LFS-14

466 37 3
                                    

Saat ini, di rumah sakit. Terbaring Jimmy dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya. Berjuang di sana.

“Ck, emang nggak dah bener tu si Net.”Max mengeleng geleng kepala nya, benar benar di luar pikiran nya. Ia kira hanya sebatas luka biasan namun nyata nya tidak.

“Tor, Gue pengen nanya deh.”Suara Zee membuat seisi ruangan langsung menatap ke arah dirinya yang sedang terduduk.

Tutor menoleh dengan wajah bingung, tanpa menjawab ucapan Zee, Tutor hanya menatap wajah Zee untuk meminta jawaban.

“Lo suka sama Yim?”

Pertanyaan yang keluar dari mulut Zee benar benar membuat tubuhnya terasa kaku, entah lah. Dirinya juga tidak bisa mengetahui nya dengan jelas seperti apa perasaan nya pada Yim.

“Gue nggak yakin Zee, tapi yang pasti Gue nggak mau jauh jauh dari Yim..” Jawaban yang aneh bukan? Terlihat egois tapi mau bagaimana lagi.

Zee menghela nafasnya tak habis pikir dengan cara berpikir temannya ini, bukan nya apa. Ia hanya takut Tutor mempermainkan perasaan anak orang. Terlebih lebih lagi pada Yim yang tak punya siapa siapa, “Lo kalau nggak serius mending tinggalin Yim dari sekarang, kasian anak orang. Jangan Lo permainkan. Dia nggak punya siapa siapa di sini selain kita.”

Lagi, ucapan Zee benar benar membuat Tutor terdiam seribu bahasa. Seolah oleh Zee sedang menceramahi nya. Namun ia juga faham dengan maksud Zee,

“Gue gatau Zee. Gue bingung.”

“Ka, coba pastiin lagi deh. Kita semua yakin kalo Kaka suka sama Yim.”Sahut NuNew, dari sorot mata Tutor setiap menatap Yim saja mereka sudah mengetahui jika pria ini menyukai Yim, hanya saja gengsi nya terlalu tinggi. Atau pikiran nya berkata lain?

“Dan lagi, Kita mohon banget sama Kaka buat jangan bikin Yim sakit hati. Dia nggak punya siapa siapa Ka di siniー”

“Gue tau Nu, tenang aja.”

Tommy selaku yang paling dekat dengan Jimmy, merasa lemas. Wajah nya begitu pucat saat melihat orang yang ia sayang sedang terbaring lemah tak berdaya dengan banyak alat di tubuhnya.

“Tommy kok Lo pucat banget?”Max serta Zee yang tadinya duduk santai di sofa kini ikut berdiri dan mendekati Tommy.

“Eeeh eh Tommy..”

Dengan sigap NuNew menopang tubuh Tommy, pingsan. Badannya juga terasa begitu panas. Tidak mungkin jika anak ini demam hanya karna melihat keadaan Jimmy kan?

“Max, Lo panggilin dokter buruan!”

“Lah kok gue?”

“Buruan atau Lo Gue pukulin di sini biar gantiin posisi Jimmy.”Ancam Tutor yang membuat Max langsung bergidik, berlari dengan cepat keluar ruangan.

“Yaampun Tommy demam deh kayaknya..”Ucap NuNew yang sejak tadi memegang dahi Tommy, benar benar terasa panas. Di tambah lagi wajah pria itu terlihat begitu pucat.

“Permisi, tolong bantu bawa ke ruangan sebelah ya..”Pinta dokter yang baru saja datang dan langsung memerintahkan bantuan kepada Tutor beserta temannya yang lain untuk membawa tubuh Tommy ke ruangan sebelah agar bisa segera di tangani.

Semuanya duduk diam di kursi depan, tak ada yang bersuara sama sekali. Hening, hingga akhirnya suara Tutor memecahkan suasana hening di antara mereka semua.

“Guys, Gue duluan ya? Sorry banget. Tapi pelayan rumah gue telpon kalo Yim pingsan.”Dengan wajah paniknya Tutor berucap.

Teman temannya yang memang faham dengan keadaan Tutor, hanya mengangguk setuju.

Zee berdiri, mendekati tubuh Tutor menepuk pelan pundak temannya lalu berbisik. “Semangat bro. Ingat, jangan mainin perasaan anak orang kalo Lo nggak serius.”

Tutor mengangguk, dengan senyuman sekilas. Berlari sekuat tenaga nya menelusuri lorong rumah sakit yang begitu panjang dan besar.

Dulu, saat membangun rumah sakit ini dia yang meminta agar di setiap lorong panjang dan besar, namun sekarang. Dirinya sendiri menyesali semua permintaan itu.

Berlari dengan pikiran kosong, namun hati yang begitu cemas.

“Yim..”

Hanya nama Yim yang ada di pikiran dan hatinya saat ini, namun ia tidak yakin kalau sekarang hatinya sedang mencintai Yim.

Hampir satu jam lebih Tutor di perjalanan, kini kaki nya berdiri tepat di dalam kamar Yim. Kamar yang sudah di siapkan khusus untuk dirinya.

Tutor berjalan mendekati ke arah kasur besar yang saat ini sedang di gunakan Yim untuk ber istirahat. Entah apa yang di lakukan oleh Yim tadi sehingga membuat nya bisa pingsan seperti sekarang.

Tutor menatap wajah Yim, menatap wajah orang yang akhir akhir ini selalu menganggu hati dan pikirannya. “Emang benar ya? Gue suka sama Lo?”

hhh, lucu banget ya? Dulu Gue sendiri yang bilang kalau Gue nggak suka cowok. Tapi kalo sekarang Gue suka sama Lo, kayaknya Gue jilat ludah sendiri..”

Berceloteh tak jelas, Tutor merasa lelah. Mencoba untuk segera beristirahat, merebahkan dirinya di samping tubuh Yim. Mengisi bagian kasur yang masih kosong.

Matanya ikut terlelap.

Pagi nya, Yim terbangun lebih dulu. Kepalanya terasa pusing entah kenapa, mungkin ini terjadi karena ia berjalan jalan tadi malam.

Ya, saat Tutor pergi keluar dengan teman temannya. Yim keluar dari kamar dan berkeliling mansion. Padahal ia hanya merasa bosan berada di kamar terus menerus, namun yang terjadi malah pingsan.

Merasa ada yang memeluk pinggang nya, Yim menoleh ke samping. Menatap wajah tampan milik Tutor. Wajah pria itu benar benar terlihat lelah. Mungkin karena telah mengurus nya selama ini.

Dirinya benar benar merepotkan saja bukan?

Jika bisa memilih juga, Yim tidak mau semua ini terjadi. Tapi apa boleh buat? Mungkin tuhan sudah menyiapkan takdir nya seperti ini.

“Maafin aku ya kak.. karna aku Kaka kecapean..”

“Aku bakalan usaha buat pulihin ingatan aku kok..”

Seolah mendengar ucapan Yim, Tutor hanya berdehem lalu kembali memeluk pinggang nya dengan erat.



To be continued.

See you in bab selanjutnya ya!

Don't forget, Komen, Vote nya ya!!!

Follow lyaaavch

Love From School Where stories live. Discover now