44. Selingkuh

65 2 0
                                    

Dia menatap suaminya yang terbaring di ruangan kaca dengan infus dan oksigen yang tersambung ke tubuhnya. Monitor di sebelahnya menyala dan menampilkan kondisi vital Arbie. Setelah pertarungannya dengan Ratna, Aika memilih diam dan tak ingin berbicara dengan ibu mertuanya itu. 

Ratna tak bisa berkata-kata lagi, pasalnya dia juga merasa apa yang dia lakukan adalah salah. Dia baru tahu, jika anak laki-lakinya selingkuh. Selama ini, dia selalu menuduh Aika berselingkuh atau malah berusaha mendekati Mario. Ratna tentu saja merasa bersalah dengan semua praduganya itu. Dia melihat ke arah Aika yang masih belum membersihkan dirinya. 

Edwarad datang dan menepuk pundak Aika. Wanita cantik itu menoleh, "Anakmu, dibawa Ryu dan Aira, mereka akan merawatnya malam ini. Kasihan Aluna jika harus mengawasi keduanya malam ini."

Aika hanya mengangguk.

"Kau belum makan sesuatu, ini pakaian ganti. Bersihkanlah dirimu segera, kau terlihat mengerikan sekarang."

Aika kembali mengangguk, dia meraih paper bag yang disodorkan Edward. 

"Apa yang terjadi pada wanita itu?" tanyanya lirih.

"Sudah selesai BAP. Dia mengakui semua perbuatannya."

"Apa kau juga sudah menemukan dalangnya?"

"Tentu saja, Nona."

Edward tersenyum kecil, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. 

"Kau bekerja dengan cepat dan sangat baik, Ed. Makasih."

"Apa kau serius, hanya ingin mengatakan itu padaku, tidak ingin bilang yang lain kah?"

Aika mencondongkan tubuhnya, dia mendekatkan wajahnya ke telinga Edward. "Apa kau tidak lihat nyonya besar sedang memperhatikan kita?" bisik Aika sambil melirik ke arah lain. Dia sadar sepenuhnya, jika sang ibu mertua sedang memperhatikan gerak-geriknya sedari tadi.

Edward menoleh ke arah Ratna dan berjalan ke arahnya. Dia pun berdiri di dekatnya tanpa berkata-kata. Aika undur diri, dia berjalan ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang berlumuran darah suaminya. 

Ponselnya berdering saat sampai di dalam bilik kamar mandi, dia mengeluarkan ponsel lipat itu dari saku jaketnya. Ada nama Ryu di sana. Dia segera menjawabnya. 

"Aika? Kau kah itu? Aku ada di rumah sakit, tempat Arbie dirawat sekarang, kamu di mana?"

"Arbie ada di ICU IGD, aku di kamar mandi. Pergilah menemuinya, tolong tanyakan pada dokter yang bertugas, apakah dia baik-baik saja? Katakan padanya juga, jangan mati sekarang, bayinya akan segera lahir, aku tak mau bayiku tanpa ayah."

"Astaga, di saat seperti ini, kau masih sempat bercanda, Ka?"

"Hm, sebentar, apa Tuan Anemon, memanggil namaku dengan baik kali ini?" tanyanya penasaran. 

Ryu tertawa renyah, Aika pun ikut tersenyum kecil mendengar suara abang iparnya itu.

"Aku bersyukur kau baik-baik saja, Aika. Segera periksa bayimu, aku akan menemanimu."

"Iya, Tuan."

"Ah, jangan panggil aku Tuan. Sudahlah, apa kau sudah makan? Aku bawakan onigiri hangat buatmu."

"Belum."

..
Sambungan telepon itu terputus setelah mereka memutuskan tempat untuk bertemu. Manik mata Aika tertuju pada pesan dari saudari perempuannya, ada wajah Angkasa dan Aruni yang sedang terlelap di tempat tidurnya. "Dek, uruslah suamimu, aku kan mengurus anak mantanku dulu." Begitu bunyi pesan Aira disertai dengan emoticon tertawa berderet-deret.

Pengantin Cadangan 2Donde viven las historias. Descúbrelo ahora