja sama abangmu ini, biar abang ajarkan jurus jitu mencuri hati wanita." Sok bijak dan sok tua. Padahal tingkahnya masih seperti anak TK. Eh, apa jangan-jangan 1012 juga tahu kalau 1011 menyukaiku? Padahal di antara mereka, indraku yang paling peka, kenapa urusan percintaan aku justru menjadi si paling tidak peka.

1012 memaksa 1011 untuk berputar, kembali berhadapan denganku. Dia beralih ke sampingku, duduk tanpa jarak dan mendekatkan kepalanya ke telingaku. Aku tidak berani menghadap ke samping, jarak kepala kami terlalu dekat. Sebenarnya anak ini mau apa lagi, sih? Tuh, kan, baru sebentar aku sudah dibuat kesal. Meski begitu aku bersyukur dia datang tepat waktu dan memecah keheningan antara aku dan 1011.

"Coba perhatikan 1011 dan dengarkan aku dengan saksama, buka kupingmu lebar-lebar. 1011 itu murid terpintar di kelas kita, dia satu-satunya teman dekatmu saat kelas satu sebelum aku hadir di antara kalian tentunya. Dia baik, perhatian, pengertian, penyabar, mandiri, bisa diandalkan, teman yang setia, selalu ada. Apa itu tidak cukup untuk membuatmu jatuh cinta padanya? Aku saja diam-diam mengaguminya, dia panutanku."

Jadi ceritanya 1012 ingin menjadi tim sukses hubungan kami. Dia mengatakan segala kebaikan 1011, dan itu fakta. Masalahnya aku tidak tahu seperti apa rasanya jatuh cinta, aku tidak mengerti tentang jenis perasaan yang satu itu. Lagi pula umurku baru 14 tahun. Harusnya aku masih kelas tiga SMP, karena lulusan jalur akselarasi, aku bisa berada di sini, menjadi murid kelas dua SMA. Apa tidak terlalu cepat untuk jatuh cinta di usiaku yang masih terlalu muda?

"Aku mata-mata. Aku tahu 1020 merasa kalau aku berbahaya untuk misi kalian." 1012 terdiam, dia pasti juga perlu waktu untuk memahami maksud ucapan 1011. Sampai akhirnya dia menghela napas berat, aku yakin dia sudah mengerti kalau 1011 sudah tahu tentang misi kami, dan kami berada di pihak yang berlawanan.

SELEKSI ALAM 2 [END ✓]Where stories live. Discover now