34. Hamil lagi

97 2 0
                                    

Setelah semua malam yang bergulir di antara Aika dan Arbie, akhirnya garis dua pun tertoreh. Arbie memeluk erat istrinya saat mengetahuinya. "Tapi, Mas. Anak-anak masih kecil-kecil. Gimana ini?" 

"Aku janji, akan menjaga mereka berdua sayang. Kau tahu, aku senang sekali mendengar kehamilanmu kali ini. Serius."

"Emang yang pertama nggak serius gitu?"

"Halah, salah ngomong lagi." Arbie menggigit bibirnya. Dia tak tahu lagi harus berkata apa pada Aika. Setelah kelahiran Angkasa dan Aruni, dia menjadi sangat sensitif, perasa dan mudah menangis. 

 "Bukan itu, nanti kalau asinya kurang gimana, ini yang asi ada dua anak, loh, Mas." Aika menghapus air matanya. Dia terduduk di lantai bersimbah air mata. 

"Aika, ayolah jangan gini. Kita duduk dulu ya, nanti kita bicarain lagi."

Arbie memapah istrinya itu ke sofa. Dia mengambil air mineral untuk istrinya itu. Wajah Aika terlihat sedikit pucat. Tubuhnya begitu lemas tak bertenaga sama sekali. 

Angkasa terjaga, dia meronta dari ranjangnya. Tangisnya yang kuat hampir saja membangunkan Aruni. 

"Angkasa bangun, sebentar ya, aku akan menggendongnya, sebentar ya. Apa ada asi yang bisa aku berikan padanya?"

"Bawa sini, biar aku susui aja."

Arbie membawa Angkasa ke pangkuannya, Aika mengusap peluh di dahi anaknya itu dengan penuh kasih sayang. 

"Sini nyender sama aku, sayang. Kamu pasti capek."

Sudah entah berapa ribu kali Arbie selalu menawarkan bahunya untuk istrinya itu ketika dia akan menyusui anak mereka. Dia juga memijat pundak istrinya ketika lelah menggendong Angkasa atau pun Aruni.

"Maaas, gimana kalau nanti asinya kurang."

"Buang dulu pikiran itu, sayang," ucapnya sambil mendaratkan kecupan di pipi istrinya. 

"Mas tahu, Aika kalau hamil kaya apa manjanya. Badan Aika juga bakalan gampang pegel, lemes, gak kuat mau ngapa-ngapain. Maaaaas, gimana ini."

"Mas seneng denger rengekanmu ini, sayang. Jangan khawatir, ada Mas." Arbie meraih jemari Aika dan mengecupnya lembut. "Lihat anak kita sehat dan gendut, kamu sudah menjaganya dengan baik, Ka. Bahkan, dia sekarang sudah mulai kuat duduk, sayang." 

"Mas," bisik Aika dengan air mata berurai. 

Wanita cantik itu menatap wajah putranya dengan penuh cinta, hatinya sedikit teriris saat mengetahui dirinya hamil lagi. Bagaimana jika Ratna akan memarahinya nanti. Aika tak kuasa lagi menahan tangisnya. 

Suaminya memeluknya dari belakang, "maaf ya sayang," bisiknya mencoba menenangkan hati istrinya. 

...

Arbie turun dari kamarnya yang ada di lantai tiga. Dia melihat Aluna sedang sibuk membuatkan sarapan untuk semua orang. Dia menatap wajah Arbie sekilas yang kini berdiri di sampingnya. Dia menarik apron yang ada di sandaran kursi dan langsung memakainya. 

"Tinggal bikin apalagi, Lun?" tanyanya cepat. 

Aluna melirik ke arahnya dengan sudut bibir yang terangkat sedikit. 

"Apa kami harus membayar makanan yang kamu buat pagi ini, chef?" tanya Aluna pelan.

"If you dare?' sahutnya lurus. "Ke mana Mario dan Edward, kenapa aku tak melihat mereka berdua?"

"Mereka ada rapat mendadak itu di atas, entah apa yang sedang di bahas di sana, aku tak ingin tahu," sahutnya lurus. Dia masih mencoba fokus membuat jus untuk Ratna dengan mesin jus baru di depannya. 

"Sini, biar aku yang buat." Arbie menawarkan bantuan, dia meminta Aluna menyingkir. Namun, mesin jus yang ada di depannya terlihat sedikit asing dan baru pertama kali dilihatnya. "Ada part yang hilang ini," keluhnya pada Aluna. 

"Mana kutahu, biasanya istrimu yang memakainya. Ke mana dia?" 

"Oh, lagi di..."

"Ada di laci ke dua dari kirinya Mas." Aika sudah ada di meja makan membawa dua bayinya yang ada di stroller. 

"Lah, katanya pengen tiduran, kok, ke sini?" Arbie mendekati Aika dan memberikan segelas air hangat untuk istrinya. Wajah pucat Aika membuat Aluna ikut berjalan menghampirinya. 

Arbie melanjutkan membuat sarapan untuk semua orang, sementara Aluna mengambil Angkasa yang masih terjaga. "Mau berjemur ya?" tanya Aluna.

"Nggak juga, sih, mereka gak butuh dijemur, aku cuma pengen nyari udara seger, bosen di kamar terus." 

Aika mencoba berdiri dan menemani suaminya membuat sarapan walau wajahnya juga pucat seperti roti. Arbie menoleh, dia tentu saja tak tega menatap wajah istrinya itu. Dia langsung mengangkatnya dan meletakkannya di sofa ruang keluarga. "Duduk di sini, biar aku siapkan sarapan buatmu," titahmya. 

Ratna melihat adegan itu, darahnya mulai mendidih melihat kemesraan anak keduanya itu. DIa pun mendekati Aluna untuk bertanya. "Kenapa itu adikmu?" 

"Sakit kayaknya, Bu," jawab Aluna singkat. 

"Ah, manja banget pake diangkat-angkat segala." Ratna melenggang ke dapur untuk mengambil jusnya. "Aika, mana ini jus Mama?"

"Masih mau dibuatkan, bentar, Ma." Aika mencoba berdiri, tetapi Arbie menahannya. Dia menekan pundak istrinya agar dia kembali duduk. "Tapi, Mas?"

"Mama biar aku yang urus, kamu duduk dulu, itu Aruni mulai nangis bentar lagi. Kau tahu sendiri kalau anak kita yang satu itu sudah mulai menangis, seisi rumah ini rasanya seperti akan runtuh."

"Iya," sahut Aika pelan. 

Arbie mengangkat Aruni dan memberikannya pada istrinya. Dia tidak akan membiarkan Aika membantahnya kali ini. Perlakuan istimewa itu, bisa menjadi masalah buat Aika. Pasalnya, mata nyalang Ratna sudah meliriknya sedari tadi. 

Ratna pun menuangkan sendiri jus yang masih ada di dalam juser yang baru saja berhenti. Mulutnya kembali mencebik saat melihat Aika duduk di sofa. 

"Kamu ini kenapa? Kok, masih pagi udah kusut gitu mukanya? Berantem ama Arbie?"

"Nggak, Ma. Ini Runi lagi rewel banget dari tadi malam, jadi Aika agak kurang tidur dan sedikit mual pagi ini, Ma."

"Kamu nggak lagi hamil kan?" tanya Ratna penasaran. Dia pernah melihat wajah kusut itu. Dia duduk di depan menantunya. 

Aika mematut senyum, "Aika cuma lagi nggak enak badan aja."

"Tadi, udah dibilang suruh tidur di atas, sepertinya dia nggak akan tenang kalau nggak liat Mama sarapan dengan baik." Arbie menimpali, dia duduk di sebelah Aika. Sepotong roti lapis telur dia taruh di atas meja di depan istrinya.

"Makan dulu, sayang, sini Runi biar sama Mas."

Ratna mencebik, dia mulai cemburu.

"Duh, masih pagi udah mesra aja kalian, bikin mama iri aja."

Mario yang sudah selesai rapat dengan Edward, kembali bergabung di meja makan. Edward menatap wajah pucat Aika dengan pandangan kasihan. Dia menghela napasnya dan memilih meninggalkan rumah itu. 

"Lu gak sarapan dulu, Ed?" tanya Mario. 

Edward berhenti sebentar, dia melirik ke arah Aika yang tak sengaja menatap wajahnya. Pandangan matanya beralih ke Mario. "Nanti di jalan aja, aku pergi dulu, bos."

Lelaki itu pun pergi dari rumah dengan membawa setumpuk instruksi yang sudah diberikan Mario sebelumnya. 

"Edward akhir-akhir ini agak sensitif ya?" kata Mario pelan. "Apa karena pengaruh jomlo akut ya?" 

Komentarnya itu membuat Aika pun menoleh ke arah Mario. 

"Mungkin dia belum move on." Aluna menyahut tanpa menoleh. Dia menimang Angkasa pelan dan menidurkannya. 

...
Di KBM udah part 41🍉🍉🍉

Pengantin Cadangan 2Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon