11. White Day

15 8 0
                                    

Bukan sebuah kebetulan mereka dipertemukan kembali. Yseult sedikitnya menduga keterikatan pria paruh baya tersebut dengan ayahnya dari lencana yang ia gunakan. Ayahnya baru menginjak awal empat puluhan tahun saat ini, tetapi ia cukup awet muda secara keseluruhan. Hanya ada sedikit kerutan diarea mata, sisanya ia bahkan terlihat seperti berumur tiga puluhan. Sedangkan pria ini terlihat beberapa tahun lebih tua, seolah ia adalah senior ayahnya. 

Tuan runè hanya menunduk dan mundur selangkah tatkala pria itu mulai mendekat. 

"Kau masih hidup saja ternyata, Hm? Nyalimu hilang begitu juga dengan rasa malumu" 

Yseult melihat pria itu telak Dimata, menarik perlahan tangan ayahnya untuk berada sedikit dibelakangnya. Yseult menyusuri kemejanya menemukan suatu simpulan baru.

"Maaf, tuan. Ini bukan hari yang cocok untuk saling bernostalgia. Tuan juga pasti tidak mau membuat calon menantu anda menunggu, kan?" 

Pria paruh baya berkumis belang itu memakai sekuntum bunga merah muda. Ia mengelusnya sayang sebelum membalas perkataan yseult. 

"Nampaknya, kau anak Nyle De la Runè yang itu.."

Suara pria dengan rambut keemasan itu merendah seiring dengan kalimatnya, kemudian ia mendekat dengan nada dalam yang memekik. 

"... keberanianmu yang gentar dan sia-sia, senada dengan takdir untuk lahir diluar nikah dari gadis pengembala"

Yseult hampir gelap mata. Ia menekan ujung jarinya yang runcing pada telapak tangannya, yseult sadar ia tidak bisa mengamuk sembarangan. Yseult membenci fakta bahwa wajahnya memang berbeda dengan ayah dan ibunya. Lain dengan saudara-saudaranya, mereka semua mirip ibunya, tetapi meski begitu ia tetap memiliki warna mata ayahnya. 

"Tuan, anda sepertinya terlalu lancang, itu bukan kalimat yang baik diucapkan oleh seorang bangsawan kelas atas" 

Rambut emas itu sebenarnya membuat yseult kembali mengingat sosok itu. Sosok dari acara pertemuan besar sebelumnya. 

"Ayah, kau pergi kemana saja? Aku menunggu di kereta sejak tadi, mereka tidak mau per.. gi. Oh? Salam.." 

Benar saja. Tentu hal yang terlalu mencolok jika salah satu pangeran tidak ada yang memilihnya. Permata gantung paling bersinar diantara para bangsawan. Dengan gaun putih yang murni ia tampak berkali-kali lipat jauh lebih luar biasa dan mudah menarik perhatian mata siapapun. 

"Maaf nona Rue, tetapi sepertinya ayahanda anda sudah mulai berbicara melantur. Dia berbicara tidak sopan mengenai keluargaku, itu sangat menyinggung” Yseult tidak membiarkan air wajahnya menenang sedikitpun, dengan sengaja membuat situasi berpotensi menjadi lebih kuat dan padat. 

Rue tampaknya cukup berempati padanya untuk dapat menangkap ketegangan itu. Rue mulai mengambil posisi diantara mereka dan bernegosiasi. 

“Maaf atas kelancangan ayah saya Tuan dan Nona Rune?..sebenarnya ayah saya sangat mengagumi gaya berpedang tuan, ia sampai bisa bercerita seharian penuh saat mengingat masa-masa lampau. namun, mulut samp-maksudku karena lingkungan yang sulit dia juga jadi kesulitan menjaga ucapannya. Dia pasti hanya mengganggu karena rindu, … percayalah padaku, kumohon.” 

Rue berbicara setengah tertawa di setiap kesempatan. Di akhir dia tidak bisa kecuali berubah ketir. Yseult tidak puas tetapi itu sudah cukup. Ia juga sebenarnya hanya menggertak. 

“Bagus jika kau memahaminya”

“..Yseult..” Tuan rune memanggilnya pelan merasa itu adalah jawaban yang salah. 

Dan benar saja, ayah Rue mendengkus dan memandangnya remeh. “Sungguh tanpa malu, jika orang sepertimu ada di istana. kau hanya akan menghancurkannya”

The Origin Of King KaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang