21. Mereka yang Hampir Bahagia

5.6K 912 253
                                    

“Tra, ini jaring gawangnya disimpen di mana?” tanya Gilang terlihat tidak semangat saat berpapasan dengan Jagatra yang tengah mengangkat satu kardus air mineral gelas.

Sesaat kening Jagatra berkerut. “Di tengah lapang, kayak ring bulu tangkis.”

“Lagi gak mau bercanda,” ucap Gilang ketus. Gurat matanya terlihat sangat lelah sekaligus ngantuk berat.

“Langsung dipasang aja, Lang,” balas Jagatra akhirnya.

Jempolnya dia acungkan sebelum melengos begitu saja. Gilang berjalan gontai dengan punggung yang sedikit membungkuk seperti lansia.

Apa yang terjadi kepada Gilang menjadi hal yang Jagatra maklumi. Karena saat dia mendekat ke tenda biru tempat panitia, Jagatra juga menemukan Lana dan Wilona yang wajahnya tidak jauh seperti Gilang. Dua gadis yang biasanya cerewet tidak mau lepas dengan microphone itu tiba-tiba hanya bisa menggolekan kepalanya di atas meja. Dengan kantung mata tebal dan mulut yang tidak berhenti menguap lebar. Besar keinginan untuk curi-curi waktu tidur, tapi suara bising sound sistem yang berada tidak jauh didekatnya mengganggu ketenangan.

Sebagaimana yang sudah disepakati ketika rapat terakhir sampai jam tiga dini hari, program kerja bersama yang bertemakan "Sebuja : Sehat Bugar Jasmani" resmi digelar. Meski sempat dihentikan untuk memberi waktu kepada mereka yang menunaikan solat Jumat.

Sebenarnya bukan karena itu, tetapi proses yang dilalui hingga berada di tahap ini sudah sangat membaja fisik mereka. Terhitung dua hari ke belakang mereka menginap di balai desa. Hari ini saja, bahkan sebelum matahari terbit, tubuh-tubuh mereka sudah berada di lapangan Desa Kerajan. Dihadapkan segudang tugas yang mendesak minta diselesaikan tepat waktu.

Ini bukan kali pertama mereka bekerja di bawah tekanan, tenaga itu terus menerus diporsir di empat hari sebelumnya untuk kegiatan yang sama penting dan sibuknya. Apalagi dengan kualitas tidur yang semakin hari semakin memburuk. Bisa tidur tiga jam per hari itu sudah banyak syukurnya. Ditambah asupan gizi yang mengandalkan makanan instan karena terlalu lelah untuk bercapek-capek di dapur. Semua yang sudah terjadi membuat beberapa orang tidak punya effort untuk menutupi kelelahannya.

Tapi sekali lagi, tidak peduli seberapa lelah dan capeknya, ketika Maraka meminta mereka untuk berkumpul, Lana dan Wilona tetap menurut. Ikut melengkapi lingkaran yang sudah hampir sempurna.

Dengan rambut sedikit basahnya, Maraka memperhatikan satu per satu wajah anggotanya. “Jam setengah dua kita mulai. Ada waktu setengah jam lagi sebelum kick off. Semuanya beres kan?”

Meski semua sudah mengangguk kecil, Maraka tetap memastikan satu per satu. Semua orang pun tahu, bagaimana perfeksionisnya Maraka. “Kal, lo wasit hari ini, ready?”

“Aman," balas Haikal yang memakai kaos Persib Bandung official. “Duit logam, peluit, kartu merah, kartu kuning udah di saku.”

“Hakim garis siapa?”

“Gue sama Jeano. Kalem, Bang. Kita udah minum susu sapi. Ntar larinya kayak sapi gak bakal melehoy,” kata Dewa meyakinkan.

“Medis? P3K lengkap?”

“Lengkap.” Walau dari Kedokteran Hewan, Elisa tetap menjawab pasti.

“Host sama komentator, Raline lo jadinya sama siapa?”

Perempuan yang memakai kaos kebanggaan Argentina pun tentu menjawab semangat. “Sama Gilang.”

“Gue?” Mulut Gilang berkata tanpa suara. Menunjuk dada sendiri dengan lesu.

“Tadi kita udah latihan anjir, masa lo lupa? Nanti pembawaannya ala-ala Bung Kus sama Valentino Jebret,” jelas Raline yang sangat tidak sabar.

Padahal Gilang hanya iseng meladeni waktu itu. Tapi malah terseret-seret. Sebenarnya Gilang sedang ingin mode diam membatu, bukan malah banyak omong seperti itu nantinya.

KKN NAWASENA 88 (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now