CHAPTER: 43

25.8K 2.1K 252
                                    

Baru update lagi nih hehehehe. Bisa dong tembus 1K lebih👉🏼👈🏼

DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT GUYS! BIAR AKU MAKIN SEMANGAT.

BACA PELAN-PELAN BIAR FEEL❣️

♡♡♡♡

CHAPTER 43: Vienna is Crying.

♡♡♡♡


"YESS JALAN-JALAN BARENG SHAKA!!" teriak Viena senang. Saking senangnya Viena berjingkrak-jingkrak di atas kasur berseprai pink. Akhirnya Shaka mengajaknya pergi keluar setelah sekian lama. Viena rindu berduaan dengan laki-laki kasar itu.

Biarpun kasar bagi Viena Shaka adalah segalanya di dunia ini. Viena menemukan Shaka seperti Viena menemukan berlian berharga. Laki-laki yang cukup gengsi itu memiliki nilai plus di mata gadis lugu seperti Viena.

Semoga dengan momen ini mereka akan semakin dekat tak terpisahkan. Viena tidak peduli apa yang sedang Shaka sembunyikan selama ini, ia tidak akan memaksa untuknya jujur. Namun bisa kah Shaka terus bersamanya?

Viena harap bisa. Karena ia menginginkannya.

"Viena," panggil Rayan yang memasuki kamar Viena tanpa mengetuk.

Viena berkedip cepat. Acara lompat berhenti ketika melihat Rayan di sana. Gadis itu perlahan turun. Menghampiri Rayan dengan langkah perlahan. "Kenapa Rayan?" tanyanya polos.

"Kenapa teriak-teriak? Ada sesuatu?"

Viena menyengir kuda. "Enggak ada kok! Tadi cuma Shaka ajak aku jalan-jalan ke taman! Aku seneng banget."

"Oh? Kapan?" Dahi Rayan berkerut samar.

"Pagi ini! Tapi aku mamam dulu baru ke sana."

"Mau gue anter?"

"Tidak usah Rayan. Aku tahu kok lokasinya. Tahu pula caranya, nanti dari sini kita cari taksi, lalu kasih tahu lokasinya dan berhenti di sana deh! Mudah sekali!" seru Viena berusaha untuk tidak melibatkan Rayan dalam urusannya.

Mulai sekarang Viena bertekad untuk tidak merepotkan siapapun lagi. Viena tidak mau banyak orang yang salah paham dengannya seperti kejadian Karin saat itu. Viena tidak tega, ia sedih di salahkan apalagi melihat Karin dimarahi oleh Rayan.

"Gak ada penolakan. Lo tetep gue anter."

Ucapan Rayan membuat Viena mendongak menatap. "Tapi Rayan, aku beneran bisa sendiri."

"Lo tanggung jawab gue di sini."

"Tapi aku bisa!"

"Musibah gak ada yang tahu Viena," ujar Rayan sembari memegang bahu Viena lembut. Viena yang merasakan itu sontak menipiskan bibir. "Gue tetep anterin lo."

"Rayan, tapi ini gak perlu. Kalau Rayan begini terus kapan aku bisa mandiri?" bisik Viena sendu. "Rayan juga punya urusan sendiri kan? Aku gak mau ngerepotin—"

"Lo gak ngerepotin gue!" sela Rayan tegas.

"Rayan aku serius, aku bisa—"

"Jam berapa?" serobot Rayan cepat. Tubuh laki-laki itu menjauh.

"Rayan—"

"Jam berapa, Viena?" Rayan bertanya ulang.

Tanpa menatap Viena lantas menjawab, "Jam 9..." katanya pelan dan pasrah.

My Little Girl [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon