10. Test Pack

101 6 7
                                    

Bulan sudah berganti, tanda-tanda itu, masih belum juga muncul. Aika menatap garis yang ada di test pack di tangannya. Hanya ada satu garis berwarna pink ada di sana. Dia menyimpannya ke dalam sebuah wadah bening yang memang sengaja dia beli untuk mengumpulkan test pack. Sudah ada beberapa benda serupa yang ada di dalamnya. 

"Hari ini, di rumah saja ya, itu mama pasti ribet ngurus taman belakang, kamu bantu-bantu ya, sayang." Arbie yang tengah mengenakan kemejanya di depan lemari menoleh ke arah Aika yang baru keluar dari kamar mandi. 

"Mas nyuruh, Aika buat bantu angkat sampahnya?" tanyanya polos.

"Ya bukan gitu, kamu awasi aja mereka. Kan gak mungkin kamu diem di sini, sementara mama sibuk sendirian. Nanti kalau disindir mama, kamu sedihnya sampai ubun-ubun. Udah ya, Mas mau berangkat duluuu."

Dia berjalan ke arah Aika dan memeluk istrinya itu. "Gimana, masih belum ya?" tanya Arbie penasaran dengan hasilnya. 

Aika menghela napas kasar. 

Dia tersenyum dan menangkup pipi istrinya dan mengecupnya kiri dan kanan. "Mas berangkat dulu, nanti kita coba lagi."

Aika mengganguk setuju, dia mengikuti suaminya dan mengantarkannya sampai depan rumah. 

"Aikaaaaaaa!" Teriakan Ratna menggema ke seluruh penjuru rumah. 

"Iyaaaaa, Maaaa!" sahutnya tak kalah kuat. Dia berlari kencang menuju taman belakang. untuk menemui ibu mertuanya yang sedang duduk di bawah pohon. 

"Kamu sudah berjemur belum hari ini? Kaki kamu itu ayo sana jemur!" Ratna menunjuk sebuah kursi yang ada di tengah-tengah taman. Seorang asisten rumah tangga mendatanginya. "Non, ini topinya dan kacamatanya."

"Makasih, Mbak."

"Non mau saya bikinin minuman dingin?" tanyanya lagi. 

"Boleh, Mbaak."

"Eh, Narti! Jangan sering manjain dia, biar dia di situ panas-panasan. Biar gak mandul!" kata Ratna kuat. 

Perkataannya itu sontak membuat semua asisten rumah tangga yang ada menoleh ke arah Aika. Dia memasang tws dan menghidupkan ponselnya. Percuma membalasnya, toh memang benar, dia belum juga dikaruniai anak. 

Edward mendengarnya, dia yang sedang ada di atas tangga di dekat pohon cemara, turun setelah memangkas pohon. 

"Sampai kapan kau hanya menonton aku di situ? Mending bantu aku buang ranting ini ke sana!" Edward menunjuk kandang kelinci di pojok taman. "Bukannya kau suka bersembunyi seperti kelinci di sana, Ka?" 

"Bosmu melarangku buang sampah, dia cuma suruh aku mengawasi kalian," balas Aika. 

"Hah? Sudah, cepat ke sini, kakimu bisa kaku jika dijemur begitu."

Aika tak menggubrisnya, dia tetap diam di sana, sampai wajahnya merah karena kepanansan. Matahari mulai naik, dia akhirnya berdiri juga dari tempatnya duduk dan menghampiri Edward yang masih mengawasi orang-orang. 

"Apa menjadi ajudan, juga termasuk merapikan taman, Bre?" tanya Aika iseng. 

"Apa matamu tidak gelap sekarang? Pergilah ke bawah pohoh, kau bisa pingsan jika memaksakan diri."

Pengantin Cadangan 2Donde viven las historias. Descúbrelo ahora