11. Perhitungan Dua Weton

7.8K 1.3K 577
                                    

"Dua orang cewek, tolong gantiin baju Wilona sama yang baru. Pakein jaket juga biar anget."

Akhirnya Ares berani mengambil keputusan keluar kamar. Setelah menjadi orang yang paling setia menemani Wilona sebagaimana gadis itu bisa diajak bicara. Lelaki itu baru saja mengganti pakaiannya. Dilengkapi jaket parasut dan topi hitam, Ares duduk di samping Asmara. Beberapa menit ke belakang, Pak Kades berpamitan dulu tepat setelah adzan Isya berkumandang. 

Tugas Ares kali ini digantikan oleh Kinanti dan Lana yang berdiri kompak sempurna padahal tidak janjian. Keduanya seakan sadar diri bahwa tidak ada lagi perempuan yang bisa diandalkan menjalankan permintaan Ares. Terlihat Asmara, Elisa dan Issa yang lebih banyak diam dirundung kegelisahan. Siapa juga yang tidak merasa keselamatannya terancam jika dikirim teror mengerikan secara terang-terangan semacam itu.

"Res, yakin mau berangkat malem ini?" Semua tatap mata langsung tertuju pada Asmara yang baru saja memecahkan keheningan. "Hujannya baru reda, jalanan hutan pasti becek. Belum lagi gelap. Apa nggak besok aja?"

"Mau besok atau sekarang juga sama-sama perjalanan malem, Ra." Ares menjawab seakan tidak memberi kesempatan sanggahan. "Lebih cepet lebih baik. Kasihan juga Wilona kalau harus ditunda-tunda."

"Jangan berdua doang kalau gitu perginya, bertiga," usul Jagatra. Tidak bisa dipungkiri, bahwa keharusan untuk mendaki bukit di malam hari adalah sesuatu yang kurang mereka kehendaki. "Tambah satu lagi biar kalau ngambil keputusan enak, nggak genap."

Ares yang merasakan kekhawatiran dari teman-temannya mengangguk menyetujui. "Selain gue sama Dewa, ada yang mau?"

"Kal! Ikut gue hayuk!" Tiba-tiba Dewa mengajak dengan nada paksa sampai menarik-narik tangan Haikal yang mendadak pura-pura lemah tidak bertenaga.

"Bukannya nggak mau," ucap Haikal sedikit meringis dramatis. "Tapi nanti siapa yang doain lo semua?"

"Iya bener! Dia juga mau collabs bareng gue, biar doa anak yatim dan piatu menembus langit yang sama, pasti doanya cepet diijabah," sambung Raline.

"Agak rabun ya tsay penglihatan gue sekarang." Gilang langsung mengucek matanya. Matanya yang sipit, semakin dia sipitkan. "Mau kasihan, tapi gue juga gituh."

Issa terbahak lepas kontrol. "Gue ada nih bokap dua, nyokap dua, mau nggak? Gue sewain."

"Bagus!" seru Dewa memberi dua jempol. "Pintu Surga kan ada di telapak kaki Ibu, nanti lo bisa milih mau masuk pintu yang mana. Privillage itu, lumayan!"

"Privillage pala lo adudu! Broken home itu namanya!" sambar Jeano keceplosan.

Seketika Issa menoyor belakang kepala lelaki yang duduk lesehan di bawahnya. "Pake diperjelas lagi! Bangsat kau!"

"Astaga maaf Issayangggg," panik lelaki itu kalang kabut. Sampai hendak mencium tangan Issa. "Gue kira bukan Issayang yang ngomong. Tapi tenang, sekarang boleh broken home, nanti di masa depan, kita bangun keluarga cemara bersama. Mau ya? Ya? Ya? Ya?"

"Jangan mau, Sa," timpal Elisa. "Suara lo aja gak dia kenal. Si Jeano ngedeketin lo cuman buat penghibur KKN aja."

"Betul betul betul!" Haikal menjadi kompor. "Madam Elisa ini kalau ngomong suka bener."

Seketika Jeano menatapnya tajam sekali. "Lo diem jingan! Jangan sampe gue jadiin lo Haikal geprek!"

"Neng Alin, takut," adu Haikal langsung bersembunyi di sisi tubuh Raline. Yang langsung menepuki pipi lelaki itu. Haikal yang merasa dibela menjulurkan lidah ke arah Jeano yang merah padam.

Keributan itu seketika teralihkan pada suara pintu yang dibuka oleh Kinanti. "Res, Wilona udah rapi."

"Makasih, Ki," ucap Ares berdiri. Sesaat dia menghela napas. Semakin membulatkan tekad dan beralih pada Dewa. "Lo udah siap-siap?"

KKN NAWASENA 88 (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now