Kian & Kale

137 11 17
                                    

Chapter ini hanya filler semata. Kisahnya Kale sama Kian yang nggak jelas mau dibawa kemana...

----

Malam itu, sepulang dari kantor polisi, Kale dan Kian melipir sebentar. Kata Kale, mau nenangin emosi Kian yang masih nggak beraturan. Sebenernya, Kian cukup tenang ketika berurusan sama polisi dan berdebat sama si preman bertato yang baru aja diringkus itu. Cuma, dia emosian banget kalo Kale udah mulai ngeluarin jurus talk-no-jutsu nya yang bisa memicu pertengkaran dan korban jiwa itu. Masalahnya, mulut rasional dan tajam Kale itu udah dua kali nyaris mencelakakan oknum berzodiak Virgo yang amat dicintainya tersebut.

"Ki, liat gue," Kale menghentikan mobilnya dan menepi. "Tarik nafas panjang."

Kian menuruti instruksi dari Kale. Tapi jantungnya nggak berhenti berdetak dengan irama seenaknya. Rasanya kalo bisa buka tulang rusuknya sekarang, Kian bakal buka dan ngeluarin jantungnya yang bikin dadanya sesak itu.

"Udah, ya. gue nggak papa. Masih sehat, masih hidup," Kale berbicara dengan lembut sambil meraih tangan Kian.

Tiba-tiba air mata itu meleleh lagi membasahi pipi Kian. "Yang dipukul kepala lo," rengek Kian pelan.

"Gue nggak papa, Ki. Sehat, masih hidup," Kale tersenyum sambil membelai rambut Kian dan menggenggam tangan pemuda introvert di sampingnya.

"Kal, dia hampir dua kali lebih gede dari lo. Kalo kita ga panggil polisi tadi, dia pasti bisa brutal ngelakuin Tuhan tau apa," Kian masih merajuk dalam isak tangisnya.

Kale dengan inisiatif turun dari tempat ia duduk dan membuka pintu penumpang dan merengkuh tubuh Kian dalam pelukan hangatnya. "Ssshhh, udah. Gue nggak papa, Kian. Jangan nangis lagi," Kale membelai punggung Kian dan mengecup kening pemuda berambut ikal tersebut.

"Huhuhu, gue takut lo kenapa-napa, Kale. Gue terlalu sayang sama lo," yang selama ini disimpan dalam hati rapat-rapat oleh sang pemilik nama Kian itu pun akhirnya keluar juga.

"Hah? Gimana, coba diulang lagi, Ki," Kale nggak percaya sama apa yang baru aja didengarnya.

"Gue sayang sama lo, Kal," ulang Kian lagi diantara sesenggukan tangisnya.

"Maaf ya, Ki. Gue nggak peka banget. Maaf sering bikin lo khawatir," Kale nggak sedikitpun melepas pelukannya. Dia malah nyiumin puncak kepala Kian. "Gue nggak berani ngasih harapan kalo lo ga bakal liat gue dipukul atau menantang maut lagi habis ini. Tapi, kalo ngejagain lo, gue janji bakal jagain lo terus."

Kian natap Kale lama banget, matanya masih berkaca-kaca. "Gue suka lo yang pemberani dan vokal kayak biasanya. Jadi diri lo sendiri aja, Kal," Kian menyandarkan kepalanya di dada Kale.

"Kian, sekarang di samping gue terus ya. Nanti jadi Ibu buat anak-anak gue ya?" Kale menangkup wajah Kian dan mengecup bibir Kian membuat wajah Kian sekarang merah se merah-merahnya. Lebih merah dari kepiting rebus di restoran seafood kesukaan kita semua.

"Kalo mau cium aba-aba dulu dong, Kal!" seru Kian sambil nepuk dada bidang Kale dan nyembunyiin kepalanya di dada Kale. Nggak tau aja Kian kalo Kale nyium dia sambil deg-degan juga.

----

Besok paginya di kamar Kian...

Kian terbangun dari tidurnya dengan lengan Kale yang melilit di pinggangnya. Kian yang tadinya udah mau jalan ke dapur buat cari air mineral mengurunkan niatnya dan malah merapatkan posisinya sambil balas meluk pinggang pacar barunya itu sambil nempelin kepalanya di dada Kale.

"Udah bangun?" suara lembut Kale membuat Kian senyum-senyum sendiri.

"Humm, mau sarapan apa?" tanya Kian.

Be Your Own Guerrilla 1.0  [ATEEZ SHIPS]Where stories live. Discover now