42. Siapa Wanita Itu?

107 5 1
                                    

Sebuah map tergeletak begitu saja di depan puntu kamar Aika. Dia pun memungutnya dan membuka map itu. Kertas-kertas putih berisi sebuah catatan riwayat hidup, beserta foto-foto dari kamera CCTV ada di dalamnya. 

Wanita berambut panjang itu pun masuk kembali dan menyimpannya di dalam lemari pakaian, di antara tumpukan baju-baju yang sudah tidak terpakai lagi. Dia tak ingin Arbie tahu, tentang investigasi yang dia lakukan seorang diri. Syukurlah di rumah ini aku masih memiliki seorang kenalan seperti Edward, gumamnya pelan. 

Aika berdiri, dia bersiap untuk menyambut kedatangan Mario yang rencananya akan dirawat di rumah mereka. Dia segera berlari ke arah Aluna dan memeluk wanita cantik itu. 

Badan Aluna semakin kurus, wajahnya juga terlihat lusuh dan sinar dari matanya yang sedikit berbeda, tidak sebengis biasanya. Aika mengelus punggung wanita cantik yang juga kakak iparnya itu. 

"Apa kau baik-baik saja, Lun?" tanyanya pelan. 

"Harusnya aku yang tanya, apa nggak apa, aku tinggal sendirian di sini?" Dia memulas senyuman pasrah. 

Aika berlari kecil ke arah tempat tidur Mario. Manik mata Aika berbinar menatap wajah Mario yang sudah kembali sadarkan diri itu. 

"Abaaaaang," panggilnya pelan. 

Mario belum bisa bersuara, dia hanya melirik ke arah Aika. Aika meraih jemari Mario dan meletakkannya di pipinya. "Abang, cepet sehat ya? Nanti kita berjemur bersama seperti yang sudah-sudah. Mau ya?"

Mario tersenyum kecil. Dia berusaha mengangguk.

"Jangan diajak ngomong dulu, belum kuat. Dia belum bisa bawel seperti dulu." Arbie meletakkan tas besar berisi pakaian Mario dan beberapa keresek hitam berisi barang-barang lainnya. 

"Pencet tombol ini, misalnya kau butuh kami saat kami tidak ada di dekatmu, bro."

Mario memberi isyarat dengan matanya. 

Arbie langsung pergi bersama Edward untuk kembali bekerja, dia memeluk istrinya erat sebelum pergi. "Sayang, aku capek, nanti pijitin ya?" bisiknya pelan. 

Aika hanya mengangguk, dia juga membalas kecupan manja Arbie. Namun, matanya melirik pada Edward yang ada di belakang Arbie. Laki-laki itu menoleh, pura-pura tidak melihat ke arah mantan kekasihnya itu. 

Bagi Aika, sungguh sial bertemu mantan kekasih yang ternyata menjadi ajudan dari suaminya. Namun, dia berusaha untuk menutupi semuanya dan pura-pura tidak mengenal Edward. 

Seiring berjalannya waktu, Edwardlah yang mengisi hari-harinya yang sepi saat Arbie sibuk dengan pekerjaannya. Melalui Edward juga, Aika memperoleh sebuah informasi berharga yang tidak akan mungkin bisa membuat Arbie mengelak. Hanya tinggal menanti waktu yang tepat, sampai dia bisa bertanya pada Arbie perihal wanita gila yang datang ke rumahnya beberapa waktu lalu. 

"Sayang, aku akan usahakan makan malam di rumah, atau kalau pun aku tidak bisa pulang, bisakah kau datang padaku sayang?" kata Arbie sebelum pergi. 

Sikap Arbie yang sekarang berubah hangat kembali. "Laki-laki itu memang tidak bisa ditebak, kadang cuek, kadang perhatian, kadang juga kasihan," ucap Aika sesaat setelah Arbie pergi dari hadapannya. 

"Apa kau yakin, Aika?" tanya Edward beberapa waktu lalu saat dia memintanya untuk menyelidiki Arbie. "Aku tidak mau kamu terluka."

"Lebih baik aku tahu semuanya, ketimbang ditutup-tutupi kan? Biar aku ini tidak salah bersikap di hadapan Arbie."

"Aku yakin kau tahu, bahwa skandal sedikit saja akan membuat semuanya hancur berantakan, Ka. Apa kau tidak sayang pada anak-anakmu?"

"Apa aku harus bertahan jika dia memang melakukan perbuatan keji di belakangku, Ed? Apa kau tidak kasihan padaku?"

"Setidaknya, kamu punya suami yang akan menolongmu di saat kamu jatuh, di saat kamu lelah mengurus anak. Atau malah di saat kau kesulitan uang."

"Apa kau mau aku bertahan, Ed?"

Pertanyaan itu, jelas saja, tidak bisa dijawab Aika. Bagaimana jika dia memang mendua? Dia harus membuktikan, kalau dugaannya selama ini salah.

Aika pergi seorang diri untuk mengecek tempat suaminya pergi. Dia pergi ke sebuah bar. Aika dengan hijabnya itu, tentu saja tidak bisa masuk ke dalam bar dengan leluasa. Dia menunggu di luar. Dia meminta seseorang untuk masuk ke dalam bar itu, Ryu. Kebetulan, Ryu sedang berasa di sekitar tempat itu untuk mencari sesuatu. 

"Apa kau ingin mencoret Arbie dengan kebucinannya itu dari hidupmu, Aika?" katanya pada Aika saat dia datang.

Aika tertawa mendengarnya, tetapi dia harus tahu sesuatu sebelum percaya pada perkataan suaminya. 

Ryu kembali ke mobil, dia duduk di sebelah Aika. 

"Gimana, apa kau menemukan sesuatu?" 

Ryu tidak menjawabnya, dia melajukan mobilnya dan membawa Aika pergi dari tempat itu. Sepanjang jalan, Aika bertanya-tanya, mengapa sikap Ryu sedikit aneh setelah keluar dari tempat yang dia tunjuk. Namun, dia juga tidak berani mengusik Ryu. 

"Wanita itu, juga sering ke sini, Ka." Ryu mengatakannya dengan suara lirih hampir tidak terdengar. 

"Dia siapa? Apa benar dia hamil anak Arbie seperti katanya?"

Ryu menoleh ke arah Aika sekilas, lalu dia kembali menoleh ke arah jalanan. 

"Ada dunia gelap yang tidak perlu kau ketahui, Aika. Jauh sebelum Arbie menikah denganmu, dia bertemu dengan wanita itu dan mereka dekat saat masih sama-sama belajar. Namun, hal itu pun tidak lama. Aku berharap, mereka belum sempat melakukan hal gila sebelum berpisah, Ka."

Aika terdiam, dia memandang ke arah jalanan, menahan air matanya yang sudah menggenang. Ryu meraih jemari adik iparnya itu. "Apa aku perlu meninju wajah suamimu itu?" 

Aika menoleh, dia tersenyum kecil dan mengusap air matanya.

"Kau boleh memakinya jika ingin," kata Ryu lagi. 

Mereka melaju menuju kantor Mario, dia masih harus merapikan beberapa pekerjaan yang tertunda karena kondisi Mario. 

Langit sudah hampir gelap, dengan warna merah saga. Aika turun dari mobil Ryu dan masuk ke dalam gedung perkantoran itu. Semua mata tertuju padanya, Aika menyiapkan seutas senyum untuk mereka semua. 

Di tangannya ada kotak bekal untuk suaminya. Aika berjalan lurus ke ruangan tempat sang suami sedang bekerja. Dia melihat suaminya itu masih sibuk di meja kerjanya dengan banyak file yang bertumpuk di atas meja. Dia membuka pintu kaca dan berjalan mengendap-endap ke meja suaminya. 

"Dooor!"

"AAAAAA!" Hampir saja semua file yang ada di atas meja jatuh karena tersenggol tangannya. "Aika? Istriku?" katanya setelah sadar jika wanita yang datang untuk mengejutkannya adalah sang istri. Arbie langsung berdiri untuk menyambutnya. 

Dia menerima kotak bekal itu dengan wajah semringah. "Masih hangat, sayang."

"Tentu saja, makanan hangat akan membuatmu semakin bersemangat bekerja."

"Waaaah, makasih ya sayang." Sebuaah kecupan mendarat di bibir Aika. 

"Mas, ini kantor, loh!"

"Biar orang tahu, kalau aku ini sudah ada yang punya."

"Mungkin kau harus menempel wajahku di punggungmu agar orang tahu kau milikku, Mas."

Perkataan Aika disambut derai tawa laki-laki rupawan itu. "Aku senang kau di sini, sayang." Tangan Arbie mengelus perut besar Aika. "Sebentar lagi ya?" 

"Iyah, alhamdulillah."

"Makasih ya, sayang, sudah mau mempertahankan anak kita."





Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now