Bab 3. Pria Misterius

48 7 0
                                    

JUPITER mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Dirasakannya bulu tengkuknya meremang.

Saya cuma hendak.. katanya.

Harap diam! kata orang yang ada di belakangnya.

Terdengar bunyi langkah orang berjalan di lantai papan. Pria beruban yang datang dengan mobil merah beberapa menit yang lalu, muncul di ambang pintu ruangan besar. Ia berdiri bertopang pada tongkatnya, sambil memandang Jupe dengan kepala agak dimiringkan ke samping. Kelihatannya seperti heran.

Ada apa, Don? katanya. Siapa dia?"

Kening Jupiter berkerut. Ia rasanya seperti mengenal orang yang baru muncul itu. Tapi Ia tidak yakin apakah cuma suaranya, atau sikap kepalanya yang agak dimiringkan. Pernahkah ia berjumpa dengan orang itu? Jika ya di mana? Dan kapan?

Anak ini masuk tanpa diundang, kata orang yang menodong Jupiter dari belakang. Ia berdiri di sini, sambil mendengarkan Anda menelepon.

Saya cuma ingin menanyakan jalan, kata Jupe. Pada papan yang terpasang di luar, saya tadi membaca tulisan, Charlies Place. Bukankah ini restoran? Dan saya bukan masuk tanpa diundang. Ini kan tempat untuk umum, dan pintu depan terbuka.

Tempat ini dulu memang restoran, kata si pria beruban. Ia mendatangi Jupiter sambil tersenyum. Dan pintu depan memang terbuka.

Kini Jupiter melihat bahwa pipi orang itu kemerah-merahan dan hidungnya yang mancung dan tipis terbakar matahari. Kulitnya terkelupas di sana-sini. Sepasang matanya di bawah alis yang tebal, kelihatan sangat biru warnanya.

Tenang sajalah, Anak muda, katanya. Don takkan mungkin bisa menembakmu, juga apabila ia ingin melakukannya."

Dengan hati-hati Jupiter menurunkan kedua lengannya, lalu berpaling untuk melihat orang yang dipanggil dengan nama Don Itu.

Kau menyangka aku punya pistol, kata orang yang ditatapnya dengan nada puas. Jupiter melihat bahwa orang itu orang Asia. Ia hampir sepantar dengan Jupe.

Tubuhnya langsing, sedang wajahnya bersih dan ramah. Di tangannya tergenggam

sendok kayu yang gagangnya ditudingkan ke arah Jupe. Kau lihat ini bukan pistol, katanya. Tipuan ini kutiru dari televisi.

Hoang Van Don ini baru saja datang dari Vietnam, kata pnia beruban itu. Sekarang ia sedang belajar bahasa inggris, dengan jalan menonton film-film yang diputar pada saat tengah malam. Tapi kulihat sekarang bahwa kecuali belajar bahasa Inggris, Don juga mempelajari hal- hal lain yang bermanfaat pula.

Orang Vietnam itu membungkuk.

Jika terkurung dalam ruang tingkat atas, cara yang benar untuk lari adalah dengan membuat tali dari kain seprai. Jika tidak ada seprai, meluncur turun lewat pipa saluran air.

Ia membungkuk lagi, lalu masuk ke ruangan yang dulunya kedai kopi. Jupiter mengikutinya dengan pandangan heran.

Kau hendak menanyakan jalan? tanya pria yang beruban. Jupiter terkejut.

0 ya, betul, katanya buru-buru. Di depan ada parit menggenangi jalan, sesudah rumah ini. Jupiter menunjuk ke arah depan rumah. "Apakah di seberang genangan itu masih ada jalan terus? Adakah tempat di mana kami bisa menyeberanginya, atau haruskah kami kembali lagi ke jalan raya?

"Di seberang parit itu tidak ada jalan lagi, karena memang hanya sampai di situ saja. Dan jangan coba-coba menyeberangi parit itu, karena lumayan juga dalamnya. Kau pasti hanyut.

Oh, kata Jupiter, yang hanya mendengarkan sambil lalu saja. Perhatiannya terarah pada salah satu kotak kardus yang terdapat di sebuah sudut ruang serambi itu. Isinya sekitar setengah lusin buku yang semuanya berjudul sama. Buku-buku itu bersampul hitam, dengan tulisan berhuruf merah menyala. Gambarnya berupa sebilah belati yang terhunjam menembus selembar kertas dokumen. Buku itu berjudul Warisan Terkutuk.

[1981]  (31) Trio Detektif : Misteri Pengemis Bermuka RusakWhere stories live. Discover now