Bab 1. Kemana Larinya Sibuta Tadi?

90 11 0
                                    

HHH! Kalau begini terus, bisa-bisa aku menjerit nanti! kata wanita bermantel hujan itu dengan kesal, pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang angin kencang menyapu. Payung terbuka yang dipegang wanita itu disentakkan angin sehingga terbalik ke atas. Air hujan bertemperasan dibuatnya, membasahi kaca jendela toko-toko yang berjejer di tepi Wilshire Boulevard.

Bob Andrews yang saat itu sedang berdiri di halte bis, untuk sesaat mengira wanita itu benar-benar akan menjerit, melihat caranya mendelikkan mata menatap payungnya yang rusak. Kemudian dipandangnya Bob dengan sikap menuduh, seakan-akan semua itu karena kesalahan Bob. Tapi tahu-tahu wanita itu tergelak.

Sialan! katanya. Dicampakkannya payung rusak itu ke tong sampah yang terdapat di tepi trotoar. Salahku sendiri, kenapa keluàr juga, meski sudah tahu sekarang ini di kawasan California sedang sering hujan dan angin."

Wanita itu menghampiri bangku yang ada di sebelah papan tanda halte bis, lalu duduk di situ.

Bob menggigil. Ia menyempitkan bahunya, menahan kelembapan udara dan hawa dingin. Sepanjang ingatannya, belum pernah dialaminya bulan April yang begitu basah. Dan bukan cuma sangat sering hujan, tapi juga dingin! Saat itu hampir pukul enam sore, hari Senin Paskah. Hari sudah gelap, karena cuaca mendung.

Sudah siang tadi Bob tiba di Santa Monica, karena disuruh ibunya mendatangi sebuah toko kain untuk membeli pola gaun. Ia tidak berkeberatan menggunakan masa liburan musim seminya untuk melakukan tugas itu. Tapi kini rasanya ia sudah begitu lama menunggu datangnya bis untuk kembali ke Rocky Beach. Untuk kesekian kalinya, dengan jengkel dikeringkannya kaca matanya yang basah kena air hujan.

Ah, orang buta itu datang lagi, kata wanita yang duduk di bangku.

Bob mendengar bunyi tongkat diketuk-ketukkan ke trotoar dan gerincing uang logam dalam mangkuk kaleng. Ia menoleh ke arah bunyi itu.

"Kasihan," kata wanita itu iagi. "Belakangan ini ia sering nampak di sekitar sini. Setiap kali berjumpa, aku selalu memberinya uang sekadarnya."

Wanita itu mencari-cari dalam dompetnya, sementara orang buta itu semakin mendekat. Bob melihat bahwa orang itu kurus dan bungkuk. Kerah jasnya yang kumuh dilipat ke atas untuk menutupi telinga, sedang topi petnya yang terbuat dan bahan kain dibenamkan dalam-dalam menutupi kening. Matanya terlindung di batik kaca mata hitam. Sepotong kardus dengan tulisan rapi digantungkan dengan peniti pada bagian depan jasnya. Kertas kardus itu ditapisi dengan plastik supaya tidak basah. Tulisannya berbunyi, "Saya tunanetra. Semoga Tuhan memberkati Anda

Cuacanya tidak enak, kata wanita tadi sambil berdiri, lalu menjatuhkan sekeping uang ke dalam mangkuk yang dipegang orang buta itu.

Orang itu mengatakan sesuatu dengan suara tidak jelas. Tongkatnya yang dicat putih diketuk-ketukkan pada tepi trotoar, lalu dipukulkan ke bangku. Ia mengetuk- ngetukkannya sepanjang tepi bangku itu dulu. Setelah itu ia duduk.

Bob dan wanita tadi masih memperhatikan orang itu sesaat. Kemudian mereka memalingkan muka, menatap jendela-jendela bangunan bank yang terang benderang—yang terdapat di seberang jalan.

Ruangan bank itu nampaknya baru saja selesai dibersihkan. Kursi-kursi di dalamnya diatur pada tempat-tempat semestinya, dan meja-meja pelayanan kelihatan mengkilat. Ada dua orang yang melakukan tugas membersihkan di situ. Satu di antaranya pria berambut kelabu gondrong. Ia memakai pakaian kerja tanpa lengan. Rekannya wanita, bertubuh pendek gempal. Mereka berdiri menunggu di pintu bank yang membuka ke serambi depan bangunan, di mana bank itu berada.

Seorang satpam berpakaian seragam bergegas-gegas datang dari sebelah belakang ruangan bank, membawa seberkas anak kunci. Ia bercakap-cakap sebentar dengan kedua pekerja yang menunggu itu. Kemudian dibukakannya pintu bank, dan kedua orang itu melangkah keluar.

[1981]  (31) Trio Detektif : Misteri Pengemis Bermuka RusakWhere stories live. Discover now