BAB 16. 977 (Jevin)

14 12 0
                                    

788 sudah sadar, demamnya juga sembuh dengan cepat. Karena bersedia merawatnya, dia menganggap aku orang baik yang bisa dipercaya. Aku mengerti dia waspada terhadap orang asing karena merasa Tim Wonderland akan selalu mengawasinya.

"Kamu suka main alat musik?" Sepertinya dia bosan, sejak tadi kami hanya saling diam, fokus menonton film di televisi sambil memakan camilan.

Aku mengangguk, jujur saja aku suka menyanyi sambil bermain alat musik seperti piano atau gitar. Dulu aku anak band di SMP, dan band kami popular, lebih tepatnya aku yang tiba-tiba menjadi murid popular karena memiliki paras yang tampan dan suara yang sopan di telinga.

788 mengajakku ke ruang keluarga. Dia langsung duduk di depan piano yang terawat dengan baik karena tidak terlihat berdebu. Entah dia sering memainkannya, atau dia memang rajin bersih-bersih rumah. Dia memintaku untuk duduk di sampingnya.

"Bisa main piano?" 788 kembali bertanya, dan aku mengangguk. "Ayo kita main tebak nada. Peraturannya, kamu harus menebak judul lagunya, tapi tidak diucapkan, kamu hanya perlu menyambung nadanya agar aku tahu kamu menjawab dengan benar atau salah," lanjutnya. Sepertinya permainan ini menarik.

Seperti dugaanku, permainan ini terasa sangat menyenangkan. Ternyata bermain tebak-tebakan bisa seasyik ini. Tidak hanya bermain tebak lirik dan sambung nada biasa, kini aku diberikan selembar kertas berisi rumus nada. Jika kamu anak Pramuka, kamu bisa membayangkannya seperti sandi Morse, tiap huruf punya nada yang berbeda, nada-nada itu bisa disambung menjadi sebuah kata, atau dirangkai menjadi kalimat. Permainan sejenis inilah yang akan kami mainkan, tebak nada dengan rumus khusus.

Peraturan adalah aku tidak boleh menyebut jawabannya, tapi aku harus mengingat rangkaian katanya, lalu mengulang nada piano dengan rangkaian kata tersebut. Jika salah, 788 akan mengulanginya sampai aku berhasil menebaknya dengan benar.

Sekali lagi, aku menikmati permainan tebak-tebakan ini, dan aku bisa menebak semuanya dengan benar. 788 memintaku untuk mengulangi semua nada dari awal hingga akhir. Wah, ternyata dia ingin mengetes daya ingatku. Baiklah, akan aku tunjukkan bakatku dalam mengingat.

Saat memainkan pianonya, aku mengingat satu persatu kata yang tadi kami jadikan tebak-tebakan. Aneh, kata ini saling berhubungan satu sama lain, menjadi kalimat. Rasanya seperti mendapat petunjuk tentang sesuatu. Saat aku berada di nada akhir, aku tersenyum ke arah 788, aku mengerti, dia sedang membicarakan hal rahasia padaku.

Sebagai alumni Wonderland Academy, 788 bukan hanya diawasi oleh Tim Wonderland, tapi saat kelulusan dipasang alat pelacak dan perekam di dalam tubuhnya, demi menjaga rahasia Wonderland Academy. Setahuku alumni yang memberitahu rahasia Wonderland Academy akan diasingkan di pulau khusus, bukan hanya dirinya, tapi bersama keluarganya.

Nada rahasia dari 788 berisi pesan, dia meminta tolong padaku untuk melihat keadaan putranya di luar negeri. 788 tidak bisa menemuinya, karena dia tidak boleh terlihat mencurigakan bagi Tim Wonderland yang mengawasinya. 788 bersedia menanggung semua biayaku selama di sana, mulai dari tiket pesawat, biaya transportasi, penginapan, dan biaya makan.

Ternyata putra 788 masih hidup. Entah seperti apa detailnya, aku tidak bisa banyak bertanya karena sulit untuk membicarakan hal ini dengannya. Aku mengatakan kalau aku akan melakukannya, tapi aku hanya bisa berlibur satu hari di sana karena aku harus menyelesaikan tugas kuliah. Karena sedang menyamar menjadi mahasiswa, aku bisa menjadikan tugas kuliah sebagai alasan, padahal tugas asliku jauh lebih penting dari itu.

Karena tidak ada alat pelacak di tubuhku, aku merasa kalau aku bebas pergi ke mana saja. Jadi tidak masalah kalau aku pergi ke luar negeri sehari untuk melihat keadaan putra 788. 788 berharap banyak padaku, aku tidak tega menolak permintaannya. Dia bahkan sangat mempercayaiku, makanya dia memilih meminta tolong padaku.

***

Berlibur ke luar negeri tidak termasuk ke dalam daftar keinginanku, tapi berhubung aku dapat tiket gratis dan ada yang menjamin semua biaya keperluanku selama di sini, aku tidak mau membuang kesempatan emas yang muncul begitu saja.

Saat aku menyetujui permintaan 788, dia langsung memesan tiket pesawat dalam waktu dekat. Sekarang aku sudah sampai di tujuan. Beruntung ingatanku kuat sehingga aku masih mengingat alamat yang diberikan oleh 788, dia juga memintaku membawa foto keluarganya sebagai bukti bahwa aku adalah utusan darinya yang ingin menyampaikan pesan kepada putranya yang sedang menyamar menjadi putra temannya.

Dari bandara, aku naik taksi ke alamat tujuan. Tidak perlu mencari penginapan, karena aku berniat langsung pulang hari ini juga. Aku tidak bisa berlama-lama di sini agar orang-orang tidak curiga. Aku beralasan menengok nenekku yang sakit, jadi aku bisa izin sebentar dari tugas KKN. Setidaknya alasan itu membuat para mahasiswa yang menjadi rekanku merasa iba dan menyuruhku untuk segera berangkat, begitu juga pak Ravi selaku RT setempat.

Tidak jauh dari bandara, taksi berhenti di depan sebuah rumah mewah yang sangat besar dan memiliki halaman super luas. Aku kembali mengingat alamat yang diberikan, takut salah mengunjungi rumah orang. Nomor rumah yang tertera di pagar membuatku yakin kalau aku sudah berada di depan rumah yang tepat.

Perjalananku singkat, karena negara ini adalah salah satu negara tetangga Indonesia. Katanya pemilik rumah ini adalah teman kuliah 788. Aku akan tahu cerita lengkapnya setelah bertemu dengan mereka.

Sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah yang masih tertutup, pagar itu otomatis tebuka, tapi sang pengendara tidak langsung masuk. Kaca mobil bagian belakang terbuka, terlihat seorang anak laki-laki mengenakan seragam sekolah menatapku dengan penuh tanda tanya. Aku memperlihatkan foto keluarga 788 dan dia langsung memintaku masuk ke mobilnya.

Mobil kembali bergerak, masuk ke halaman, dan berhenti di depan teras. Aku dan anak laki-laki itu turun, lalu dia mempersilakanku untuk masuk ke rumahnya. Wajahnya tidak mirip dengan putra 788 yang ada di foto ini, tapi sepertinya dia mengenal 788.

Aku menunggu di ruang tamu, dan anak itu kembali ke ruang tamu seusai berganti pakaian, ada dua orang dewasa berjalan bersamanya, ikut duduk di ruang tamu bersamaku. Sepertinya mereka adalah tuan dan nyonya pemilik rumah mewah ini.

"Saya Robi. Apa ayah yang mengirim kakak ke sini?" Dia berbicara dengan bahasa Indonesia. Baguslah, berarti aku tidak perlu repot-repot berbicara dengan bahasa asing.

"Pak Rei ingin saya mencari tahu tentang keadaanmu. Dia sangat khawatir," jawabku. Aku sengaja menyebut nama ayahnya agar tidak dicurigai mencuri foto ini secara diam-diam dari rumahnya.

"Aku juga rindu ayah. Terima kasih sudah datang. Titip salam untuk ayahku, tolong katanya kalau aku bahagia tinggal di sini, jadi ayah tidak perlu khawatir lagi," balas Robi dengan berlinang air mata.

Robi menceritakan detail kejadian hari itu, tentang rencana ayahnya yang memalsukan kematiannya, dan mengirimnya ke sini untuk menjadi putra temannya. Sebenarnya teman 788 baru saja kehilangan putra semata wayang mereka, tapi mereka merahasiakan kematian putranya dan pindah ke rumah baru, karena itu Robi bisa mendapat indentitas baru sebagai putra mereka.

788 merencanakannya dengan matang. Dia bahkan menyiapkan dokter bedah plastik untuk mengubah tampilan fisik Robi agar mirip dengan anak temannya. Teman 788 mengaku duka mereka terobati berkat kehadiran Robi, mereka menganggap Robi seperti putra mereka sendiri.

Usai sudah penyelidikanku tentang keluarga 788. Aku tidak bisa memberitahu pada Tim Wonderland tentang hal sebenarnya. Mau tak mau aku harus mengarang cerita untuk membuat laporan bahwa putra 788 benar telah meninggal dalam kebakaran itu.

SELEKSI ALAM 2 [END ✓]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora