13. Membuat Arbie cemburu

110 3 9
                                    

Seperti yang Mario duga, Arbie meminta Aika ikut dengannya ke restoran. Aika melayani para pelanggan dengan baik. Anehnya, setiap Aika hadir di restoran, restoran menjadi sangat ramai. Antrean panjang mengular sampai mememuhi jalanan. Orang-orang yang bosan menanti makanannya, bermain di halaman kecil yang ada di samping restoran. 

Aika meminta Arbie untuk memasang ring basket atau gawang kecil, agar orang-orang bisa bermain di sana. Dia juga meminta suaminya itu untuk menyediakan alat gambar dan pojok bermain untuk anak kecil.

Tak lupa, bunga-bungaan cantik dan kaktus warna-warni juga ikut mewarnai restoran itu. Aika dengan segala ide kerennya membuat semuanya menjadi berwarna dan semarak. 

Dia juga tak kalah sibuk dengan sosial medianya untuk mempromosikan restoran suaminya itu. Dia menggumpulkan para remaja untuk menjadi tenant di restoran mereka. Mereka tentu senang, karena artinya, akan ada uang saku tambahan untuk mereka.

Arbie menarik Aika ke ruang rahasia di belakang meja kasir. Dia menutup pintunya, wajah laki-laki itu sedikit muram dan terlihat merah menahan marah. Dia kesal melihat Aika yang sangat ramah dan terseny kepada siapa saja. Bahkan, orang-orang tertawa bersama Aika. 

Melihat wajah muram Arbie, tak lantas membuat wanita itu mengecup pipi suaminya seperti biasa. Dia hanya menepuk pundak Arbie untuk menenangkannya. 

"Ka, kamu jangan gitu, dong, semua orang disenyumin, ama aku nggak! Salahku apa?"

"Mas gak salah apa-apa, kok," sahut Aika datar. 

"Mas tahu ini belum jadwal haid kamu, tapi kenapa kok sebel gitu ama ,Mas. Belum waktunya PMS juga kan?"

Aika menoleh ke dinding kamar. Dia ingin tertawa, hatinya bersorak saat Arbie diam-diam memperhatikan hal tidak penting itu. Namun, dia harus menahan keinginnnya itu. Dia melepaskan pegangan tangan Arbie. 

"Coba kamu jual mahal, Ka. Buat dia ngejer kamu, bukan kamu yang sibuk ngejer-ngejer dia," nasihat Edward tadi malam. "Biasanya, laki-laki bakalan penasaran kalau ditolak."

"Kasian, nanti dia panik!" 

"Jangan kasian, biarin aja!" sahut Mario ketus. "Biar dia rasa."

"Mas tahu pas aku minta cerai kemaren? Dia nangis, dia bilang gak mau pisah sama aku. Dia janji bakalan berubah," sahut Aika membela suaminya. 

"Kau masih saja begitu, sayang banget ama dia, yang disayang malah mintak ditendang!" kata Mario kesal. "Besok, coba bikin dia bingung, tolak semua kebiasaan anehnya. Bisa?" 

"Rasanya, aku tak sanggup, Bang!" kata Aika memelas. "Liat muka lelahnya tiap pulang aja udah gak tahan pengen pijitin. Liat dia resah kalau malam tu bikin hati Aika gak tega."

"Duh, Ka. Mending kemaren nikahnya ama aku, akan kubahagiakan kau dengan segenap jiwa. Kukucuri kau dengan emas dan permata," kata Mario sinis. "Dan satu lagi, kusembunyikan kau dari ibuku yang suka mengomeli kamu itu. Gemes aku ama Arbie kok, gak ada tegasnya jadi orang!" 

"Masa, sih, bos?" sela Aluna. "Bos aja nggan nikah-nikah tuh!"

"Ya udah, kau mau jadi istriku, Lun?" tanya Mario serius.

"Najis!" sahut Aluna ketus. 

"Kak, Luna, awas kualat," bisik Aika pada Aluna. "Kadang, kalau kita tolak-tolak malah makin sayang," nasihatnya lagi. 

...

"Mas salahnya apa?" tanya Arbie lembut. 

Suara Arbie membuyarkan lamunannya, tetapi Aika masih diam enggan menjawab. 

"Aiiiika," ucap Arbie memelas. "Mas ada salah apa, Mama bilang apa lagi ke kamu?"

"Dia kasih aku jamu, dia bilang itu bisa bikin aku hamil. Tapi, kayaknya, Aika nyerah aja, deh. Keknya gak bener juga kalau maksa Mas nganu kalau nggak nafsu."

"Kapan, Mas bilang gak nafsu ama kamu?"

"Bilang langsung, sih, nggak. Cuma dari gerak-geriknya itu, loh yang bilang!"

Aika keluar dari kamar setelah mengatakannya, dia benar-benar tak kuat memandang wajah suaminya yang begitu kaget mendengar ucapannya itu.

Sepanjang hari Arbie tak fokus bekerja, sesekali melihat ke arah istrinya yang tiba-tiba saja ikut memasak di dapur bersamanya. Orderan mengalir tanpa henti, membuat kru dapur kewalahan. 

Tangannya tak kalah lincah dari Arbie dan Guntur. Bahkan, rasa yang dihasilkan Aika cukup baik dan approved oleh Arbie sebagai chef utama. Guntur tak berani menyela, karena pekerjaan mereka masih sangat banyak. Ada banyak nasi yang harus digoreng sampai membuat stock nasi habis total. 

Aika memembuat beberapa hidangan dan menyiapkannya untuk Arbie. Tiba-tiba dia datang dan menyuapkan sesendok nasi pada suaminya. Peerhatian kecil itu sontak membuat Arbie berpaling pada Aika. Wanitanya itu berdiri di sampingnya dan siap menyuapi suaminya dengan sendok lainnya. 

"Aku masih kerja," kata Arbie kuat. 

"Tahuuuu, tapi harus makan!" teriak Aika di telinga suaminya. Dia menarik masker suaminya dan menyuapkan nasi kedua, lalu memasangkan kembali masker itu di posisinya semula. 

Walau Mario sudah meminta Aika untuk tidak memedulikan Arbie, dan menyiksanya. Namun, Aika tetap saja tidak tega melihatnya sibuk bekerja sampai lupa makan. 

Pukul lima sore, semua bahan makanan sudah hampir menipis. Beberapa bahan malah sudah habis total. Arbie meminta Guntur menghandle restoran, dia melihat Aika sudah bersiap untuk pulang. Ratna yang memintanya pulang untuk memasak di rumah. 

Menantu satu-satunya di rumah Ratna itu, tentunya tidak mungkin menolak kemauan ibu mertuanya yang hari ini hatinya sedang berseri-seri. Dia pun langsung bersiap pulang tanpa berpamitan dengan suaminya. 

Arbie mengejarnya ke parkiran. Aika berjalan sendirian menuju jalan besar yang berjarak 500m di depan. 

"Ka! Mau ke mana? Mas anter ya?" teriak Arbie. Dia segera mencari skuternya untuk mengantarkan istrinya. 

Aika kembali berjalan, Mario sudah menantinya di depan gerbang kompleks. Dia sengaja menyuruh Aika jalan agar Arbie mengejarnya seperti orang bodoh. 

Langit sore sudah semakin menguning, motor yang akan dibawa Arbie mogok. Dia melirik pada mobilnya yang masih tertutupi mobil pelanggan. Arbie mendengkus kesal. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan memeriksa nama yang ada di layarnya. "Mario" itu nama yang tertulis di sana. 

"Ngapain lu, Bre? Nelponin gue?" tanyanya ketus. 

"Mas Aika duluan, ini udah ditelponin ama Mama, nanti Aika diomelin lagi kalau gak buru-buru pulang." 

Demi mendengar suara sang istri, Arbie langsung berlari ke depan restoran untuk mencarinya. 

"Tapi, Ka, Ama, mas aja ya?" cegahnya, berusaha menahan Aika.

"Nggak usah, nanti tiba-tiba banyak orang kan kasian di Guntur kerja sendirian," sahut Aika tenang.

"Tenang, Bre, aku antar kok, adik iparku ini," kata Mario pada Arbie. Dia meminta Aika mematikan sambungan telepon itu. Mereka pun melaju, menuju swalayan terdekat untuk membeli pesanan ibunya itu. 

Aika mengikuti ke mana pun Mario membawanya. Dia tidak bertanya apa lagi menyela perkatan Mario. Ada rasa tak enak di hatinya saat membuat suaminya itu tersiksa dengan sikapnya yang berubah dingin. 

Mario melirik sekilas, dia tersenyum kecil. "Sepertinya, yang bucin itu kamu, deh, bukan Arbie," ejek Mario. Aika mengusap air matanya. 

"Anda salah, Tuan," sahut Aika mengusap air matanya. "Abang liat mukanya pas aku nyuapin nasi, kaget gitu, kek takut disuapin ama racun," kata Aika diikuti kekeh yang tak tertahan. 

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now