15

45 17 0
                                    

"Kau mengatakan yang sebenarnya?" tanyaku menatapnya kini.

"Masuk dan kau akan membuktikannya. Pegang pedangku dan kau bisa membunuhku kalau aku memang berbohong padamu." Dia menyerahkan pedangnya.

Aku menepis pedang itu tidak mau. "Apa aku tampak buruk?"

"Hah?"

"Kau bilang mau aku berpakaian layak. Apa sekarang aku tampak amat buruk?"

"Bukan itu maksudku. Aku mau kau menyembunyikan apa yang ada dibalik kain pakaianmu itu. Aku tidak akan suka ada yang melihat ke sana nanti. Aku bisa mencongkel mata siapa pun yang melihat itu."

Aku menyilangkan tangan di depan tubuhku. Menatap dia kesal dan dia hanya memberikan senyuman manis menyebalkan padaku.

"Mungkin di hutan kita hanya berduaan. Jadi, tidak masalah. Tapi di tempat ini, banyak orang. Jadi kau harus mengubah pakaianmu."

"Aku mengerti. Bisa kau berhenti mengatakannya dan membawa kita masuk. Kau dan mulutmu yang berengsek itu bisa berhenti bicara."

"Kenapa kau sangat kasar, Butter?"

Aku mengabaikannya dan menatap ke arah pintu masuk. Aku sudah akan melangkah tapi Hanzo malah menarikku ke tempat lain. "Kita tidak jadi masuk?"

"Jadi. Tapi bukan lewat sana."

Aku mengikuti Hanzo yang membawa aku masuk melalui samping. Ada pintu yang tidak terlihat dengan jelas di sana. Pintu itu memiliki penjaga dibaliknya. Saat melihat Hanzo, pria besar tinggi yang menjaga segera menunduk.

"Bos," sapanya.

Aku menatap Hanzo yang hanya memberikan anggukan.

Kami sudah masuk ke tempat melati putih yang sangat mewah itu. Banyak taman di dalamnya dan banyak pintu berjajar dengan air terjun buatan yang begitu indah.

"Di luar nampak kecil. Di dalam sangat besar. Kau hebat dengan tempat ini, Hanzo."

"Butter-ku sedang memujiku?"

Aku mendengus padanya. Dia membuat pujianku terdengar seperti omong kosong.

Seorang perempuan datang menghampiriku dengan gaun indahnya yang aku sendiri terpana melihatnya. Perempuan itu tersenyum penuh arti pada Hanzo. Seolah ada yang begitu mengagumkan dari pria itu yang membuatnya tidak berhenti tersenyum ke arah Hanzo.

"Bos, anda di sini."

"Berikan pakaian terbaik pada gadis kecilku. Aku mau melihat dia tampil berbeda tapi tidak mencolok. Kau mengerti maksudku, kan, Elvira?"

"Tentu, Bos."

Perempuan itu meraih lenganku dan memberikan anggukan padaku. Dia membawa aku pergi.

Saat aku menatap Hanzo, pria itu sudah melangkah lebih dulu meninggalkan aku. Aku berusaha menatapnya agar dia sadar dan menatap balas padaku, tapi dia sudah sibuk bicara dengan pria lain dan mereka berjalan ke tempat lain.

Aku tidak tahu kalau keberadaan Hanzo sangat berarti bagiku. Aku tidak mau Hanzo meninggalkan aku. Aku mau dia ada di sisiku. Tapi sekarang aku malah hanya berduaan dengan wanita cantik yang sudah membawa aku ke bagian utara.

Kami ada di sebuah ruangan besar dengan bak mandi besar di depanku. Dia mempersilakan aku untuk masuk ke bak mandi itu yang menguarkan aroma semerbak.

"Saya akan membukakan pakaian untuk anda, Nona."

Aku menggeleng. "Bisakah aku melakukannya sendiri?"

"Anda yakin?"

Tentu saja aku sangat yakin. Bagaimana mungkin aku membiarkan orang lain yang baru aku temui untuk melihat tubuhku. "Ya. Aku akan melakukannya sendiri."

"Kalau begitu saya akan menunggu sampai anda selesai berendam. Saya akan menyiapkan pakaian untuk anda."

"Terima kasih."

Perempuan itu meninggalkan aku pergi. Aku sendirian di dalam kamar mandi itu. Aku melepaskan semua pakaianku dan botol kecil itu jatuh dari lenganku. Aku melupakannya.

Segera aku mengambilnya dan meletakkannya di sisi bak. Melihat botol itu membuat aku ingat pada apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi aku tidak ingin lagi melakukannya. Aku tidak mau mengakhiri hidupku sendiri dan meninggallan dunia ini.

Aku tidak keberatan jika aku mati di tangan orang lain, asal bukan tanganku sendiri yang melakukannya.

Ayahku ingin aku tetap menjaga kehormatanku dengan menenggak racun itu. Tapi aku tidak bisa melakukannya.

Mencuri Selir KaisarWhere stories live. Discover now