LFS-12

456 44 7
                                    

“Ee nggak papa kok Yim. Udah ya nggak usah di pikirin.”Tanpa menunggu jawaban atau iyaan dari Yim, Tutor langsung berjalan keluar dari ruangan dengan cepat membuat Yim keheranan.

“Kaka aneh deh.”

Yim menatap ke arah luar jendela, terlihat begitu ramai bunga bunga yang sedang terhanyut kesana kemari oleh angin, terlihat begitu cantik.

“Kira kira, kalo Mama masih hidup pasti mama bakalan sedih liat aku di sini..”

“Apa aku nyusul mama aja ya?”

Setelah mengucapkan kata kata nya, mata Yim tiba tiba saja menatap ke arah pisau yang begitu tajam berada di atas nakas.

Berusaha untuk meraih nya namun..

PRANG!

“KAKA!”

“Yim kamu mau ngapain? Mau ngambil pisau ini buat apa?” Tak peduli dengan tangan nya yang berlumuran darah, Tutor malah bertanya alasan Yim untuk mengambil pisau ini.

Mungkin tangan nya terluka saat mengambil pisau nya secara berkejutan, ia juga mengengam nya dengan erat tadi.

“Kaka itu tangan nyー”

“Nggak usah mikirin tangan aku Yim, aku nanya kenapa kamu mau ngambil pisau ini? Kamu kau lukaiin diri kamu sendiri iya?” Tanpa di sadari, saking takut dan emosi nya Tutor meneteskan air matanya begitu saja.

“Kaka aku...”

PRANG!

Pisau tadi, di lempar begitu saja di sudut ruangan. Dengan cepat Tutor memeluk tubuh Yim dengan erat.

“Jangan lukain diri kamu sendiri. Pikirin aku yang udah nunggu kamu di sini hampir satu tahun lebih.. pikirin teman teman yang lain..”

Yim tak menjawab apapun, ia sama sekali tak bergeming. Tubuhnya gemetaran. Hanya air mata dan isaksn kecil yang bisa ia lakukan saat ini.

“Maaf..”

“Kaka nggak perlu minta maaf, Kaka nggak salah.”

Menarik nafasnya dengan panjang, Tutor melepaskan pelukannya secara perlahan. Ia meraih tangan Yim lalu melepas infus yang tertancap di sana secara perlahan agar yang pemilik tangan tak merasa sakit.

“Kaka tangannya masih berdaー”

“Udah Yim, biarin aja. Nanti darahnya juga berhenti sendiri.” walaupun sebenarnya rasa di tangan nya kini sakit yang luar biasa, namun Tutor yakin kalau Yim jauh merasakan lebih sakit dari apa yang ia rasakan.

Merasa tak di pedulikan ucapan nya Yim menarik tangannya dari genggaman Tutor“Aku nggak mau ngomong sama Kaka kalo Kaka nggak obatin lukanya.”

Lagi lagi Tutor menghela nafasnya dan menatap Yim dengan dalam, “Oke. Bentar ya, kamu jangan macam macam di sini.” dengan langkah kaki yang cepat Tutor berjalan keluar dari ruangan, ia segera menemui perawat untuk meminta bantuan.

Jika ia diam di ruangan, mungkin yang akan mengobati lukanya adalah Yim. Tapi ia tak mau membuat Yim kesusahan.

Tak lama Tutor keluar dari ruangan, masuklah dua orang pria yang tak di kenali oleh Yim. Mungkin sebenarnya ia tahu dan kenal hanya saja pikiran nya tidak mengingat nya.

“Yim, Tutor mana?”Tanya Zee, merasa janggal dengan ruangan ini ia mendudukkan dirinya di sofa dengan tatapan bingung.

“Ini darah bekas apaan Yim?”Tanya Max, belum sempat menjawab pertanyaan Zee Yim sudah di suguhi dengan pertanyaan lain.

“Tadi Kakー”

“Lo berdua ngapian ke sini?”

“Lah anjir suka suka kita lah, emang ini rumah sakit siapa? Punya bokap Lo? Kagak anjir.”Ucap Max panjang lebar.

Emang di antara teman temannya Max kah yang banyak bicara, jika di tanya siapa yang paling diam tentu saja Jimmy.

“Lah iya, ini punya bokap gue.”

Mendengar jawaban Tutor membuat Max kebingungan ingin menjawab apa ucapan pria itu, namun ia memilih diam.

“Ayo pulang Yim, nanti beli obat nya di apotek luar aja.”Tutor membantu Yim untuk turun dari atas ranjang.

Mendengar kata pulang membuat Zee dan Max menatap kedua pasangan, maksudnya teman itu dengan bingung dan penuh tanda tanya. “Lah pulang?”Tanya Max

“Yaiyalah! Masa mau tinggal di sini.”Jawab Tutor, teman nya ini aneh aneh saja.

“Pulang ke rumah mana Tor?”Tanya Zee, emang yang paling waras dan benar hanya Zee.

“Ke rumah Gue Zee, rumah Yim udah di jual sama Kaka tirinya.”

“HAH? KAKA TIRI?”

“Iya, gue juga sempat kaget pas tau. Tapi ya mau gimana lagi, bahkan semua barang barang Yim termasuk pakaian nya juga udah habis di jual.”Jelas Tutor, awalnya ia pikir Yim hanya anak tunggal tapi ternyata tidak, dia memiliki Kaka tiri dari ayah tirinya.

Memang, Tak lama saat ayah nya meninggal. Mama nya menikah lagi dengan salah satu pria yang mempunyai satu anak perempuan, umur nya tak jauh beda dengan Yim hanya beda satu tahun. Seumuran dengan Tutor.

“Lo tau dari mana kalo rumahnya udah di jual?”Tanya Zee, nggak mungkin kan kalau Tutor bertanya pada Yim lalu pria itu menjawabnya. Sudah pasti Yim juga tidak tahu, atau tidak ingat?

“Waktu Yim koma, gue sempet pulang ke rumahnya mau ngambil baju. Tapi tiba tiba pas gue sampe ada orang lain yang udah pakai rumah Yim buat tinggal. Gue tanya dan dia jelasin semua nya, kalo rumah itu di jual beserta perabotan nya.”Jelas Tutor, ia harus segera buru buru membawa Yim pulang atau jika tidak. Teman temannya akan kembali menyerangnya dengan pertanyaan pertanyaan lain.

“Udah ya, gue duluan.”Tutor langsung berjalan sambil menuntun Yim secara perlahan.

Mau tak mau, Tutor harus mengajak Yim tinggal di rumah pribadi nya untuk beberapa hari kedepan, sebenarnya bisa saja Tutor memberi Yim uang untuk menyewa apartemen namun, ia tidak yakin. Apalagi Yim ingatan nya belum pulih.

Untung saja, Yim tidak jadi anak yang bandel, berarti saat masih SMP dia memang anak yang baik bukan?

To be continued.

Follow lyaaavch

Love From School Donde viven las historias. Descúbrelo ahora