19. Just Because Fate Forces It

12 3 0
                                    

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Sama seperti saat di badai utara, Yseult seolah kehilangan konsep waktu. Satu-satunya hal yang bisa ia rasakan saat ini hanya ngilu, seolah dirinya kertas yang habis terbakar, hanya dengan sentuhan kecil tubuhnya akan menjadi debu semesta. 

Perlahan matanya sedikit terbuka, ia mendengar rintihan kecil tertahan dari seseorang disampingnya, atau diruangan disebelahnya, suara itu seperti  terendam oleh sesuatu. Yseult bangun dengan tidak memikirkan apapun, biasanya dia akan merasa lelah saat bangun seolah otaknya bekerja sepanjang malam. 

Mata Yseult sedikit buram saat ia merasa ada sumber suara lain. Suara ini jauh lebih lembut dan teratur, seperti suara helaan nafas. Yseult mencoba melihat kearah samping, rambut menyembul dari pandangannya, sosok itu tertidur menyamping di sisi kasurnya, wajahnya yang lembut memunculkan semburat lelah yang kentara. 

Siapa? 

Yseult tidak ingat untuk memikirkan satu nama yang bisa mewakili wajah itu di memorinya. Namun, sebuah tanda kecil di belakang lehernya menarik perhatian Yseult, tanda seperti lukisan itu tak lepas dari matanya selama beberapa waktu, bahkan ia lupa berkedip. 

"Soren?" Suara ringkih tak bertenaga itu berbisik dari bibir keringnya. 

Bagai aliran listrik, seseorang yang sebelumnya tertidur itu terhentak dan menegakkan kepalanya. Mata mereka bertemu selama beberapa detik. Cekungan pada area matanya yang hitam juga sangat memilukan.

"Bagaimana perasaanmu?" Suaranya hati-hati dan selembut sutra. 

"Aku tidak tahu, tapi tubuhku mati rasa" 

Kekhawatiran jelas tak terbendung dari raut wajahnya. Soren menyatukan kedua tangannya yang memegang Yseult dan dia berbisik. "Tak lama lagi, kau sudah melakukannya dengan baik sejauh ini"

Setelahnya dia berdiri dan berlalu ke balik pintu. Tak lama seseorang datang dengan tergesa dan menangis, kemudian disusul satu lainnya. Itu adalah ibu dan Senan. 

Yseult merasa aneh, mengapa Senan memakai pakaian perempuan lagi, bukankah dia dalam misi menyembunyikan identitas gendernya. Bukankah mereka telah sepakat tentang membagi peran menjaga keluarga.

"Kenapa kau mengganti pakaianmu? Kita sudah sepakat, kan?" Lirih Yseult yang masih lemah. 

Nyonya Rune dan Senan tertegun mendengar Yseult yang sudah kembali ke mode anak perempuan pertama setelah lama tertidur dalam lelahnya. 

"Apa saja yang sudah terjadi? Bukankah.. Rodrigues—" 

Yseult berusaha bangkit, tetapi kembali merosot setelah mengingat sosok pria itu. Tubuhnya bereaksi negatif lagi akan nama itu. Marah, jijik dan rasa murka yang dalam tidak bisa menjelaskan perasaannya pada Rodrigues. 

"Kakak, kau baru saja bangun. Istirahatlah sebentar lagi, aku mengerti. Kita akan membicarakan segalanya nanti" 

Yseult benar-benar tidak memiliki tenaga. Dia seolah tidak makan berhari-hari, berminggu-minggu, tidak tahu kapan pastinya tetapi dia menduga waktu yang dia habiskan untuk berbaring lebih lama dari itu. Yseult mengenali tubuhnya, dia tahu berapa waktu yang diperlukan untuk membuatnya lemah sampai kesulitan bangun seperti ini. 

"Berapa lama waktu sudah berlalu sejak kejadian hari itu? Tiga Minggu? Satu bulan? Dua bulan?" 

Nyonya Rune tidak sanggup mengatakannya, tetapi Senan mengerti kegelisahan Yseult. 

"Sudah tiga bulan, kak" 

Benar saja, Yseult kembali berbaring dan menutup wajah dengan kedua lengannya. Kemudian tak lama lengan itu kembali terbuka dan Yseult berusaha bangkit kembali. Kali ini dia dibantu oleh ibunya. 

The Origin Of King KaanWhere stories live. Discover now